Liputan6.com, Mosul - Warga sipil mengalami gempuran terdahsyat menyusul serangan militer Irak dalam menumpas kelompok militan ISIS di Mosul memasuki tahap terakhir.
Menurut koordinator bantuan kemanusiaan PBB di Irak, Lise Grande, warga berada dalam bahaya besar karena ISIS mulai menargetkan serangan langsung ke warga. Dikutip dari BBC, Minggu (28/5/2017), banyak orang di Mosul juga diduga harus menghadapi kekurangan air dan listrik.
Baca Juga
Sementara itu pasukan Irak mengatakan, mereka berhasil membuat kemajuan berarti dalam serangan terbarunya  melawan ISIS di Mosul pada 27 Mei.
Advertisement
Ratusan ribu warga sipil telah melarikan diri dari Mosul sejak serangan militer Irak untuk mengambil alih kota tua itu dari ISIS dimulai pada Oktober tahun lalu.
Grande mengatakan, serangan yang akan diluncurkan pasukan Irak akan menempatkan warga sipil di kondisi paling buruk sejak pertempuran itu berlangsung.
"Warga sipil akan berada dalam risiko paling besar dalam keseluruhan pertempuran," ujar Grande.
"Kami tahu bahwa ISIS akan menargetkan warga secara langsung saat mereka berusaha melarikan diri, kami tahu bahwa akan ada kekurangan makanan dan obat-obatan, kami tahu terdapat keterbatasan air dan listrik," jelas Grande.
"Seluruh bukti menunjukkan fakta bahwa warga yang terperangkap di lingkungan dan distrik ini dalam bahaya besar," imbuh dia.
Pemerintah telah mengumumkan keberhasilan perebutan kembali Mosul timur pada Januari 2017. Namun pertempuran terus dilanjutkan untuk mendapatkan kontrol sepenuhnya atas kota bersejarah itu dengan mengambil alih bagian barat Mosul.
PBB mengatakan pertempuran itu telah menyebabkan lebih dari 8.000 warga sipil tewas atau terluka. Meski militer Irak tak merilis jumlah korban, namun Jenderal Jospeh Votel mengatakan kepada Kongres AS bahwa pada akhir Maret setidaknya 774 personel keamanan Irak tewas dan 4.600 lainnya terluka.
Menurut pejabat Irak, lebih dari 580.000 warga sipil telah mengungsi akibat pertempuran tersebut, di mana 419.000 orang berasa dari Mosul barat.