Liputan6.com, Jakarta - Temuan jasad dalam kondisi mengenaskan, video penyiksaan di luar batas kemanusiaan, seringai dan tawa kejam si pembunuh -- seorang pecandu kokain yang kadarnya bisa bikin orang normal jatuh koma. Kasus pembunuhan sadis yang dilakukan pria asal Inggris, Rurik Jutting menarik perhatian dunia.
Korbannya adalah dua warga negara Indonesia yang sedang mencari penghidupan di Hong Kong, Sumarti Ningsih dan Jesse Lorena Ruri alias Seneng Mujiasih.
Ningsih (23), yang juga dikenal sebagai 'Alice' menjadi korban pertama. Ia dibunuh pada 27 Oktober 2014 dini hari. Foto mengerikan pelaku memegang kepala perempuan asal Cilacap itu tersimpan dalam ponsel iPhone-nya. Pose sadis itu diambil sebelum Jutting menjejalkan jasadnya ke koper.
Lima hari kemudian, bankir lulusan University of Cambridge itu menjebak Seneng Mujiasih (26) ke flat mewahnya di Distrik Wan Chai pada 31 Oktober 2014. Â
Tak hanya di Hong Kong, sejumlah warga negara Indonesia menjadi korban pembunuhan sadis di luar negeri. Ada yang pelakunya orang asing, juga ada yang sesama WNI.
Berikut 4 kasus pembunuhan warga negara Indonesia di luar negeri yang kasusnya sampai menghebohkan dunia dan diberitakan media internasional:
1. Sumarti Ningsih dan Seneng Mujiasih
Sebuah video dipertontonkan di Pengadilan Hong Kong pada Kamis 27 Oktober 2016. Pada hari keempat persidangan kasus pembunuhan terbesar, yang melibatkan ekspatriat di bekas wilayah protektorat Inggris itu.
Itu adalah rekaman pemeriksaan Rurik Jutting, sesaat setelah menyerahkan diri ke polisi.
"Aku masih ingat peristiwa itu. Aku bisa mengingat saat menyerangnya, membunuh, dan menyembunyikan jasadnya. Aku masih bisa mengingat apa yang kupikirkan saat itu, namun tak bisa menjelaskannya," kata Jutting dalam rekaman, seperti dikutip dari Daily Star, Kamis (27/10/2016).
"Tak ada alasan pemaaf atas perbuatanku menyiksanya, membunuh, dan memasukkan jasadnya ke koper," kata pria yang kini berusia 31 tahun itu. "Kebutuhan dan rasa lapar untuk itu (membunuh), kian bertambah setelah aku mengonsumsi kokain."
Jutting mengklaim, ia hanya membunuh dua orang. Tak ada korban yang lain. Meski merasa bersalah, pria berkaca mata itu mengaku menikmati prosesnya.
 "Kombinasi alkohol, kolain, dan penyiksaan fisik -- secara bersamaan memberikan sensasi kenikmatan yang tak pernah kurasakan sebelumnya, dari apapun," kata Jutting.
Terdakwa tak mengaku awalnya tak berencana menghabisi Sumarti Ningsih. Kata Jutting, perempuan itu hanya kebetulan 'berada di tempat yang salah'.Â
Â
Seperti dikutip dari Reuters, setelah menghabisi dua WNI, Jutting sempat berteriak-teriak dan mengacungkan pisau ke sejumlah pengguna jalan di depan apartemennya.
Ia kemudian menghubungi polisi dan menyerahkan diri. "Sebelum memutuskan untuk menyerahkan diri, aku menjatuhkan pisauku," kata Jutting.
Kepada polisi, ia juga menyerahkan telepon genggamnya. "Aku berkata pada mereka (aparat) ada sejumlah bukti di dalamnya."
Advertisement
2. Mayang Prasetyo
Nama aslinya Febri Andriansyah. Namun, setelah memutuskan untuk hidup sebagai perempuan, ia memilih nama baru Mayang Prasetyo -- terinspirasi dari penyanyi Indonesia Mayang Sari.
Â
Dari Lampung, ia kemudian tinggal di Australia. Siapa sangka, nyawanya melayang dengan tragis di Negeri Kanguru itu.
Suatu hari, polisi dipanggil ke kompleks apartemen di Teneriffe, Queensland -- di mana Mayang tinggal dengan suaminya, Marcus Volke. Para tetangga mengeluhkan bau busuk luar biasa yang keluar dari sebuah unit.
Polisi pun datang pada 4 Oktober 2014. Aparat kaget bukan kepalang saat menemukan jasad Mayang yang tewas mengenaskan. Â
Tubuhnya dimutilasi dan sebagian ada di dalam panci yang sedang dimasak sang suami yang berprofesi sebagai koki.
Volke sempat kabur. Ia melarikan diri dengan melompat pagar belakang. Dia kemudian berlindung di gerobak sampah.
Pria itu ditemukan meninggal dunia beberapa ratus meter dari lokasi apartemennya dengan luka sayatan di leher yang diduga bunuh diri.
Mayang sebelumnya dikabarkan berprofesi sebagai penghibur. Menurut laman Courier Mail, perempuan asal Indonesia itu berpenghasilan sampai 500 dolar Australia atau sekitar Rp 5,3 juta per jam.
Berdasarkan pengakuan di akun Facebooknya, entah benar atau tidak, Mayang tengah menempuh pendidikan di RMIT University dan pernah mengemban studi di Ghetto University, dan BPI 1 Bandung. Lalu ia menuliskan sedang bekerja di Le Femme Garcon.
Mayang kemudian menikah dengan chef Peter Volke tahun 2013 setelah bertemu di sebuah kapal pesiar dan pindah ke Brisbane. Pasangan itu sebelumnya terlihat hidup harmonis di apartemen berdesain modern Ternerrife selama tiga bulan.
Kekejaman yang dilakukan Marcus sangat bertolak belakang dengan kampanye yang ia lakukan sebelumnya. Lelaki yang berprofesi sebagai koki itu sebelumnya dikenal sebagai seorang yang gencar menyuarakan anti-kekerasan terhadap wanita.
3. Miming Listyani
Jelang tengah malam, Kamis 7 April 2016, Miming Listiyani ditemukan tewas di dermaga Cabarita, Sydney. Jasadnya mengapung tanpa sehelai benang pun, ada luka robek di wajahnya.
Merespons teriakan panik dari dermaga, polisi datang ke tempat kejadian perkara pada pukul 23.30.
Teman laki-lakinya, Khan Thanh Ly, yang dituduh sebagai pembunuh Listiyani berdiri telanjang tak jauh dari jasad perempuan 27 tahun itu. Ia sempat mencoba lari, tapi berhasil diringkus.
Paramedis sempat mencoba menyelamatkan nyawa korban, namun mereka memastikan, ia tewas beberapa waktu sebelum tim darurat tiba.
Kekasih Miming, Ly menarik perhatian publik karena perannya sebegai 'letnan' dalam jaringan sindikat obat terlarang Bali Nine. Ia bahkan pernah jadi teman SMA Myuran Sukumaran.
Keterlibatan dengan Bali Nine membuatnya ia divonis tahanan selama 7 tahun pada 2007.
Teman dekat Listiyani mengisahkan bahwa pasangan itu dekat satu sama lain. Bahkan bekas pengedar obat bius itu pernah beberapa kali ke Jakarta, berdua saja.
Namun, perempuan tersebut merahasiakan hubungan mereka dari teman-teman Listiyani. Hal itu dikarenakan latar belakang Ly.
Advertisement
4. Gina Sutan Aswar
Suatu hari di musim panas yang terik, 10 Agustus 1995. Tiga jasad manusia ditemukan oleh seorang spekulator yang membeli seluruh isi sebuah gudang dalam lelang -- yang diadakan karena pemilik fasilitas penyimpanan itu tak sanggup membayar sewa.
Pembeli itu mengendus bau tak enak. Ia kemudian menemukan sesosok jasad yang dibungkus dengan plastik dan dililit selotip lebar.
Tak berapa lama kemudian, polisi menemukan dua jenazah lain. Temuan tersebut menggegerkan penduduk San Fernando Valley.
Jasad-jasad temuan tersebut telah terurai parah, sehingga petugas koroner butuh waktu sebulan untuk mengidentifikasi mereka.
Belakangan terkuak, ketiga jasad tersebut adalah Eri Tri Harto Darmawan (26), Gina Sutan Aswar (30), dan Surish Michandani (40). Ketiga korban dilaporkan hilang pada 1991 dan 1992.
Seperti dikutip dari Los Angeles Times, pada Januari 1995, aparat di Indonesia menangkap Harnoko (Oki) Dewantono.
Dalam pemeriksaan, Oki mengaku menghabisi Eri, yang adalah adik kandungnya sendiri, juga Gina, rekan bisnisnya .
Setelah pulang dari Paris pada musim gugur 1992, Gina berniat mundur dari kesepakatan bisnis. Hal itu membuat pelaku murka dan menghabisinya. Sementara Eri dibunuh saat kakak dan adik itu bertengkar hebat.
Namun, Harnoko alias Oki tak mengaku membunuh Michandani -- yang membeli usaha laundrinya secara utang seharga US$ 100 ribu namun mengabaikan tempat itu setelah 7 bulan.
Menurut Oki, Michandani dibunuh oleh almarhum Eri. Namun, polisi tak serta merta mempercayai pengakuannya itu.
"Ini adalah kasus besar di sini (Indonesia)," kata detektif Ted Ball yang mengepalai penyelidikan. "Mirip kasus O.J. Simpson."
Kasus tersebut juga heboh di AS, bahkan dunia. Setelah divonis mati Pengadilan Amerika Serikat, Oki kemudian dipindah ke Indonesia.