Liputan6.com, Aleppo - Rezim Assad menggempur Aleppo timur dengan serangan udara selama enam hari berturut-turut yang menewaskan setidaknya 289 jiwa. Menurut tim penyelamat, pemboman tersebut merupakan paling intens dalam konflik yang telah terjadi selama lima tahun.
"Ini merupakan serangan terbesar yang telah aku lihat selama lima tahun," ujar Ismail Abdallah dari Syrian Civil Defense atau dikenal sebagai White Helmets.
Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-moon, mengutuk serangan yang telah membunuh dan melukai sejumlah warga sipil termasuk anak-anak, serta membuat Aleppo timur tak memiliki satu pun rumah sakit yang berfungsi penuh.
Advertisement
Baca Juga
"Sekjen mengingatkan semua pihak berkonflik yang menargetkan warga dan infrastruktur sipil merupakan kejahatan perang," ujar sebuah pernyataan.
"Mereka yang bertanggung jawab untuk hal ini dan kekejaman lainnya di Suriah, siapa pun dan di mana pun mereka berada, suatu hari harus bertanggung jawab," imbuh dia.
Konflik yang telah terjadi di Suriah telah menghancurkan Aleppo, di mana di sisi barat dikuasai oleh pemerintah dan pemberontak di sebelah timur. Rezim Assad yang didukung dengan kekuatan udara Rusia, telah banyak menghancurkan wilayah Aleppo melalui serangan udara dalam beberapa bulan terakhir.
Dikutip dari CNN, Senin (21/11/2016), sebuah pengepungan yang dilakukan oleh pemerintah di Aleppo timur sejak Juli 2016, telah membuat wilayah tersebut terisolasi. Hari ini, penduduk di kota itu mengalami kekurangan makanan, obat-obatan, dan pasokan bahan bakar.
Sementara itu, jalanan penuh dengan puing-puing dan bangunan yang hancur. Suara bom dan berita tentang meninggalnya anak-anak telah menjadi hal biasa.
"Di dalam kota Aleppo adalah Holocaust," ujar seorang penduduk Aleppo yang menggambarkan dirinya sebagai seorang aktivis media independen.
PBB telah mendorong masuk ke Aleppo untuk memberikan bantuan. Pada Minggu 20 November 2016, mereka mengumumkan telah merancang rencana kemanusiaan secara rinci untuk memberikan bantuan dan evakuasi media dari Suriah.
Pihaknya telah mengatakan berbagai rencana dengan semua pihak yang berkonflik, serta negara-negara anggotanya.
"Sangat penting bagi semua pihak untuk menyetujui rencana tersebut dan memungkinkan kita mengamankan dengan segera, aman, dan tanpa hambatan akses untuk memberikan bantuan kepada mereka yang paling membutuhkan di Aleppo timur, namun juga sama di bagian lain di Suriah di mana terdapat orang-orang yang membutuhkan," ujar pernyataan bersama dari Syria Humanitarian Coordinator Ali Al-Za'tari, Regional Humanitarian Coordinator for the Syria Crisis, dan Kevin Kennedy.
Badan amal di bidang medis telah memperbarui seruannya kepada rezim untuk berhenti menargetkan fasilitas kesehatan. "Untuk pertama kalinya, Aleppo tak memiliki rumah sakit yang dapat bekerja dengan kapasitas penuh," ujar Direktur Syrian American Medical Society kantor Turki, Dr. Mazen Kewara.
Koordinator darurat Medecins Sans Frontières (MSF) atau dikenal sebagai Doctors Without Borders, Teresa Sancristoval mengatakan, pemboman rumah sakit pada 19 November menandai "hari kelam bagi Aleppo timur".
"Serangan telah menghancurkan rumah sakit, generator listrik, ruang gawat darurat dan bangsal, memaksa mereka untuk menghentikan semua kegiatan medis," ujar Sancristoval.
"Tak hanya MSF yang mengutuk penyerangan tak pandang bulu kepada warga atau infrastruktur sipil, termasuk rumah sakit, tapi juga hukum humaniter. Pesannya sederhana dan aku tak tahu bagaimana mengatakannya lebih keras: hentikan pemboman rumah sakit," kata dia.