Liputan6.com, Jakarta - Seks dan spionase menjadi kombinasi maut untuk menggali informasi penting yang bisa dipakai memeras atau menjatuhkan pihak lawan.
Perangkap seks atau 'honey traps' pun menjadi taktik mata-mata favorit. Perempuan seksi dipasang jadi umpan.
Advertisement
Baca Juga
Seperti dikutip dari Slate, Kamis (22/6/2017), strategi yang juga disebut 'honey pots' tersebut mula-mula dikisahkan dalam 'Samson dan Delilah'.
Advertisement
Dengan kemolekannya, Delilah menggali informasi dan kemudian mengungkapkan kelemahan Samson -- pada bagian rambutnya -- kepada orang Filistin dengan imbalan 1.100 keping perak.
Cara tersebut terus digunakan pada Abad ke-20, di tengah Perang Dingin, bahkan hingga masa kini.
Pada 2010, Biro Investigasi Federal (FBI) Amerika Serikat menangkap sejumlah mata-mata Rusia, salah satunya adalah seorang perempuan cantik berambut merah bernama Anna Chapman.
Atau pada 2012, saat sebuah skandal memalukan mengguncang Secret Service.
Di tengah berlangsungnya Konferensi Tingkat Tinggi negara-negara Benua Amerika di Cartagena Kolombia, Secret Service yang bertugas melindungi Presiden Barack Obama, terlibat sengketa pembayaran dengan sejumlah pekerja seks komersial.
Sejumlah anggota parlemen AS yakin, mereka bukan PSK biasa. "Dalam sejarah, para perempuan -- khususnya PSK -- digunakan untuk menyusup atau mendapatkan informasi," kata politisi Republik, Peter King seperti dikutip dari CNN.
Namun, faktanya, perempuan tak selalu jadi umpan. Selama Perang Dingin, kepala dinas intelijen Jerman Timur, Markus Wolf mengirimkan seorang pria ganteng ke Jerman Barat -- untuk menggoda para wanita kelas atas dan menggali informasi dari mereka.
Seperti dikutip sebagian dari situs Top Tenz, berikut 6 jebakan seks paling mengguncang dalam dunia mata-mata:
1. Terjebak Intel Seksi
Pada 1985, Amerika Serikat dan Uni Soviet terlibat perang Dingin. Intelijen Moskow, KGB terus mencoba untuk mendapatkan informasi rahasia yang paling menguntungkan pihak mereka.
Untuk itu, tidak ada cara yang lebih baik selain 'menembus' Kedutaan Besar AS di Moskow.
Kala itu, target mereka adalah Clayton Lonetree, seorang anggota Marine Security Guard yang tugas utamanya adalah mengamankan pertemuan puncak Presiden Ronald Reagan dengan Mikhail Gorbachev.
Para perwira sebenarnya sudah diperingatkan untuk tidak terlalu akrab dengan para perempuan Rusia yang dikenal molek. Namun, Lonetree terlanjur jatuh cinta pada Violetta Seina -- gadis Soviet yang bekerja sebagai penerjemah paruh waktu.
Yang tak ia ketahui, Violetta adalah mata-mata KGB yang mengandalkan pesona seksualnya.
Perempuan itu mempertemukan Clayton Lonetree dengan agen KGB Aleksey Yefimov atau 'Uncle Sasha' yang mau membayar semua informasi soal AS yang diberikan sang marinir.
Pria AS yang gelap mata karena cinta itu pun kemudian membocorkan sejumlah data rahasia, seperti denah Kedubes AS di Moskow.
Bahkan, setelah ia dipindahkan ke Kedubes AS di Wina, Lonetree tak menghentikan aksinya.
Sebagai Marinir pertama yang dinyatakan bersalah melakukan spionase terhadap Amerika Serikat, Clayton Lonetree dijatuhi hukuman 30 tahun penjara.
Meski banyak yang menuntut agar ia dihukum mati, Lonetree bebas setelah menjalani masa pidana 9 tahun.
Saat menjalani persidangan atas tuduhan pengkhianatan, Lonetree mengaku menyesal. "Kupikir ia mencintaiku," kata dia soal sang kekasih palsunya.
Advertisement
2. Ratu Intel Mata Hari
Mata Hari terlahir sebagai Margaretha Geertruida 'Grietje' Zelle pada 7 Agustus 1876 dari pasangan pengusaha minyak Belanda yang sukses.
Margaretha alias Mata Hari tumbuh sebagai remaja bertubuh tinggi, payudaranya kecil. Namun, tubuhnya eksotis membuatnya punya daya tarik.
Rambutnya hitam dan kulitnya coklat -- itu diduga pengaruh darah Jawa yang mengalir di tubuhnya.
Kebangkrutan bisnis ayahnya pada 1889, mengubah kehidupannya secara drastis -- orangtuanya bercerai, ibunya meninggal, dan dia dikeluarkan dari sekolah calon guru taman kanak-kanak karena skandal dengan kepala sekolahnya.
Hidup morat-marit, saat usia 18 tahun, Margaretha menikahi seorang pegawai militer Belanda, Rudolf John MacLeod, yang 20 tahun lebih tua.
Pernikahan itu menuntut takdirnya ke Jawa -- negeri leluhurnya. Dia tinggal di Ambarawa, Jawa Tengah. Dia juga pernah tinggal di Sumatera.
Di Jawa, dia menemukan dunianya -- belajar tarian Jawa dan tak seperti nyonya-nyonya Belanda lainnya, dia gemar memakai sarung.
Ketika berkorespondensi dengan kawan dan kerabat, dia memakai nama alias, Mata Hari, yang berarti Sang Surya, Matahari. Kelak nama itulah yang membuatnya populer dan dikenal dunia.
Malang, kehidupannya di tanah jajahan jauh dari membahagiakan. Anak lelakinya tewas, dia bercerai dengan suaminya yang gemar mabuk dan main perempuan -- sekaligus terlalu cemburu dengan pesona yang dimiliki istrinya itu.
Margaretha pun pindah ke Paris, Prancis. Dari sana, takdir Mata Hari menjadi mata-mata dimulai.
Setelah jadi pemain sirkus, Margaretha banting setir jadi penari erotis. Di panggung dia memakai nama Mata Hari.
Dengan daya tarik sensualnya, Mata Hari menjelma jadi sosok yang dikenal.
Tariannya yang eksotis juga erotis membuatnya punya penggemar setia di seluruh Eropa, Moskow, Berlin, juga Madrid -- sebagian besar karena keberanian Mata Hari untuk menari telanjang.
Dia juga punya hubungan intim dengan pejabat militer, politisi, dan orang-orang berpengaruh, bahkan jadi 'simpanan' putra mahkota Jerman saat itu -- koneksinya ini memungkinkan dia bepergian melintasi batas-batas negara.
Saat jadi penari telanjang di Berlin, Mata Hari dikabarkan direkrut agen rahasia Jerman. Beberapa penulis biografi, misalnya, Erika Ostrovsky yakin bahwa Mata Hari pernah menjalani pelatihan di sekolah mata-mata Jerman di Antwerp, Belgia. Oleh Jerman, dia disebut dengan kode 'H21'.
Selain jadi mata-mata Jerman, Mata Hari juga direkrut menjadi mata-mata Prancis -- yang dia lakukan demi uang agar bisa hidup bersama kekasihnya yang asal Rusia, Vladmir Masloff.
Masalah datang pada bulan Januari 1917, saat atase militer Jerman di Madrid mengirim pesan radio ke Berlin menggambarkan kegiatan mata-mata Jerman dengan kode nama H 21.
Pesan itu disadap agen mata-mata Perancis. Dari informasi-informasi itu, diduga kuat H 21 adalah Mata Hari.
Pada 13 Februari 1917, Mata Hari dicokok aparat Prancis. Tuduhannya, agen ganda.
"Saya tidak bersalah," kata Mata Hari saat diinterogasi, tegas. "Seseorang sedang mempermainkan saya - kontra spionase Prancis. Saya sedang dalam tugas mata-mata dan saya bertindak hanya dalam perintah itu," kata dia, seperti dimuat laman www.mata-hari.com.
Pembelaannya mentah. Intel erotis itu lalu diadili dengan dakwaan menjadi mata-mata Jerman dan bertanggung jawab atas kematian 50.000 tentara. Ia diputus bersalah pada 25 Juli 1917.
15 Oktober 1917, berpakaian hitam-hitam, Mata Hari menghadapi 15 algojo tembak. Eksekusi pun dimulai. Sebuah peluru menembus jantungnya, satu peluru lainnya lalu ditembakkan ke telinganya, menembus batok kepala. Ia tewas dalam usia 41 tahun.
3. Intel Penggoda dari Korut
Korea Utara bukan negara yang ramah pada tetangganya. Pyongyang bahkan diyakini secara sistematis mengirimkan para mata-mata juga pembunuh ke Korsel. Tugas mereka adalah mengumpulkan informasi penting dan berupaya menghabisi para pejabat, khususnya presiden.
Won Jeong-hwa salah satunya. Perempuan itu ditugaskan sebagai mata-mata.
Awalnya, ia mencari informasi tentang para pembelot Korut yang berusaha lari ke Korsel, lewat China.
Setelah itu, ia dikirim ke Korsel, untuk mengumpulkan foto Kedubes AS atau membuat kliping artikel surat kabar soal rezim.
Hingga suatu saat, ia diperintahkan menggunakan daya tarik seksualnya untuk menggali data-data penting terkait militer dari para perwira. Demi mendapat bocoran, Won rela menyerahkan tubuhnya. Aksinya tercium pihak Korsel. Ia pun lantas ditangkap.
Won lantas divonis penjara selama 5 tahun pada 2008. Pengadilan memutuskan ia terbukti berpura-pura sebagai pembelot dan menggunakan seks untuk mendapatkan rahasia dari perwira militer Korea Selatan.
Media kemudian menjulukinya, "Mata Hari Korea Utara" yang mengacu pada penari eksotis asal Belanda yang menggunakan seks untuk memperoleh rahasia militer selama Perang Dunia I.
Namun, ketertarikan dan rasa penawaran warga Korsel terkait Won Jeong-hwa pudar saat ia dikabarkan dia hanyalah seorang informan tingkat rendah -- yang aksinya dibesar-besarkan oleh pejabat Korsel yang ingin memperburuk citra Pyongyang.
Apalagi, unsur seksual dalam kejahatannya membawa stigma di negara konservatif ini.
Selepas dari penjara, Won hidup susah. Ia adalah ibu tunggal yang bergantung pada subsidi pemerintah.
Pekerjaan spionasenya tidak dianggap cukup serius untuk dijadikan buku apalagi film. Ia tak bisa mendapatkan uang dengan mengeksploitasi masa lalunya.
Sebaliknya, dia terlalu terkenal untuk menemukan pekerjaan biasa. Won pernah jadi pelayan dan petugas kebersihan, namun, majikan selalu memecatnya setelah mengetahui masa lalunya.
"Saya sempat berpikir untuk bunuh diri berkali-kali," kata Won dalam sebuah wawancara, seperti dikutip dari Guardian.
Advertisement
4. Perangkap Cinta Sejenis
Kompromat adalah istilah dalam Bahasa Rusia yang bisa diartikan sebagai compromising materials atau praktik menggunakan data rahasia lawan sebagai bahan untuk mencapai kompromi, atau dengan kata lain 'menyandera' pihak lain.
Teknik itu digunakan terhadap seorang kolumnis surat kabar Amerika Serikat.
John Alsop -- nama korban -- adalah salah satu kolumnis paling berpengaruh pada zamannya dan sangat terbuka melawan komunisme. Namun, ia menyembunyikan rahasianya sebagai penyuka sesama jenis. Hanya teman-temannya yang tahu, juga intelijen Uni Soviet.
Ia mengunjungi Moskow pada tahun 1957, momentum itu dimanfaatkan KGB untuk memasang jebakan. Plot percintaan sesama jenis disiapkan.
Kala itu, Alsop menghabiskan malam setelah berpesta dengan seorang pria yang pernah dia temui di sana. Gambar tidak senonoh pun diambil oleh para intel.
Gambar-gambar itu kemudian jadi alat KGB memeras sang kolumnis. Namun, alih-alih takluk, Alsop memilih pergi ke Kedutaan AS dan mengakui apa yang telah ia perbuat.
Di pihak lain, Soviet membuktikan ancamannya dengan mengirimkan gambar-gambar itu ke pejabat AS, juga teman-temannya, dengan harapan cara itu bisa mengakhiri kariernya dalam beberapa hari.
Apalagi, John Alsop adalah sosok terkenal dan sodomi itu dianggap sebagai tindak kejahatan di setiap negara bagian Amerika Serikat sebelum tahun 1962.
Harusnya, itu jadi skandal besar. Namun, ternyata tidak. Orang-orang lebih menghargai karyanya daripada pilihan seksualnya.
Alsop pun tetap kritis terhadap komunisme, meski kejadian di Moskow kerap menghantuinya.
5. Jebakan untuk Musuh Israel
Artikel di surat kabar The Sunday Times of London pada 5 Oktober 1986 bikin Israel kalang kabut. 'Revealed: The Secrets of Israel's Nuclear Arsenal' -- judul itu dicetak besar-besar dan terpampang di halaman muka.
Lewat berita itu, apa yang dirahasiakan negeri zionis tersebut akhirnya terkuak. Israel ternyata memiliki program senjata nuklir yang dikembangkan secara diam-diam.
Sebelumnya, Israel tidak pernah mengaku punya senjata nuklir, meski sebagian besar ahli pertahanan yakin, negara itu telah mengembangkan hulu ledak nuklir sejak tahun 1960-an di Dimona Nuclear Research Center yang berada di Gurun Negev.
Semua karena Mordechai Vanunu. Pria itu adalah mantan sersan angkatan darat yang pernah bekerja sebagai teknisi di pembangkit tenaga nuklir di Negev.
Belakangan, nuraninya memberontak. Vanunu kian yang kian kritis pada kebijakan Israel akhirnya keluar dari negara itu, pindah ke Australia, dan mengganti namanya menjadi John Crossman.
Seperti dikutip dari Wired, di Negeri Kanguru itu ia bertemu dengan wartawan The Sunday Times.
Kepada sang jurnalis, ia menyibak rahasia yang tersembunyi di balik hamparan pasir di gurun. Tak hanya penuturan lisan, ia juga menunjukkan sekitar 6 foto yang diambilnya diam-diam saat bekerja di Dimona.
Ada bola plutonium (plutonium spheres), yang digunakan untuk memicu hulu ledak nuklir, tertangkap kamera.
Setelah mengecek keterangan Vanunu, media itu kemudian menyiarkan beritanya.
Mendapatkan informasi intelijen, Israel pun tak tinggal diam. Setelah memancing Vanunu agar pergi dari London -- pihak negeri zionis tak mau bikin PM Inggris kala itu Margaret Thatcher murka -- agen Mossad menangkap pria itu di Roma, Italia, lima hari sebelum artikel diterbitkan.
Kunci penangkapan itu adalah jebakan seks. Mossad mengirim Cheryl "Cindy" Hanin untuk merayunya. Dia adalah seorang Amerika yang telah pindah ke Israel sepuluh tahun sebelumnya dan menikah dengan seorang mayor yang bertugas di lembaga intelijen militer Israel.
Perempuan itu mengaku masih perawan pda usia 31 tahun dan ingin segera mengubah statusnya itu.
Hanin diinstruksikan untuk memancingnya ke Roma, ke sebuah apartemen di mana dua agen Mossad sedang menunggu. Mereka membiusnya dan membawanya ke Israel, di mana Vanunu diadili karena melakukan spionase dan pengkhianatan dan dijatuhi hukuman 18 tahun penjara.
Advertisement
6. Romeo Penjerat Cinta
Stasi adalah Polisi Rahasia Jerman Timur yang berkantor pusat di Berlin.
Reputasinya angker dan dikenal sebagai polisi rahasia paling efektif dan represif di dunia. Tapi, siapa menduga, satuan elite tersebut punya 'korps penggoda' yang terdiri atas pria-pria menarik.
Romeo -- namanya adalah jaringan mata-mata paling sukses di Eropa pasca-Perang Dunia II. Aksi mereka berlawanan dengan anggapan kala itu bahwa pria mengetahui semua rahasia dan wanita mencoba mendapatkannya untuk diberikan para lelaki lain.
Adalah Markus Wolf, kepala badan mata-mata Jerman Timur yang ingin mengasah penggunaan seks dalam spionase.
Dia melatih para pria untuk pergi ke Barat dan merayu wanita-wanita kesepian, yang memiliki -- atau melalui pekerjaan mereka-- bisa mengakses dokumen rahasia.
Wolf melakukan investasi besar-besaran untuk mempersiapkan masing-masing individu untuk misinya. Mereka yang terpilih mempelajari setiap aspek tentang kehidupan wanita yang jadi target -- dan memastikan untuk konsisten dalam kebohongannya selama bertahun-tahun.
Gabriele Kliem, seorang wanita lajang berusia awal 30-an yang bekerja sebagai penerjemah di kedutaan Amerika Serikat adalah salah satu target.
Frank Dietzel, seorang mata-mata, mendekatinya dia mengatakan bahwa dia bekerja untuk sebuah perusahaan riset yang didedikasikan untuk perdamaian dunia.
Tiga bulan kemudian mereka bertunangan dan tinggal bersama selama tujuh tahun -- sebuah periode panjang di mana dia bisa mengakses lebih dari puluhan dokumen rahasia.
Sebelum melakukan aksinya, badan intelijen Jerman melakukan riset. Ternyata Gabriele Kliem pada masa lalu pernah menjalin hubungan dengan guru matematika yang mirip Frank Dietzel.
Frank Dietzel meninggal bertahun-tahun setelah misinya dalam sebuah kecelakaan mobil. Sementara, Kliem diadili atas tuduhan spionase pada tahun 1996. Ia lolos dari hukuman mati dan disanksi denda.