Lawatan Menlu AS ke Timur Tengah Tak Hasilkan Apa pun

Kunjungan Tillerson ke Timur Tengah sejatinya untuk mencari solusi atas krisis Teluk.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 14 Jul 2017, 17:30 WIB
Diterbitkan 14 Jul 2017, 17:30 WIB
Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson
Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson (AP Photo/Cliff Owen)

Liputan6.com, Washington, DC - Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Rex Tillerson mengakhiri lawatannya ke Timur Tengah dalam rangka mencari solusi atas Krisis Teluk. Selama empat hari terakhir, Tillerson mengunjungi tiga negara, yakni Kuwait, Arab Saudi, dan Qatar.

Namun, kunjungannya tersebut dinilai tak menghasilkan resolusi untuk mengakhiri ketegangan yang melibatkan Qatar dan Saudi cs.

Tillerson kembali ke negaranya setelah bertemu dengan sejumlah pejabat Qatar untuk menginformasikan hasil pembicaraannya bersama dengan diplomat dari empat negara Arab, yakni Saudi, Mesir, Uni Emirat Arab, dan Bahrain.

Seperti dikutip dari The Washington Post pada Jumat (14/7/2017), sejak awal, pejabat di Kemlu AS berusaha untuk meminimalisasi harapan terkait dengan lawatan Tillerson. Pekan lalu, juru bicara Kemlu AS Heather Nauert memperingatkan, perseteruan Qatar-Saudi cs dapat berlangsung hingga berbulan-bulan ke depan.

Sejumlah pejabat AS menegaskan, kunjungan Menlu AS ke Timur Tengah hanya untuk mendukung upaya Kuwait yang berperan sebagai mediator resmi perseteruan Saudi cs dan Qatar. Namun, diplomasi ulang-alik yang dilakukan Tillerson itu justru dinilai telah menyeret negaranya ke garis depan kebuntuan.

Ketidakmampuan Tillerson menghadirkan solusi atas krisis Teluk diwarnai dengan "insiden" yang terjadi pada Selasa lalu. Tepat pada hari itu, AS dan Qatar menandatangani sebuah memorandum yang menyebutkan kedua negara akan bekerja sama dalam memblokir saluran yang digunakan untuk menyalurkan dana ke kelompok teroris.

Tuduhan bahwa Qatar mendukung ekstremis dan teroris adalah jantung kemarahan Arab Saudi cs terhadap negara kecil. Kesepakatan bersama antara Doha dan Washington tersebut lantas dikirimkan juga ke Saudi cs demi menegaskan bahwa setiap negara harus berbuat lebih banyak untuk melawan terorisme dan tidak membuang waktu dengan terlibat perselisihan regional.

Gagalnya upaya AS untuk menghadirkan solusi atas Krisis Teluk disinyalir tampak ketika para menteri luar negeri (AS, Kuwait, dan Qatar) berpose dalam sebuah foto bersama. Mereka mengabaikan pertanyaan wartawan apakah tercapai sebuah resolusi atau ada rencana yang akan diterapkan.

Ada satu momen lagi yang diduga kuat mengindikasikan bahwa lawatan Tillerson tak berjalan mulus, yaitu sebuah ucapan yang disampaikan oleh Mohammad bin Hamad al-Thani, saudara laki-laki dari emir Qatar. Saat melakukan jabat tangan perpisahan dengan Tillerson, ia mengatakan, "Berharap untuk berjumpa Anda lagi dalam keadaan yang lebih baik".

Krisis Teluk diawali dengan tudingan Saudi cs bahwa Qatar mendukung dan mendanai kelompok teroris dan ekstremis. Sebagai langkah selanjutnya, Saudi cs memutus hubungan diplomatik dengan Qatar dan menerapkan blokade darat, udara, serta laut.

Sejak saat itu, Qatar berusaha bertahan di tengah kesulitan. Seorang pengusaha kaya Qatar bahkan harus menerbangkan sekitar 4.000 ekor sapi perah Holstein untuk memenuhi kebutuhan susu negara itu.

Sementara, di lain sisi, Turki dan Iran membantu mengimpor makanan. Tak hanya itu, Iran juga mengizinkan Qatar menggunakan jalur udara dan lautnya.

Saudi cs sempat mengeluarkan daftar tuntutan jika Qatar ingin isolasi dicabut. Beberapa poin dalam tuntutan tersebut antara lain menutup jaringan televisi Al Jazeera dan mengurangi hubungan dengan Iran. Qatar tegas menolak mengikuti tuntutan Saudi cs yang mereka anggap pelanggaran terhadap kedaulatan negaranya.

Baik Qatar maupun Saudi cs adalah sekutu AS. Karena itu, Negeri Paman Sam berkepentingan memastikan konflik berakhir damai. Ada kekhawatiran jika perseteruan terus berlanjut maka akan terjadi pengalihan perhatian dalam perang melawan terorisme dan upaya mengisolasi Iran.

 

Simak video menarik berikut:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya