Liputan6.com, Aleppo - Lima tahun dirundung konflik, Aleppo kini hanya tinggal puing. Bangunan hancur, pepohohan kering, dan debu tebal menempel di permukaan apapun.
Kota yang dahulu indah itu kini terlihat suram. Seperti tak ada harapan. Namun, tidak bagi Emenour. Sopir perempuan satu-satunya itu percaya dan berharap Aleppo akan dibangun kembali.
Baca Juga
"Sebelum perang, Aleppo bahkan lebih indah dari Paris," kata Emenour, pengemudi taksi di Aleppo.
Advertisement
Profesi seperti itu adalah hal yang langka di Suriah dan juga hal langka. Namun, demi menyambung hidup setelah anak laki-laki dan suaminya tewas akibat serangan udara, ia nekat melakukan pekerjaan itu.
"Saat saya mulai pekerjaan ini, saya sangat takut. Namun setelah lima tahun, orang di sini mulai menerima, perempuan bisa bekerja," kata Emenour seperti dikutip dari RT, Jumat (28/10/2016).
Menjadi sopir taksi di kota yang tengah bergejolak bukan hal mudah. Setiap hari, ia harus berdoa semoga tak ada peluru nyasar atau jadi sasaran penembak jitu.
"Saya masih hidup sejauh ini. Padahal banyak sniper, dan banyak serangan udara," ujar perempuan yang juga seorang nenek itu.
Sambil berkeliling kota dengan taksinya, Emenour mengatakan kota itu dahulu indah luar biasa. Kota terbesar kedua di Suriah itu terkenal dengan kekayaan budaya.
"Lima tahun sebelum perang, Aleppo seperti Paris, bahkan lebih indah. Sekarang lihatlah kerusakannya. Dahulu sangat megah, sekarang hancur," ujar perempuan berusia 52 tahun itu.
"Tapi saya yakin kita akan membangunnya lagi. Dan yang penting para tentara akan kembali ke keluarga mereka, ke ibu mereka," tuturnya.
Anak laki-laki pertama Emenour tewas setahun lalu saat bertempur di Damaskus.
"Tubuhnya terpental ratusan meter dari pos militer. Sementara penembak jitu pemberontak siap menembak siapa saja yang mendekat. Saya menunggu 20 hari agar ia bisa dimakamkan, namun tak bisa," kenangnya. Sementara anak keduanya, tewas terkena serangan udara.
Rumah Emenour rusak oleh bom. Kini ia tinggal bersama kucing-kucing yang ia temukan di jalanan Aleppo di rumah yang disediakan oleh pemerintah Suriah.
Emenour memiliki dua anak perempuan lainnya dan seorang anak laki-laki namun tak tinggal di Aleppo. Ia berharap keluarganya bisa berkumpul kembali.
Pada tahun 2006, Aleppo disebut pusat kebudayaan Islam oleh Islamic Educational Scientific and Cultural Organization (ISESCO). Sebelum perang, populasi kota itu mencapai 2 juta penduduk.
Banyak sekali gedung-gedung bersejarah termasuk Masjid Agung Aleppo dengan menara magisnya yang berusia 1.000 tahun. Kini semua hancur tinggal puing.