Liputan6.com, Washington, D. C. - Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengatakan, ia bersedia bertemu pemimpin Korea Utara Kim Jong-un, dengan catatan pertemuan berlangsung dalam "situasi yang tepat". Ini akan dilakukannya demi meredakan ketegangan yang dipicu program nuklir Korut.
"Jika situasinya layak bagi saya untuk bertemu dengan dia, saya bersedia dan merasa sangat terhormat untuk bertemu dengannya. Terlebih, jika pertemuan itu dilaksanakan dalam kondisi yang layak, saya akan bersedia," kata Donald Trump kepada Bloomberg News seperti yang dikutip CNN, Selasa (2/5/2017).
Baca Juga
Gagasan pertemuan Trump dengan Kim Jong-un sangat kontroversial. Karena, sebelumnya Presiden AS tak pernah bertemu dengan putra Kim Jong-il itu.
Advertisement
"Kebanyakan politikus tidak akan pernah mengatakan hal itu. Tapi, jika situasinya memungkinkan, saya ingin bertemu dengannya," tegas sang presiden.
Sekretaris Pers Gedung Putih Sean Spicer menjelaskan pada Senin 1 Mei 2017 rencana pertemuan hanya dapat dilakukan apabila Korut memiliki iktikad baik untuk menghentikan program pengembangan rudal jarak jauh dan hulu ledak nuklirnya.
"Kita harus melihat mereka meredakan sikap provokatifnya terlebih dulu. Dan jelas, kondisi saat ini tidak mencerminkan hal tersebut," kata Spicer.
Spicer juga menjelaskan pernyataan Presiden Trump yang menyebut bahwa Kim Jong-un merupakan "pria pintar".
"Ia menjabat di usia muda. Banyak potensi ancaman yang menghampiri dirinya. Ia mampu melewati proses untuk memajukan negaranya, meski banyak aspek yang mengkhawatirkan. Ia seorang pemimpin muda untuk negara yang memiliki senjata nuklir," jelas Spicer.
Menteri Luar Negeri Rex Tillerson dan Wakil Presiden AS Mike Pence turut mengonfirmasi adanya keinginan Washington untuk membuka pembicaraan dengan Pyongyang.
Pada masa kampanye, Presiden ke-45 AS itu juga sempat menyebut keinginannya untuk bertemu Kim Jong-un.
"Ada kemungkinan 10-20 persen saya bisa mengajaknya bicara untuk menghentikan pembuatan rudal nuklir," kata pemilik Trump Organization itu dengan jumawa saat kampanye Pilpres AS 2016.
Meski pada saat itu komentarnya menuai kritik, kini sejumlah pengamat membuka diri atas opsi pembicaraan dengan Korut.
Rencana Trump yang berkeinginan bertemu dengan Kim Jong-un muncul bersamaan dengan tensi tinggi di Semenanjung Korea.
Pada penghujung April 2017, Korut dilaporkan telah kembali melakukan tes rudal jarak jauh dan latihan artileri berskala besar. Sementara itu, AS merespons tindakan Pyongyang dengan mengirim sejumlah kapal perang ke kawasan dekat Semenanjung Korea.
Direktur Central Intelligence Agency (CIA) Mike Pompeo dijadwalkan tiba di Seoul, Korea Selatan dalam minggu ini. Tujuan kunjungannya untuk melaksanakan pertemuan internal dengan US Forces Korea dan atase Kedutaan AS.
Pada minggu yang sama, Negeri Ginseng juga akan melaksanakan pemilihan presiden. Para kandidat menjanjikan akan membangun hubungan baru antara Seoul dengan Pyongyang.
Isu senjata nuklir di Korea Utara dengan cepat menjadi prioritas bagi pemerintahan Trump. Langkah diplomasi sejauh ini masih diupayakan oleh AS meski di lain sisi mereka tetap membuka opsi militer.
Kepala Staf Gedung Putih Reince Priebus menjelaskan, skenario pertemuan Trump dengan Kim Jong-un merupakan hal luar biasa meski kemungkinannya sangat kecil.
"Kecuali jika Pyongyang bersedia melucuti persenjataannya, baik misil jarak jauh atau hulu ledak nuklir," ucap Priebus kepada CBS This Morning seperti yang dilansir CNN.