AS: Putusan Arbitrase soal Laut China Selatan Harus Ditaati

Pemerintah Amerika Serikat angkat bicara terkait keputusan Pengadilan Arbitrase (PCA) di Den Haag soal Laut China Selatan.

oleh Andreas Gerry Tuwo diperbarui 14 Jul 2016, 16:11 WIB
Diterbitkan 14 Jul 2016, 16:11 WIB
Daerah sengketa Laut China Selatan
Daerah sengketa Laut China Selatan (BBC/UNCLOS,CIA)

Liputan6.com, Jakarta Pengadilan Arbitrase (PCA) di Den Haag akhirnya mengeluarkan keputusan terkait gugatan Filipina, atas nine dash line Tiongkok di perairan Laut China Selatan (LCS). Namun kemenangan tersebut tak disambut baik oleh pemerintah Negeri Panda itu.

Keputusan tersebut justru ditanggapi dingin Pemerintah China. Negeri Tirai Bambu menyatakan, tak akan menaati putusan tersebut.

Merespons putusan dari PCA, Pemerintah Amerika Serikat pun angkat bicara. Negeri Paman Sam menegaskan, keputusan itu mutlak adanya.

"Keputusan yang dikeluarkan di Den Haag adalah keputusan yang begitu menentukan dan mutlak," sebut Deputi Assistant Secretary Biro Asia Timur dan Pasifik, Departemen Luar Negeri AS, Colin Willet kepada Liputan6.com, Kamis (14/7/2016).

Keputusan itu, kata Willet, tak cuma mutlak. Namun, juga sangat jelas untuk ditaati setiap pihak yang bertikai.

"Kami meminta semua menghormati hukum yang berlaku dan kami berharap semua pihak menaati," sambung dia.

Karena keputusan sudah terbit, AS mengharapkan, agar tak ada pihak yang berlaku provokatif. Hal ini agar kondisi Laut China Selatan bisa kondusif dan aman.

"Kami mendorong pihak untuk menjauhi tindakan provokatif dan tidak menggunakan kekuatan militer di kawasan ini," pungkas Willet.

Dalam keterangan pers terkait kasus sengketa Laut China Selatan yang diterima Liputan6.com, sebelumnya pihak pengadilan arbitrase juga menambahkan dalam keputusannya bahwa China telah melanggar kedaulatan Filipina termasuk zona ekonomi dengan cara melakukan penangkapan ikan dan eksplorasi minyak.

Tak hanya itu, menurut hakim, Tiongkok juga membuat pulau buatan dan membiarkan nelayan tradisionalnya memancing di wilayah itu.

Panel hakim juga menemukan indikasi bahwa China telah merusak koral dan ekosistem di tempat berdirinya pulau buatan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya