Australia: MH370 Tak Terkontrol dan Berputar Sebelum Menuju Maut

Hasil investigasi otoritas Australia menyebutkan bahwa MH370 tak berada di bawah kontrol pada detik-detik jelang burung besi itu jatuh.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 02 Nov 2016, 13:42 WIB
Diterbitkan 02 Nov 2016, 13:42 WIB
Puing milik MH370 yang ditemukan di Tanzania
Puing milik MH370 yang ditemukan di Tanzania (Reuters)

Liputan6.com, Canberra - Laporan terbaru Biro Keselamatan Transportasi Australia (ATSB) terkait tragedi MH370 menyebutkan, pesawat nahas itu 'terjun' ke laut dalam kondisi tidak terkontrol. Hasil investigasi ini pun memberi gambaran jelas tentang saat-saat terakhir pesawat itu sebelum akhirnya 'menghilang'.

ATSB yang merilis laporannya pada Rabu waktu setempat menjelaskan bahwa analisis pada puing sayap yang ditemukan menunjukkan bahwa pesawat tidak dalam persiapan untuk mendarat. Menurut Direktur ATSB, Peter Foley, analisis tersebut 'memperbesar kepastian' tentang apa yang terjadi.

"Sayap mungkin dalam posisi tidak diperpanjang yang berarti pesawat tidak dikonfigurasi untuk mendarat atau landing di atas air," kata Foley mengacu pada praktik mengembangkan sayap untuk memungkinkan pesawat melakukan perjalanan dengan aman pada kecepatan rendah dalam persiapan untuk mendarat seperti dikutip dari Reuters, Rabu (2/11/2016).

"Anda dapat menarik kesimpulan sendiri, apakah itu berarti pesawat dikontrol oleh seseorang atau tidak," imbuhnya.

Satelit komunikasi akhir dari pesawat menunjukkan bahwa burung besi itu konsisten dengan "ketinggian dan menurun dengan cepat" ketika menghilang atau dalam bahasa sehari-harinya dikenal dengan istilah death dive--gerakan menuju kematian dan kehancuran.

Hasil investigasi ATSB terdiri dari 28 halaman yang berisi detik-detik akhir dari penerbangan MH370 dan simulasi tenggelam yang meyakinkan para ahli bahwa area pencarian saat ini adalah lokasi kecelakaan pesawat tersebut.

Pertanyaan apakah ada campur tangan manusia selama pesawat menurun itu sangat penting, karena jika itu terjadi maka puing-puing burung besi tersebut dapat menyebar di luar zona pencarian yang saat ini seluas 120 ribu kilometer persegi.

Otoritas berwenang berasumsi bahwa MH370 tidak memiliki 'input' ketika menurun secara tajam, hal ini berarti tidak adanya pilot atau pilot yang sadar saat itu. Mereka meyakini bahwa saat itu yang bekerja adalah auto-pilot dan pesawat berputar ketika kehabisan bahan bakar sebelum akhirnya jatuh.

Fugro, kelompok insinyur yang memimpin pencarian sebelumnya mencuatkan kemungkinan bahwa seseorang telah menyebabkan pesawat menurun dengan sengaja.

Jason Middleton, praktisi penerbangan di University of New South Wales mengatakan bahwa analisis sayap mengepak itu menjelaskan hal terbatas.

"Itu berarti bahwa pilot tidak waspada, terjaga, atau merencanakan pendaratan yang aman," kata Middleton.

Lebih lanjut Middleton mengatakan bahwa simulasi tenggelam tidak membantu mendefinisikan area pencarian baru di Samudra Hindia.

Sementara itu dalam perkembangan terpisah, seorang pengacara untuk empat penumpang yang menjadi korban MH370 asal Australia mengatakan, Malaysia Airlines telah setuju untuk merilis informasi tentang pesawat yang hilang sebagai bagian dari kompensasi kasus.

John Dawson, pengacara di Carneys Laywers menjelaskan bahwa informasi tersebut akan dibuka pada akhir November ini. Informasi tersebut akan menyertakan sertifikat medis awak kabin pesawat.

Pesawat Malaysia Airlines dengan nomor penerbangan MH370 'menghilang' pada 8 Maret 2014 ketika dalam perjalanan dari Bandara Internasional Kuala Lumpur menuju Beijing. Terdapat 239 penumpang termasuk awak kabin dalam kapal terbang itu.

Laporan ATSB ini muncul di sela-sela pertemuan otoritas Malaysia, China, Australia, Inggris, dan Amerika Serikat (AS) di Canberra untuk membahas upaya pencarian MH370 yang tengah berlangsung.

"Mereka meninjau semua data yang tersedia dan analisis terkait, asumsi dan peragaan pun dilakukan untuk menginformasikan definisi area pencarian," kata keterangan ATSB.

Sementara itu, seperti dikutip dari CNN, Menteri Transportasi Australia, Darren Chester mengatakan, "Ini kesempatan untuk mengumpulkan para ahli dari seluruh dunia untuk melihat informasi yang ada, bertukar ide. Ini merupakan peluang untuk memberikan pandangan bagaimana bagaimana sebaiknya pencarian bawah laut dilakukan dan melakukan penilaian ulang."

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya