Liputan6.com, Aleppo - Pemberontak dan warga di timur Aleppo, Suriah, terancam mengalami kelaparan karena musim dingin segera tiba. PBB memperingatkan, hal itu bisa dicegah dengan bantuan yang diperbolehkan masuk melewati barikade yang mengepung warga.
250.000 warga diperkirakan telah terperangkap di bawah pengepungan sejak Juli 2016, ketika Pasukan Bashar al-Assad berhasil memotong jalur pasukan pemberontak.
Warga juga sudah melaporkan adanya kekurangan ekstrem bahan bakar, obat-obatan, dan bahan makanan untuk anak-anak. Bantuan dari PBBÂ yang dibagikan pada 10 November lalu merupakan persediaan yang tersisa hingga minggu depan, kecuali bantuan untuk warga diperbolehkan untuk masuk.
Advertisement
"Laporan yang kami terima dari Aleppo timur adalah bantuan makanan terakhir sedang didistribusikan," ujar kepala usaha kemanusiaan PBB di Suriah, Jan Egeland.
Baca Juga
"Saya pikir tak ada orang yang ingin seperempat dari satu juta warga mengalami kelaparan," ujar Egeland. Ia menambahkan, cuaca dingin akibat masuknya musim dingin akan menjadi "pembunuh sebenarnya".
Menurut warga bernama Ahmad Aziz yang bekerja untuk lembaga amal Big Heart, persediaan susu untuk anak-anak telah habis sejak satu bulan lalu di apotek dan pasar, di mana susu sapi juga telah langka.
Sementara itu perkebunan di atap dan halaman rumah mulai bermunculan dan menawarkan sayuran seperti bayam, peterseli, dan lobak meskipun dijual dengan harga lima kali lebih tinggi.
Dikutip dari Independent, Jumat (11/11/2016), perkakas plastik murah seperti alat penyiram tanaman dapat dibeli dan dibakar untuk menghasilkan minyak mentah, yang digunakan sebagai bahan bakar pemanas dan penerangan rumah.
Salah seorang pria bahkan terlihat membongkar salah satu furniturnya untuk dijual sebagai bahan bakar karena terbatasnya pasokan. Saat ini, rokok juga menjadi incaran mereka dan sering digunakan sebagai mata uang.
"Satu pak rokok bernilai lebih dari emas akhir-akhir ini, dan harga naik setiap hari," ujar warga Ahmad Oweija.
Departemen Pertahanan Rusia juga mengumumkan akan memperpanjang penangguhan serangan udara yang dilakukan sejak 18 Oktober lalu. Keputusan itu dilakukan setelah pasukan Assad melancarkan serangan ganas selama satu bulan untuk memukul mundur pemberontak guna menyerahkan bagian kota yang mereka ambil alih sejak 2012.
Serangan tersebut memicu kecaman internasional yang diduga menargetkan infrastruktur milik warga dan menewaskan lebih dari 500 orang.
Seruan Egeland untuk meminta Rusia memperpanjang gencatan senjata dan menekan pemerintah Suriah guna mengizinkan bantuan PBB masuk ke lingkungan yang dikuasai pemberontak, tak dihiraukan oleh juru bicara Kementerian Pertahanan Rusia.
"Itu adalah hal kontraproduktif dan melawan akal sehat (untuk memperpanjang gencatan senjata)...hal itu tidak memberikan bantuan nyata bagi kedamaian warga, tapi membuat teroris dapat mengembalikan kemampuan mereka," ujar Igor Konashenkov. Ia menambahkan bahwa Rusia telah memberikan lebih dari 100.000 ton bantuan ke Aleppo dalam beberapa bulan terakhir.
PBB menegaskan tentang rencana daruratnya untuk segera menyalurkan makanan dan obat-obatan, serta mengevakuasi warga yang sakit dan terluka untuk menghindari penderitaan lebih lanjut.
Meskipun telah mengalami empat bulan kebuntuan dalam pendistribusian persediaan, namun Egeland mengatakan bahwa akses itu akan segera diberikan. "Konsekuensi dari tidak adanya bantuan dan persediaan akan menjadi bencana...," ujar dia.