Liputan6.com, Mosul - Setidaknya hampir setengah juta orang terjebak dalam konflik yang tak kunjung berakhir di Kota Mosul, Irak. Selain fasilitas kesehatan yang minim, wargaĀ juga tidak memiliki akses untuk mendapatkan air bersih.
Salah satu dari tiga saluran air rusak akibat serangan prajurit Irak yang tengah melawan ISIS di bagian timur Mosul.
Baca Juga
Menurut laporan UNICEF yang dikutip dari CNN, Kamis (1/12/2016), saluran air yang rusak itu berada di dalam wilayah kekuasaan militan ISIS, mengakibatkan pihak pemerintah kesulitan untuk memperbaikinya.
Advertisement
Sejak Oktober lalu, pasukan koalisi yang dipimpin oleh Irak mulai menyerang ISIS yang telah menduduki Mosul sejak dua tahun yang lalu.
Laporan menyebutkan bahwa Mosul menjadi kota terbesar terakhir yang masih menjadi benteng ISIS di Irak.
Pejabat dan saksi mata membenarkan adanya kerusakan saluran air. Namun agenda ISIS yang lebih kejam menambah kerumitan masalah tersebut.
Menurut keterangan dari Zuhair Hazem al-Jabouri, pejabat Dewan Kota Mosul yang bertanggung jawab mengawasi layanan air dan energi kota, kelompok teror itu dengan sengaja memutuskan pasokan air ke wilayah tetangga yang berada di dekat garis depan.
"ISIS memotong aliran listrik ke tempat pemasokan air yang mengaliri beberapa wilayah yang menjadi target pembebasan pasukan Irak," kata Jabouri.
"Mereka 'merampas' air minum warga yang berada di barat Mosul. ISIS memaksa penduduk untuk mundur bersama mereka, menjadikan mereka perisai manusia," ucap pejabat Dewan Kota Mosul itu.
Sementara itu, PBB belum dapat mengklarifikasi laporan tersebut. Akan tetapi, mereka mengatakan kekejaman ISIS telah mengakibatkan lebih dari satu juta warga sipil di Mosul menderita.
"Ada pola yang jelas yang bisa kita lihat dari kota-kota yang diduduki ISIS: mereka menggunakan air dan makanan uttuk memakasa penduduk melakukan apa yang mereka inginkan," kata Lisa Grande, Koordinator HAM PBB untuk di Irak.
"Pasukan Irak melakukan apa pun untuk melindungi warga sipil. Namun di sisi lain, ISIS melakukan apa pun untuk melukai mereka," lanjut Lina.
"Kami mendapatkan laporan bahwa ISIS membuka dan menutup akses air sesuka hati mereka," kata Sah al-Numan, seorang juru bicara pasukan anti-teror Irak.
Terkepung di Belakang Garis Musuh
Sebelumnya, pada pekan lalu Hashd al-Shabi atau yang dikenal dengan nama lain Popular Mobilization Unit (PMU), mengumumkan bahwa pasukan Irak telah mengepung Mosul sepenuhnya.
Pergerakan tersebut "mencekik" ISIS dengan memutuskan semua pasokan untuk kelompok militan tersebut.
Namun hal tersebut juga menimbulkan dampak bagi warga yang masih terjebak di belakang garis musuh. Ini mengakibatkan mereka bergantung pada belas kasih ISIS untuk memenuhi kebutuhan dasar.
"Ratusan ribu warga sipil hidup dalam situasi tragis karena kekurangan akses air bersih, makanan, listrik, dan layanan kesehatan," kata Izzedin Aldola, anggota palemen Irak.
"Aku mengimbau semua organisasi internasional untuk berusaha lebih keras lagi untuk mengakhiri tragedi di Mosul. Kami membutuhkan lebih banyak bantuan dan dukungan," ucap Aldola.
Lebih dari 1.200 warga, termasuk anak-anak berusia 2 bulan, menjalani perawatan cedera yang berhubungan dengan trauma akibat pecahan peluru dan tembakan serta suara mortir.
Suara Mosul
Selama lebih kurang 10 hari warga Mosul hidup tanpa air minum bersih. Beberapa komunitas dulunya pernah membangun sumur darurat, ketika ISIS pertama kali menguasai kota pada 2014.
Kini sumur darurat ini kembali dibuka. Namun menurut laporan dari seorang ayah dengan nama samaran Abu Ahmed, mengatakan proses untuk mengeluarkan air dari sumur tersebut tidak mudah.
Untuk membuat sumur itu bekerja dengan baik, warga membutuhkan bahan bakar dan pembangkit listrik kecil yang merupakan barang langka dan mahal, untuk menarik air melalui vakum.
Sementara itu, setiap keluarga harus antre selama berhari-hari untuk mendapatkan giliran mengambil air yang tidak bersih tersebut.
"Anak-anakku tidak mengerti bahwa kami kesulitan mendapatkan air dan makanan," kata Abu Ahmed.
Sementara itu saudara perempuan Abu Ahmed mengatakan bahwa dia tidak pernah menyangka akan menggunakan sumur darurat tersebut dalam jangka waktu yang lama.
Om Nayem terjebak dalam pertarungan tersebut selama berminggu-minggu.
"Kami pikir kami akan menjadi yang pertama dibebaskan, tapi nyatanya sekarang masih menunggu. Kami sangat depresi," kata Om Nayem.
Ibu lima anak itu mengatakan dia tak pernah keluar dari rumahnya hampir dua bulan. Dia juga tak terlalu mengizinkan anak-anaknya untuk bermain di luar rumah.
"Anakku yang berusia 16 tahun selalu bertanya kapan kami akan bebas. Di malam hari dia kesulitan tidur," ujar perempuan itu.
Sementara itu, menurut pengakuan seorang warga lainnya, Abu Ibrahim, jika pasukan Irak tidak membebaskan mereka sekarang, ISIS kan memaksa mereka untuk ikut ke benteng lainnya yang berada di bagian barat kota.
"Aku tidak ingin melihat anak-anakku sekarat di depanku. Aku tidak punya pilihan lain selain mengajak keluargaku bergerak ke barat, jika situasinya tetap seperti ini," kata Abu Ibrahim.
Advertisement