Liputan6.com, South Tarawa - Bagi Kiribati, perubahan iklim adalah ancaman nyata, bagi kehidupan rakyatnya, juga eksistensinya sebagai sebuah negara.
Kiribati yang terletak di Samudera Pasifik itu tak hanya jadi yang mula-mula menyaksikan matahari terbit kala pergantian tahun, tapi juga diprediksi sebagai negara pertama yang tenggelam akibat naiknya permukaan air laut yang dipicu perubahan iklim. Terancam menjadi 'Atlantis' yang kedua.
Agar mimpi buruk itu tak jadi nyata, Kiribati menggandeng sejumlah pihak untuk melawan perubahan iklim. Salah satunya, Indonesia.
Advertisement
"Kiribati mengalami masalah besar akibat naiknya permukaan air laut. Kami paham Indonesia sebagai negara kepulauan menghadapi masalah serupa. Oleh sebab itu kami meminta bantuan Indonesia dan ingin bertukar pengalaman dengan Indonesia," kata Presiden Kiribati Taneti Maamau, seperti dikutip dari portal Kemlu.go.id.
Presiden Maamau juga menyampaikan pujian kepada RI atas upaya menanggulangi masalah perubahan iklim global. Ia menyambut gembira dan membalas salam hangat dari Presiden Joko Widodo.
Selain itu, pria yang juga menjabat sebagai Menteri Luar Negeri ini, menyampaikan terima kasih besar kepada Pemerintah. Hal ini terkait bantuan pembangunan kapasitas yang diberikan Indonesia pada negaranya.
Baca Juga
"Bantuan Indonesia berupa beasiswa, pelatihan maupun kursus singkat sangat kami hargai. Masyarakat Kiribati merasakan manfaatnya, dan berharap penawaran dapat terus berlanjut di masa mendatang," jelas dia.
Kiribati terletak di sub-kawasan Pasifik (Mikronesia) dan merupakan negara kepulauan dengan wilayah yang sangat luas (+3,5 juta km2 ). Namun luas daratannya sangat kecil dan tersebar dalam 3 gugusan kepulauan yang masing-masing berjauhan letaknya.
Luas daratan yang terdiri dari 34 atol dan karang, bila digabungkan hanya seluas 811 km persegi.
Wilayah daratan Kiribati saat ini terancam oleh meningkatnya permukaan air laut akibat perubahan iklim yang parah. Dikhawatirkan pada tahun 2030, sebagian besar wilayah daratannya akan tenggelam.
Saat ini kenaikan permukaan air laut sudah mencapai 20 mm/tahun dan seringkali saat terjadinya gelombang besar (King Tide) mencemari sumber air tawar penduduk dan mematikan tumbuhan di sekitarnya.
Untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya climate change refugees di kemudian hari, Kiribati telah membeli sebidang tanah di sebuah pulau di Fiji.
Hubungan diplomatik antara RI dan Kiribati dibuka pada tahun 2013. Meskipun jarak antara kedua negara sangat jauh namun di Kiribati terdapat beberapa pengusaha lokal yang mengimpor komoditi makanan dan minuman dari Indonesia.
Saat ini pemerintah Kiribati juga sedang menunggu pesanan satu Landing Craft senilai US$1,7 juta dari sebuah perusahaan swasta di Indonesia.
Menurut rencana Kiribati akan memesan kapal lagi dari Indonesia. Sementara itu di bidang kerja sama teknik dan sosial budaya, tercatat sudah 18 orang WN Kiribati yang memperoleh beasiswa, pelatihan dan kursus singkat di Indonesia.