Liputan6.com, Washington, DC - Saigon, 1975. Pesawat-pesawat sipil, militer dan carteran bersiap lepas landas dari bandara kecil itu. Suasana kacau menjelang perang Vietnam berakhir, mereka membawa misi yang disebut Operation Babylift. Tugasnya membawa sebanyak-banyaknya bayi dan anak-anak keluar dari negara itu.
'Evakuasi' massal itu membawa sekitar 3.000 anak-anak keluar dari Vietnam untuk diadopsi oleh keluarga di Amerika Serikat, Eropa dan Australia. Demi alasan kemanusiaan.
Baca Juga
Saking banyaknya evakuasi dan jumlah bayi yang luar biasa, membuat para awak kabin mengubah benda-beda di dalam pesawat agar nyaman untuk para makhluk kecil tak berdaya itu.
Advertisement
Saat tiba di AS, mereka disambut oleh tim medis yang memeriksa kesehatan bayi. Dari mulai yang sakit, dehiderasi hingga cacar air. Yang kondisinya serius segera dilarikan ke rumah sakit. Demikian dikutip dari Daily Mail, Jumat (23/9/2016).
Setelah mereka sembuh, anak-anak itu akan dibawa ke salah satu dari 3 pusat pemrosesan adopsi anak. Di sana para keluarga baru menanti mereka.
Para orangtua tajir pemilik pesawat pribadi dengan sukarela meminjamkan jet mereka, termasuk penerbit Majalah Playboy Bunny, Hugh Hefner.
Sekitar 2.000 bayi ditampung di AS, sisanya menyebar ke Australia, Kanada dan Eropa.
Pesawat pengangkutan bayi terakhir terbang dari Vietnam pada 29 April 1975, sebelum Saigon menyerah kepada kekuatan komunis Vietnam utara.
Operasi Kontroversial
Banyak orang mengkritik operasi Babylift. Tak sedikit yang mempertanyakan apakah bayi-bayi itu benar-benar yatim piatu atau dipisahkan dari keluarganya atau justru keluarganya yang menyerahkan anaknya agar bisa keluar dari negara yang kalah perang.
Hingga hari ini, banyak dari bayi itu yang kini telah dewasa mencoba mencari keluarga mereka. Perang Vietnam menyisakan jumlah tak terhitung orang hilang, menurut Nguyen Pham Thu Uyen, salah satu presenter TV yang berkantor di Ho Chi Minh.
"Hampir di tiap keluarga di negara ini memiliki penderitaan perpisahan. Setidaknya satu orang anggota keluarga mereka hilang," tutur Uyen.
Perempuan itu memimpin acara TV berjudul, 'As If There Were No Separation' yang bertujuan menyatukan keluarga yang terpisah karena perang.
Selama 8 tahun mengudara, mereka telah menerima 70.000 permintaan. Mulai dari tentara AS yang mencari pacarnya yang hilang hingga keluarga yang mencari anak-anak mereka. Sejauh ini tayangan itu telah membantu ribuan orang bertemu dengan sanak keluarganya.
Salah satu bayi 'lulusan' Babylift adalah Landon Carie yang saudara kembarnya Lorie yang ia pikir telah tewas kala evakuasi pertama kali pesawatnya gagal lepas anda. Puluhan bayi saat itu meninggal dunia.
Ajaibnya, bayi kembar yang berusia 17 bulan itu ditemukan selamat. Mereka berpelukan tak jauh dari bangkai pesawat satu hari kemudian. Lantas keduanya 'terpisah' diadopsi keluarga berbeda di AS.
Landon yang kini berusia 41 tahun dan pernah mengunjungi lokasi kecelakaan. Ia diduga adalah bayi selamat pertama yang mengunjungi lokasi kala C-5 kargo militer jatuh menewaskan 78 anak-anak dan 50 orang dewasa pada 4 April 1975.
Dokumen anak-anak itu termasuk detil tentang keluarga mereka seperti tempat dan tanggal lahir hancur.
Bayi kembar itu diadopsi oleh keluarga di negara bagian Washington, dan bertemu kala TV AS merayakan 25 tahun Operasi Babylift tahun 2000. Landon memutuskan untuk mengunjungi negara di mana ia lahir.
Landon ke Vietnam bersama ibu angkatnya dan 2 tahun kemudian, ia memutuskan untuk menetap di Vietnam.
"Keluargaku sangat khawatir kalau aku kembali," kenang Landon.
"Mereka mengatakan, 'jangan lupa itu adalah negara komunis dan kalau kamu melakukan sesuatu yang salah, mereka akan mengurungmu di penjara dan tak boleh meninggalkan Vietnam'," lanjutnya.
Menurut Landon, ia sempat takut dengan pesan orangtuanya. "Namun, aku sudah 13 tahun di sini, dan tahu apa yang harus kulakukan dan kukatakan."
Landon kini pengajar komunikasi di RMIT University di Saigon, atau sekarang dikenal dengan Ho Chi Min setelah perang usai.
Mimpi Buruk
Bukan hanya para bayi yang mengalami pengalaman mengerikan, namun juga para kru pesawat. Mereka yang terlibat di operasi Babylift harus mengerahkan segala upaya terbaiknya agar kargo istimewa itu merasa nyaman. Salah satunya adalah menutup lantai pesawat dengan selimut agar bayi-bayi itu nyaman.
Selain itu, bayi-bayi 'diamankan' dengan jaring kargo atau diletakkan di kardus di bawah kursi.
"Kami secara konsisten mengintip keranjang untuk memastikan bayi-bayi masih bernafas. Seperti mimpi buruk," kata mantan pramugari maskapai Pan Am yang terlibat operasi itu
Jim Trullinger yang saat itu tengah riset doktoral di Vietnam, ketika perang nyaris usai ia pun terpaksa kembali ke AS. Ia terbang bersama dengan Operasi Babylift. Di bandara, ia juga merasakan hal yang sama dengan para kru. Mimpi buruk. Perang dan suara bayi-bayi dan anak-anak yang menangis.
"Saat aku tiba di bandara, aku membantu menggendong bayi-bayi itu ke pesawat Boeing 747 carteran. Sebelum lepas landas, para awak kabin mengatakan kepadaku andai ada kecelakaan, aku diharapkan keluar dari pesawat dan mereka akan melempar bayi-bayi itu kepadaku," kenang Trullinger.
Michael Howe adalah presiden Bay Area Health Planning Council kala program itu diluncurkan. Ia mendeskripsikan betapa kacaunya landas pacu. Di ruang tunggu, penuh dengan matras dan selimut untuk 'kargo'. Tak ada yang memimpin, semua kacau.
Ada satu dua kasus, para sukarelawan pura-pura jadi keluarga yang dijanjikan anak adopsi. Mereka lantas membawa kabur si bayi.
Trullinger mengatakan betapa ia khawatir akan latar belakang anak-anak dan bayi-bayi. Apakah benar mereka yatim piatu tak punya keluarga atau tidak.
"Banyak pertanyaan apakah mereka benar-benar tak punya orangtua," kenang Jane Barton, penerjemah untuk American Friends Services Committee. "Aku menemukan, beberapa anak yang mengatakan mereka masih punya orangtua."
Hingga hari ini, tak jelas apakah tujuan operasi itu. Berhasil atau tidak masih menjadi misteri.
Memang, banyak nyawa berhasil diselamatkan akibat operasi itu. Namun, tak sedikit yang menuntut secara hukum dari anak-anak itu kepada pemerintah AS.
Sementara, masih banyak anak-anak yang kini telah tumbuh dewasa dan menua mencari keluarga yang hilang lebih dari 40 tahun lalu...
Advertisement