Jumlah Penduduk Menurun, Pemerintah Jepang Jadi 'Mak Comblang'

Pemerintah Jepang mensponsori ajang pencarian jodoh untuk masyarakat agar mereka mau menikah dan memiliki anak.

oleh Arie Mega Prastiwi diperbarui 22 Sep 2016, 18:35 WIB
Diterbitkan 22 Sep 2016, 18:35 WIB
Jumlah Penduduk Menurun, Pemerintah Jepang Jadi 'Mak Comblang'
Jumlah Penduduk Menurun, Pemerintah Jepang Jadi 'Mak Comblang' (CNN Money)

Liputan6.com, Ishioka - Kencan kilat berujung pernikahan atau mencari jodoh secara online adalah hal yang biasa dilakukan di seluruh dunia. Kegiatan itu biasanya dilakukan oleh mak comblang senior, lewat persekutuan agama, atau bahkan layanan perusahaan start up yang mengkhususkan mencari belahan jiwa.

Namun, akan berbeda jika yang membuka jasa biro jasa itu adalah pemerintah. Hal ini terjadi di Jepang.

Saat ini para pejabat Negeri Sakura menginginkan lebih banyak perempuan bekerja untuk memperkuat ekonomi negara yang dalam beberapa tahun terakhir ini mandek. Namun, di sisi lain, mereka juga ingin para wanita itu hamil dan memiliki banyak anak.

Bukan tanpa alasan pejabat Jepang menginginkan hal itu. Pasalnya, penurunan jumlah penduduk Negeri Sakura kian lama makin mengkhawatirkan.

Itulah yang membuat para pembayar pajak "terpaksa" membiayai jasa-jasa kencan seperti di Ishioka, kota yang bisa ditempuh selama satu jam dengan berkendara dari Tokyo. Demikian seperti dikutip dari CNN Money, Rabu (22/9/2016).

"Ketika Anda berpikir untuk mencegah penurunan populasi, tak mungkin dimulai tanpa pernikahan," kata Kazuhiko Suzuki, pejabat Kota Ishioka.

Kini konkatsu atau acara pencarian jodoh di Ishioka telah dihadiri oleh 80 pria dan perempuan lajang.

Suasana kencan yang di-mak comblangi pemerintah Jepang di Ishioka (Keijiro Ohata/CNN Money) Dalam sebuah ruangan, mereka mencoba berbaur satu sama lain, memecah suasana kikuk dengan pertanyaan basa-basi seperti, "apa makanan favorit Anda?".

Lalu muncul jasa speed dating, yakni berupa kelompok kecil di mana para pria dan wanita lebih santai menggali masing-masing karakter.

Dan siapa pun yang merasa malu, sukarelawan--biasanya manula--dari "panitia promosi pernikahan" setempat akan masuk ke kelompok itu untuk menggiring percakapan menjadi lebih menarik.

Nazomo Abiko, perempuan lajang berusia 22 tahun yang bekerja di bank, merupakan salah satu peserta acara itu. Ia diperintah oleh bosnya ketika atasannya itu mengumpulkan para perempuan mandiri dan menasihati mereka agar berangkat ke pertemuan itu.

"Jelaslah, kami tak bisa bilang tidak kepada dia," kata Abiko.

Demi menggeliatkan ekonomi, pemerintah Jepang berharap perempuan seperti Abiko. Punya karier dan memiliki banyak anak.

Negara dengan ekonomi terbesar ketiga itu kini membutuhkan banyak orang. Menurut data Bank Dunia tahun 2015, populasi Jepang menurun dari 1 juta hingga 127 juta dalam kurun waktu 5 tahun. 

Namun, usaha Perdana Menteri Shinzo Abe menyeret perempuan ke dunia kerja terbilang gagal. Pasalnya, masalah ketidaksetaraan gender masih sangat kental di Jepang. Bagi orang kebanyakan, satu-satunya tempat perempuan adalah di rumah.

Menurut ahli ekonomi dari Japan Women's University, Machiko Osawa, kebanyakan orang percaya bahwa meminta perempuan bekerja memang akan meningkatkan kelahiran tapi justru mempertinggi angka perceraian.

"Itulah salah satu alasan banyak politikus menolak untuk mempromosikan perempuan bekerja di luar rumah mereka," beber Osawa.

Meski kini pemerintah Jepang turun tangan dalam urusan jodoh, ternyata menjadi mak comblang tidak semudah membalikkan telapak tangan.

Kota Fukui sebagai pionir "biro jodoh" mengaku sulit menjalankan usaha itu, namun tidak dengan Hiroshima. Ada 15 pasangan yang akhirnya kencan dan menikah semenjak program dimulai tahun lalu. Kini salah satu pasangan diharapkan memiliki bayi.

Pasangan yang "sukses" itu dipajang fotonya di seluruh sudut kota agar para jomblo tergerak hatinya.

Kembali ke Ishioka. Setelah tiga tahun beroperasi, mereka hanya dapat menikahkan dua pasang kekasih. Tak putus asa, pemerintah kota memberikan janji lain: uang sewa rumah bagi mereka yang menikah dan pendidikan dini gratis untuk keluarga dengan tiga anak.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya