Liputan6.com, Oswiecim - Ketika Jerman menginvasi Polandia dan Perang Dunia II dimulai, Biarawan Maximilian Kolbe merupakan salah satu dari beberapa orang yang tinggal di biara. Di sana ia merawat orang lain di rumah sakit sementara.
Saat kota yang ditempatinya direbut oleh Jerman, Kolbe ditahan pada 19 September 1939, namun dibebaskan pada 8 Desember.
Setelah dibebaskan, ia kembali ke biaranya di mana Kolbe dan rekan-rekan biarawannya memberikan perlindungan bagi para pengungsi dari Polandia, termasuk 2.000 orang Yahudi yang ia sembunyikan dari penangkapan Jerman.
Advertisement
Baca Juga
Kolbe bahkan mendapat izin untuk melanjutkan percetakan tentang hal keagamaan, meskipun jumlahnya berkurang dari apa yang pernah dicetak sebelumnya.
Meskipun karya agama tidak ia terbitkan semua, biara menjadi sebuah tempat penerbitan propaganda anti-Nazi. Pada 17 Februari 1941, tempat tersebut disita dan ditutup oleh pihak berwenang Jerman. Kolbe dan empat orang lainnya ditangkap oleh Gestapo sebelum dibawa ke Penjara Pawiak.
Pada 28 Mei, Kolbe dipindah ke Auschwitz. Di sana, ia tetap melanjutkan pekerjaannya sebagai seorang pastor, di mana hal tersebut membuat dirinya mendapat banyak kebencian dan pelecehan. Ia bahkan pernah dipukuli oleh para penjaga, hingga tahanan lain harus menyelundupkannya ke rumah sakit penjara.
Dilansir The Vintage News, Kolbe juga dikirim ke kamp kerja, di mana tugasnya termasuk membawa kayu berat yang akan digunakan untuk membangun krematorium.
Bertugas untuk mengawasi pekerja adalah seseorang bernama "Bloody Krott" yang dikhususkan untuk Kolbe, dan Krott memperlakukannya dengan buruk. Namun, para pekerja lainnya mengatakan bahwa Kolbe menerima hukumannya dengan tenang.
Terdapat catatan bahwa Krott membuat Kolbe membawa beban dengan sangat berat hingga ia pingsan. Ketika tak sadarkan diri, Krott memukulnya dan meninggalkannya tak berdaya di dalam lumpur.
Pada akhir 1941, tiga tahanan melarikan diri dari Auschwitz yang membuat SS-Hauptsturmfuher Karl Fritzsc geram. Ia kemudian memutuskan mengambil sepuluh tahanan yang ia hukum hingga mati kelaparan dan dijadikan peringatan bagi sisanya.
Seorang pria bernama Franciszek Gajowniczek merupakan salah seorang tahanan yang terpilih menjalani hukuman tersebut. Namun ia mulai menjerit dan berteriak tentang istri dan anak-anaknya. Gajowniczek pun mendorong Kolbe untuk menggantikannya. Biarawan itu bersedia.
Salah seorang saksi mata di tahanan melihat Kolbe memimpin doa para narapidana. Setiap kali penjaga melihat untuk memeriksanya, ia melihat Kolbe berdiri atau berlutut di tengah-tengah sel, dan menengok dengan tenang kepada siapa pun yang datang.
Setelah dua minggu Kolbe tetap bertahan dengan kondisi tersebut, para penjaga memutuskan untuk memberinya suntikan mati. Jasad biarawan itu dikremasi pada 15 Agustus.
Kolbe kemudian dianggap martir oleh gereja dan dinyatakan sebagai santo.