Liputan6.com, Istanbul - Berondongan senjata dan ledakan bom bunuh diri di bandara Ataturk Istanbul mengakhiri hidup dokter militer Tunisia, Brigradir Jenderal Fathi Bayoudh. Ia menjadi salah satu dari 42 korban tewas dalam insiden yang terjadi pada Selasa malam 28 Juni 2016 waktu setempat.
Bayudh berangkat ke Istanbul bukan untuk wisata. Tapi ia punya misi penting, yaitu mencari anak laki-laki dan menariknya dari cengkeraman ISIS.
Baca Juga
Tiga orang pelaku serangan -- yang diduga berafiliasi dengan ISIS -- memberondongkan peluru kepada para aparat dan pelancong di bandara tersibuk ke-11 di dunia itu.
Advertisement
Kementerian Pertahanan Tunisa mengonfirmasi bahwa jenderal bintang satu itu adalah dokter militer yang menjadi salah satu korban tewas teror Turki.
"Bayoudh berangkat ke Turki sebagai salah satu usahanya untuk bertemu anak laki-lakinya. Sang anak diduga bergabung dengan ISIS beberapa bulan lalu bersama kekasihnya," ujar salah satu sumber keamanan seperti dilansir dari The Guardian, Kamis (30/6/2016).
Menurut sumber itu, anak laki-laki Bayoudh ditahan oleh tentara Turki di perbatasan Suriah.
"Anak laki-laki Bayoudh pergi ke Suriah bersama pacarnya, yang sama-sama sekolah di fakultas kedokteran. Mereka bergabung dengam ISIS beberapa bulan lalu. Sang ayah telah berkali-kali memintanya kembali," ungkap sumber itu.
Tunisia sukses melakukan reformasi demokratis, sejak glombang 'Arab Spring' menggulingkan Zine El Abidine Ben Ali pada 2011 lalu. Namun, di sisi lain, negara itu adalah 'penyumbang' tentara asing bagi ISIS.
Pemerintah Tunisa mengestimasi ada 3.500 warganya bergabung ISIS di Suriah, Irak, dan Lybia. Bahkan beberapa di antaranya memegang tongkat komando -- sebagai komandan.
Tak sedikit warga Tunisia yang bergabung dengan ISIS berasal dari kalangan profesional dan lulusan universitas.
**Ingin mendapatkan informasi terbaru tentang Ramadan, bisa dibaca di sini.