Liputan6.com, Kuala Lumpur - Malaysia tidak memiliki rencana untuk memutuskan hubungan diplomatik dengan Korea Utara (Korut) meski ketegangan antar kedua negara terus meningkat pasca-kematian Kim Jong-nam, kakak tiri pemimpin Korut, Kim Jong-un. Hal tersebut ditegaskan oleh Perdana Menteri Najib Razak.
Negeri Jiran sudah mengusir Dubes Korut Kang-chol  setelah ia menolak untuk minta maaf atas tuduhannya bahwa Malaysia berkomplot dengan kekuatan asing dalam kasus kematian Kim Jong-nam.
Sebagai balasan, Korut melarang warga Malaysia keluar dari wilayahnya. Langkah tersebut memicu Kuala Lumpur dengan menerapkan larangan serupa.
Advertisement
"Kami adalah negara yang bersahabat dengan mereka," kata Najib seperti dikutip Channel News Asia, Rabu, (8/3/2017).
Selain itu, Najib juga menjamin keamanan 11 warga Malaysia yang "disandera" di Korut. Ia menjelaskan, pihaknya tengah berupaya untuk melakukan pertukaran dengan Pyongyang demi menghapus larangan bepergian bagi warga negara satu sama lain.
"Kami tidak memilih untuk bertengkar dengan mereka tapi ketika kejahatan dilakukan, terutama dengan menggunakan senjata kimia di Malaysia, maka kami berkepentingan melindungi kepentingan Malaysia," tegas PM Najib.
Sejauh ini, Malaysia meyakini bahwa pria berpaspor Korut yang tewas di Bandara Internasional Kuala Lumpur pada 13 Februari 2017 adalah Kim Jong-nam meski di dokumen perjalanan namanya tertulis sebagai Kim Chol.
Kuala Lumpur sudah melakukan autopsi dan menyimpulkan bahwa putra Kim Jong-Il itu tewas dengan cara diracun menggunakan VX nerve agent yang oleh PBB dikategorikan sebagai senjata pemusnah massal. Dua perempuan asal Vietnam dan Indonesia yang diyakini sebagai penyeka racun ke wajah korban telah ditahan dan tengah menjalani proses persidangan.
Sementara itu, sejumlah warga Korut yang diyakini mendalangi kematian Kim Jong-Nam masih melenggang bebas. Empat di antaranya diduga kuat berhasil kembali ke Pyongyang, sementara itu dua warga Korut lainnya diyakini bersembunyi di Kedubes Korut di Kuala Lumpur.
Menyusul ketegangan diplomatik antara Pyongyang-Kuala Lumpur, PBB bereaksi. Organisasi multilateral itu mendesak kedua negara untuk menyelesaikan perseteruan mereka melalui upaya diplomasi.