Liputan6.com, Washington, D.C - Sebuah video Donald Trump tengah mengomentari bangunan suci umat Muslim, Kakbah mendadak viral di media sosial. Dalam klip berdurasi 21 detik itu, terlihat  presiden AS itu seperti mengagumi kumpulan jemaah di sekitar Masjid Nabawi, Mekah.
Namun belakangan dikabarkan bahwa rekaman itu hoax alias palsu.
Baca Juga
Menurut Arab News yang dikutip Selasa (28/2/2017), sebenarnya gambar asli yang tengah dikomentari oleh Trump adalah kerumunan orang di pelantikannya pada 20 Januari 2017 di Capitol Hill.
Advertisement
Pada rekaman singkat itu, Trump tengah menunjuk ke arah kerumunan besar pendukung yang menghadiri inagurasinya yang diabadikan dalam foto.
Namun dalam video palsu yang beredar, gambar yang terlihat adalah bangunan suci umat Muslim di Mekah.
Dalam video tersebut, Trump memuji orang-orang yang datang ke acara pelantikannya.Â
"Ketika kau menyaksikan lautan manusia -- aku menyebutnya lautan cinta -- ini adalah sebuah hal yang istimewa," kata dia.Â
"Orang-orang itu datang dari seluruh penjuru negeri, bahkan mungkin dunia."
Melalui pernyataan itu, Trump tengah menyampaikan bagaimana rakyat mendukung dirinya.
Berikut ini potongan gambar tersebut:
Donald Trump dikenal kerap menyerang media. Pada pertemuan aktivis konservatif Jumat 24 Februari lalu, ia bahkan mengkritik outlet berita yang disebutnya memberikan berita palsu. Suami Melania Trump itu menyebut media adalah "musuh" dari rakyat Amerika.
Sikap tersebut kemungkinan yang membuatnya menjadi sasaran berita palsu terkait gambar Kakbah tersebut.
Â
Akhir pekan lalu, Gedung Putih juga melarang sejumlah media berita besar Amerika Serikat -- termasuk CNN, New York Times, Politico dan Los Angeles Times -- menghadiri jumpa pers tertutup yang diadakan oleh juru bicara Sean Spicer. Hal itu memicu kontroversi dan ketegangan hubungan antara pemerintahan Donald Trump dan media.
Â
Keputusan itu memicu protes keras dari media. Pelarangan masuk bagi jurnalis ini baru kali pertama dilakukan Gedung Putih. Hal itu menjadi penanda buruk bagi kebebasan pers.
Sejumlah jurnalis senior di Gedung Putih tak menduga bahwa pelarangan tersebut akan terjadi di era modern, pada pemerintahan Presiden Donald Trump.Â