Donald Trump dan 5 Transisi Kekuasaan Presiden AS yang 'Canggung'

Meski Obama menjanjikan proses peralihan kekuasaan akan berlangsung mulus, namun tak dapat dipungkiri ada jarak antara dirinya dengan Trump.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 12 Nov 2016, 10:15 WIB
Diterbitkan 12 Nov 2016, 10:15 WIB

Liputan6.com, Washington - Pemilu presiden Amerika Serikat (AS) usai sudah. Hasilnya, menempatkan sosok kontroversial, Donald Trump sebagai presiden terpilih AS.

Hillary Clinton pun sudah mengakui kekalahannya sekaligus menerima kemenangan Trump. Sama halnya dengan Presiden Barack Obama.

Meski aksi protes menentang kemenangan Trump berlangsung di sejumlah kota di AS, namun hal itu tak serta merta dapat menghentikan proses transisi. Bahkan pemerintah sudah menjanjikan bahwa era peralihan kekuasaan Obama ke Trump akan berjalan mulus.

Langkah awal sudah dimulai, yakni Obama mengundang presiden terpilih ke Gedung Putih. Keduanya berbincang selama kurang lebih 1,5 jam.

Bukan hal baru bahwa Trump dan Obama terlibat dalam 'perang dingin' selama ini. Trump menyebut pendahulunya itu sebagai presiden AS terburuk, sementara Obama mengatakan Trump tak layak menggantikannya.

Belakangan, tepatnya usai bertemu dengan Obama, taipan properti itu mengungkap hal berbeda.

"Dia (Obama) orang yang baik," kata Trump seperti dikutip dari BBC, Sabtu, (12/11/2016).

Meski dalam pertemuan singkat tersebut keduanya saling bersikap ramah, namun tidak menutup kemungkinan transisi keduanya akan berlangsung dalam suasana canggung. Dan ternyata, atmosfer serupa juga pernah terjadi pada sejumlah proses transisi presiden AS.

Berikut ini lima proses transisi pemerintahan di Negeri Paman Sam yang berlangsung dalam 'suasana kurang menyenangkan':

John Adams dan Thomas Jefferson

1. John Adams dan Thomas Jefferson

Peralihan kekuasaan yang terjadi antara Presiden John Adams kepada Wakil Presiden Thomas Jefferson dalam pilpres yang rusuh pada 1800 digambarkan sulit.

Hal tersebut diungkapkan oleh John Vile, seorang profesor ilmu politik di Middle Tennessee State University yang juga merupakan penulis buku Presidential Winners and Losers: Words of Victory and Concession.

Pertarungan sengit Adams yang merupakan seorang federalis dan Jefferson seorang Republikan dalam kampanye disebut-sebut berujung pada sebuah transisi kekuasaan paling signifikan dalam sejarah. DPR kala itu memutuskan bahwa Jefferson-lah yang memenangkan Gedung Putih.

Perseteruan dalam politik bahkan merembet pada pemutusan hubungan persahabatan antar keduanya.

Adams dilaporkan 'melarikan diri' dari Washington sebelum upacara pelantikan Jefferson.

Franklin D. Roosevelt dan Herbert Hoover

2. Franklin D. Roosevelt dan Herbert Hoover

Herbert Hoover yang merupakan presiden ke-31 AS menggambarkan Franklin D. Roosevelt (FDR) sebagai 'bunglon kotak-kotak' sementara FDR menyebut pendahulunya itu 'seekor ayam capon gendut'. Keduanya 'bertemu' dalam pilpres tahun 1932.

Pilpres saat itu berlangsung di tengah krisis keuangan yang membuat ekonomi AS berantakan. Hal tersebut menodai warisan Hoover hingga ia dilabeli pemimpin yang gagal.

Hoover dan FDR bukan hanya tak saling menyukai, namun keduanya juga tak saling percaya. FDR tak dilibatkan Hoover ketika mengumumkan proklamasi darurat untuk membatasi penarikan perbankan.

Sebaliknya, FDR ingin menunjukkan bahwa pemerintahannya sangat kontras dengan yang dijalankan pendahulunya.

Menurut Jeffery Engel, Direktur Pusat Sejarah Presiden di Southern Methodist University, FDR meyakini bahwa Hoover tidak melakukan langkah yang cukup untuk membantu rakyat AS pada masa Great Depression atau krisis keuangan.

Keduanya dilaporkan terlibat dalam peristiwa 'saling hina' pada upacara pelantikan Maret 1933. Kala itu, FDR dan Hoover tak bicara satu sama lain ketika tengah berada dalam mobil milik Roosevelt yang akan mengantarkan mereka ke tempat pelantikan.

Harry Truman dan Dwight Eisenhower

3. Harry Truman dan Dwight Eisenhower

Meski pun Presiden Harry Truman yang berasal dari Partai Demokrat telah bekerja sama dengan Dwight Eisenhower dalam Perang Dunia II dan terciptanya NATO, namun hubungan keduanya buruk.

Menurut Direktur Studi Presiden di Miller Center, University of Virginia, Barbara Perry, hubungan keduanya terpuruk sejak Truman mengundang Eisenhower ke Gedung Putih pada 1984.

Truman kala itu memiliki ide untuk menjadikan Eisenhower sebagai kandidat presiden dari Partai Demokrat. Namun sang jenderal ternyata lebih memilih bergabung bersama Partai Republik.

Menurut Engel, Eisenhower melihat tawaran Truman itu sebagai pertanda mengerikan.

Bentrokan politik pun memanas ketika Eisenhower menggerogoti kebijakan militer Truman. Eisenhower yang telah terpilih, namun belum dilantik saat itu memutuskan pergi ke Korea secara personal untuk menghentikan perang.

"Dia telah mengkhianati nyaris semuanya yang saya pikir dia pegang teguh," kata Truman.

Menurut Perry, sejak saat itu Truman pun menyerang Eisenhower secara pribadi dan profesional tanpa ampun. Ia menyebut Truman tak layak untuk menjadi presiden.

Eisenhower pun mengabaikan undangan makan siang pra-Natal di Gedung Putih. Dan pada hari pelantikan, ia menolak untuk menyambut Truman sebelum akhirnya mereka bersama-sama menuju arena pelantikan.

Jimmy Carter dan Ronald Reagan

4. Jimmy Carter dan Ronald Reagan

Presiden Jimmy Carter yang gagal memenangkan pilpres untuk masa jabatan kedua pada 1980 mengklaim penerusnya, Ronald Reagan tak mempedulikannya ketika keduanya bertemu di Gedung Putih.

Penasihat Partai Republik, Richard Darman dalam sebuah artikel yang dirilis The New York Times pada 2000 menjelaskan suasana pertemuan pertama Carter dan Reagan. Menurut Darman dalam kesempatan tersebut, Carter berusaha menjelaskan kepada Reagan bahwa rapat dengan CIA akan dimulai pukul 07.00 setiap hari.

Namun yang terjadi adalah Reagan memotong omongan Carter dan memberi respons, "Yah, mereka pasti harus menunggu lama untuk saya."

Menurut Engel, sebenarnya Carter telah menghabiskan sisa-sisa jabatannya bekerja tanpa lelah salah satunya untuk membebaskan warga AS yang disandera di Iran--akhirnya pembebasan mereka terjadi usai Reagan dilantik.

Bill Clinton dan George W Bush

5. Bill Clinton dan George W Bush

Presiden Bill Clinton mengundang George W Bush untuk minum kopi bersama sebelum hari pelantikan pada tahun 2001. Namun ia membuat presiden terpilih AS itu harus menunggunya selama 10 menit.

Ketegangan pun bertambah ketika Clinton turut mengundang Al Gore dalam kesempatan tersebut. Kala itu, Al Gore baru saja kalah dari Bush dalam pemilihan pendahuluan Partai Republik yang dramatis karena diwarnai penghitungan ulang suara di Florida.

Perry menambahkan, Clinton dan Bush juga memiliki 'ketegangan' lain mengingat suami dari Hillary Clinton itulah yang mengalahkan ayah Bush, George H.W Bush pada 1992.

"Ada banyak ketegangan mendasar antara keduanya merujuk pada pernyataan Bush bahwa ia akan mengembalikan kehormatan dan integritas ke Oval Office--ruang kerja presiden--mengingat skandal pelecehan seksual yang menerpa Clinton," jelas Engel.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya