Lebih dari 30 Tahun, Desa Ini Hanya Dihuni Sepasang Suami Istri

Colomer dan Sinforosa adalah penduduk terakhir yang menghuni La Estrella, sebuah desa kecil di Aragon, Spanyol. Bagaimana bisa?

oleh Khairisa Ferida diperbarui 28 Jun 2016, 18:39 WIB
Diterbitkan 28 Jun 2016, 18:39 WIB
Juan Martin Colomer dan Sinforosa, sepasang suami istri yang menjadi penghuni terakhir di La Estrella
Juan Martin Colomer dan Sinforosa, sepasang suami istri yang menjadi penghuni terakhir di La Estrella (BBC)

Liputan6.com, Madrid - Kisah menarik datang dari sebuah desa pegunungan yang terletak di Maestrazgo, sebuah padang gurun di Aragon, Spanyol. Dikenal sebagai sebuah 'desa yang ditinggalkan', La Estrella saat ini hanya dihuni oleh sepasang suami istri, Juan Martin Colomer dan Sinforosa.

Penelusuran terhadap desa kecil yang dulunya berpopulasi 200 jiwa ini dilakukan oleh wartawan BBC, Inka Piegsa-Quischotte. Ia menuju La Estrella menggunakan taksi untuk bertemu dengan Colomer dan Sinforosa.

"Kakek dan nenek saya berasal dari desa terdekat dan saya sering menghabiskan libur musim panas di sana," ujar sang sopir taksi, Nacho meyakinkan Inka bahwa ia mengenal La Estrella dengan baik.

Namun di tengah perjalanan mereka kehilangan arah.

"Cukup ikuti jalan. Belok ke kanan, lalu ke kiri," ujar salah seorang warga lokal.

Mereka pun tiba di jalanan dengan kontur tanah yang buruk. Tebing tersaji di kanan dan kiri jalan, sementara GPS sudah 'menyerah' membantu mereka. Nacho lupa membaca odometer sehingga keduanya tidak tahu seberapa jauh mereka sudah berkendara. 

La Estrella, sebuah desa kecil di Spanyol yang ditinggalkan oleh penduduknya (Alamy/BBC)

Setelah melewati sebuah turunan yang cukup tajam, akhirnya mereka melihat sejumlah rumah. "Selamat datang di La Estrella," ujar Nacho seperti dikutip dari BBC, Selasa (28/6/2016). 

"Anda telat satu hari," sebuah suara mengagetkan Inka setelah ia turun dari taksi.

Suara itu ternyata milik Sinforosa. Inka cukup terkejut, karena perempuan paruh baya itu bisa mengetahui kedatangannya padahal ia tak pernah berkomunikasi dengan mereka.

Lalu ia tersadar, bahwa sehari sebelumnya adalah satu-satunya hari dalam setahun di mana La Estrella dikunjungi peziarah yang datang dari Mosqueruela. Kemungkinan, Sinforosa menganggap ia adalah salah satu dari mereka.

"Halo Sinforosa. Saya datang untuk mengunjungi Anda, bukan untuk 'romeria' -- ziarah agama. Saya harap Anda tidak keberatan dan bisa meluangkan waktu sejenak," sapa Inka yang yakin dengan nama perempuan itu karena memang ia satu-satunya perempuan di La Estrella.

Tak lama, suami Sinforosa, Colomer keluar. "Mari masuk. Kami baru saja mau menyiapkan salad," ujar Colomer.

Diiringi dengan sejumlah anjing, kucing, dan ayam mereka pun berjalan di atas kontur tanah yang tidak rata, menuju sebuah bangku di depan satu-satunya bangunan yang masih dalam kondisi baik.

"Ini adalah tempat tinggal kami. Tempat ini milik gereja dan kami juga ikut menjaganya," ujar mereka.

Pasangan paruh baya itu pun mulai bercerita. Mereka berdua dilahirkan di Desa La Estrella. 

"Kami berdua lahir dan dibesarkan di La Estrella. Pada saat itu, desa ini hidup. Kami memiliki sekolah, dua bar, sejumlah toko, guru, imam, semuanya.

Aku dan Sinforosa bertemu di sebuah kedai dan menikah di tempat kudus. Namun kemudian situasi memburuk. Tidak ada orang yang bisa bertahan hidup dengan bertani, tidak ada pekerjaan dan orang-orang mulai meninggalkan desa ini. Peristiwa itu dimulai pada 1950-an, lalu pada era 80-an hanya kami yang tersisa," ujar Colomer.

Inka yang penasaran menanyakan alasan mengapa mereka memilih tetap tinggal di La Estrella.

"Ini rumah kami, 'tierra' --bumi-- kami. Kami memiliki rumah, hewan peliharaan, kebun, dan 'akar' di sini. Itu sebabnya kami tidak akan pernah pergi," tegas Colomer.

Tak pernah kesepian 

Meski hanya hidup berdua di La Estrella, namun Colomer dan Sinforosa tak pernah merasa terasing dan kesepian (BBC)

Pasangan suami istri mengatakan, mereka tidak pernah merasa kesepian dan terasing dari peradaban. "Kami saling memiliki satu sama lain, lagipula setiap satu tahun sekali peziarah datang. Sesekali ada juga turis seperti Anda yang mampir," jelas Sinforosa.

Colomer dan Sinforosa tidak punya televisi dan telepon. Tak ada tukang pos dan air yang mengalir. Daya solar panel hanya mampu menghidupkan beberapa lampu dan kulkas.

Sejumlah hal masih dilakukan secara tradisional, seperti mencuci pakaian dengan tangan dan memasak dengan tungku. Satu-satunya hiburan bagi mereka adalah sebuah radio transistor kecil.

Mereka memiliki ponsel, namun tak ada sinyal. Telepon genggam itu baru berfungsi setelah mereka naik ke wilayah yang lebih tinggi.

Kira-kira sebulan atau dua bulan sekali, mereka akan mengendarai Land Rover tua ke Desa Villafranca untuk membeli beberapa kebutuhan.

"Kami selalu bahagia ketika kembali ke rumah di pegunungan yang indah ini, udara segar dan ketenangan," tutur Sinforosa.

Kepada Inka, pasangan ini pun menceritakan aktivitas hari-hari mereka.

"Saya bersih-bersih, memasak, memberi makan hewan. Kami memiliki beberapa peliharaan seperti ayam, kelinci, domba, dan kambing. Saya juga merawat gereja," jelas Sinforosa.

Sementara Colomer mengatakan, ia menghabiskan waktunya di kebun, bereksperimen dengan berbagai tanaman.

"Apakah Anda akan menyesal jika kesendirian ini berakhir?," tanya Inka kepada pasangan itu.

Dengan senyum mengembang di wajahnya, Colomer menjawab, "Hiduplah seperti yang kita inginkan, maka kehidupan tak akan berakhir dalam waktu dekat," jawabnya.

La Estrella, antara legenda dan sejarah 

Setiap tahunnya, para peziarah mengunjungi gereja di La Estrella atau dikenal dengan sebutan romeria (BBC)

Keberadaan La Estrella atau Virgen de la Estrella atau dikenal juga dengan Our Lady of the Star lekat dengan campuran legenda dan sejarah. Dikisahkan, seorang gembala yang tengah melewati hutan pinus tiba-tiba 'dibutakan' oleh cahaya terang.

Pengembala yang berasal dari Mosqueruela itu disebut melihat Bunda Maria tengah menggendong bayi Yesus di lengan kiri sementara lengan kanannya memegang bintang yang bersinar. Ia kembali ke desanya dan menceritakan apa yang dilihatnya kepada warga lain.

Warga pun berkumpul dan menuju tempat di mana sang pengembala mengalami kejadian tak biasa itu dan ternyata mereka menyaksikan hal yang sama. Peristiwa itu membuat warga setempat memutuskan untuk mendirikan sebuah kapel sebelum akhirnya digantikan oleh gereja yang lebih besar.

 

 

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya