Liputan6.com, Beijing - China berniat meningkatkan anggaran militer sebesar 7 persen tahun ini. Kabar itu terkuak hanya beberapa hari setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump menjanjikan peningkatan belanja di bidang pertahanan.
Pengumuman tersebut dijadwalkan akan dilakukan pada Kongres Rakyat Nasional (NPC) di Beijing akhir pekan ini.
China selama ini telah memodernisasi angkatan bersenjatanya, seiring kemajuan ekonomi yang diraih Negeri Tirai Bambu.
Advertisement
Anggaran pertahanan yang diumumkan China lebih kecil daripada Amerika Serikat. Namun, sejumlah pengamat menduga, angka yang sebenarnya bisa jadi jauh lebih tinggi.
Pengumuman tersebut menandai tahun kedua berturut-turut, peningkatan anggaran pertahanan China berada di bawah 10 persen -- dibanding dua dekade sebelumnya yang ada pada angka itu atau bahkan lebih tinggi.
Itu berarti, total belanja pertahanan mencapai 1,3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Tiongkok atau -- menurut juru bicara pemerintahan Fu Ying -- ada pada level yang sama dalam beberapa tahun terakhir.
"China mengedepankan dialog untuk resolusi damai, namun pada saat bersamaan, kami perlu memiliki kemampuan untuk mempertahankan kedaulatan dan kepentingan," kata dia seperti dikutip dari BBC, Sabtu (4/3/2017).
Berapa persisnya anggaran militer yang akan dikeluarkan akan diumumkan Perdana Menteri China Li Keqiang dalam ajang NPC pada Minggu 5 Maret 2017.
Awal pekan ini, Presiden AS Donald Trump mengatakan, ia berusaha untuk meningkatkan biaya pertahanan sebesar 10 persen dalam anggaran yang diusulkan untuk tahun 2018.
Pembangunan militer China -- dan proyeksi kekuatan lautnya -- telah menyebabkan kekhawatiran di kawasan, di mana Tiongkok belakangan mengambil sikap yang semakin tegas dalam sengketa teritorial.
Beijing telah membangun pulau buatan di terumbu karang di perairan Laut Cina Selatan, yang juga diklaim oleh negara lain.
Sebuah lembaga think-tank menyebut, gambar yang dirilis akhir tahun lalu menunjukkan, Beijing membangun sejumlah fasilitas pertahanan militer di sejumlah pulau tersebut.
Di sisi lain, China membela diri. Tiongkok mengatakan, tak ada niat untuk memiliterisasi pulau-pulau tersebut. Namun, mereka mengakui telah membangun sejumlah fasilitas militer yang diperlukan untuk tujuan pertahanan.
Sebelumnya, terjadi sejumlah insiden sporadis antara kapal AS dan China di Laut China Selatan.
Akhir tahun lalu, sebuah kapal China merampas drone bawah air milik Angkatan Laut Amerika Serikat di lepas pantai Filipina, namun kemudian setuju untuk mengembalikannya.
Kapal-kapal China juga terlibat dalam bentrokan dan perselisihan dengan bantera milik Vietnam dan Filipina.
Sementara itu, Jepang juga menaikkan anggaran pertahanan, yang memecahkan rekor, pada Desember 2016.
Peningkatan tersebut dirasa perlu, untuk menghadapi sengketa wilayah dengan Tiongkok di Laut China Timur, serta ancaman rudal dan senjata nuklir Korea Utara.
3 Kali APBN Indonesia
Sebelumnya Presiden AS Donald Trump mengumumkan bakal menambah anggaran pertahanan sebanyak US$ 54 miliar menjadi US$ 603 miliar per tahun atau sekitar Rp 7.800 triliun -- hampir tiga kali lipat lebih besar ketimbang APBN Indonesia tahun 2017.
Kenaikan anggaran tersebut akan diwujudkan dengan memangkas anggaran sosial.
"Akan ada pengurangan besar dalam bantuan luar negeri AS," kata seorang pejabat Gedung Putih seperti dikutip dari Deutsche Welle.
"Kami akan meningkatkan keamanan dan mengurangi program yang berprioritas rendah."
Trump belum mau membeberkan rencana rinci seputar belanja militer yang disiapkan menyusul kenaikan anggaran tersebut. Namun dalam sebuah pernyataan pers, Gedung Putih antara lain mengisyaratkan bakal memperkuat kemampuan siber AS.
"Kami akan memprioritaskan penambahan kemampuan pertahanan dan daya gempur siber Amerika Serikat," begitu bunyi pernyataan berjudul "Make Our Military Strong Again" yang dirilis di laman online Gedung Putih.
"Kami juga akan mengembangkan sistem pertahanan peluru kendali berteknologi termutakhir untuk melindungi AS dari serangan rudal dari Iran dan Korea Utara."
Sementara dalam pernyataan pers ihwal politik luar negeri yang diberi judul "America First Foreign Policy," Gedung Putih menulis bahwa ISIS adalah prioritas terbesar pertahanan AS.
"Untuk mengalahkan kelompok ini, kami akan menjalin koalisi militer yang agresif..., dan memotong aliran dana untuk teroris."
Untuk itu Trump berencana menambah kekuatan udara dan laut. "Angkatan Laut telah menyusut dari 500 kapal di tahun 1991, menjadi 275 di 2016. Angkatan Udara kini sepertiga lebih kecil ketimbang 1991. Presiden Trump berkomitmen mengubah tren ini.
Menurut laporan stasiun televisi CNBC, pemerintahan Trump berniat menambah jumlah pasukan aktif dari 475.000 menjadi 540.000 personel.
Selain itu jumlah armada laut AS juga akan bertambah menjadi 350 kapal perang. Seorang pejabat Gedung Putih juga mengindikasikan akan menambah armada tempur udara menjadi setidaknya 1.200 pesawat tempur.
Advertisement