Krisis Teluk Belum Reda, Qatar Beli Kapal Perang Seharga US$ 6 M

Tujuh kapal perang yang akan dibeli Qatar terdiri dari empat korvet, sebuah kapal amfibi, dan dua kapal patroli.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 03 Agu 2017, 17:16 WIB
Diterbitkan 03 Agu 2017, 17:16 WIB
Qatar merupakan salah satu penghasil gas alam cair (LNG) terbesar di dunia
Qatar merupakan salah satu penghasil gas alam cair (LNG) terbesar di dunia (AP Photos/Maneesh Bakshi, File)

Liputan6.com, Doha - Pada hari Rabu, Qatar menyetujui pembelian tujuh kapal perang Italia seharga nyaris US$ 6 miliar.

Kesepakatan militer antara Qatar dan Italia yang diumumkan oleh menteri luar negeri kedua negara di Doha tersebut merupakan langkah terbaru di tengah Krisis Teluk.

Kurang lebih dua bulan sudah Qatar diisolasi sejumlah negara tetangganya, yakni Arab Saudi, Bahrain, Uni Emirat Arab, dan Mesir. Mereka memutus hubungan diplomatik dengan Doha dan menerapkan blokade baik darat, laut, maupun udara.

Arab Saudi Cs kompak menuding Qatar mendukung dan mendanai terorisme serta ekstremisme. Namun, tuduhan ini telah berulang kali dibantah.

Seperti dikutip dari The New York Times pada Kamis (3/8/2017) kesepakatan dengan Italia melibatkan pembelian empat korvet, sebuah kapal amfibi, dan dua kapal patroli. Ini merupakan kesepakatan pembelian senjata kedua di tengah Krisis Teluk.

Sebelumnya, Qatar lebih dulu menyetujui pembelian jet tempur F-15 pabrikan Amerika Serikat senilai US$ 12 miliar.

Kesepakatan dengan Italia ini dinilai lebih dari sekadar pengadaan militer bagi sebuah negara kecil yang menyimpan cadangan gas alam terbesar di dunia. Pembelian kapal tersebut ditengarai berfungsi sebagai sarana untuk memperkuat hubungan Doha dengan Barat yang merupakan sekutunya.

Beberapa hari sebelumnya, Qatar membawa perseteruannya dengan Arab Saudi Cs ke organisasi penerbangan dan perdagangan internasional.

Tepatnya, pada Senin lalu, Qatar mengajukan komplain kepada Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) atas sikap Saudi yang memotong seluruh hubungan diplomatik dan perdagangan serta menerapkan blokade. Riyadh bahkan menutup satu-satunya perbatasan darat yang dimiliki Qatar.

Qatar juga melapor ke badan penerbangan sipil PBB (ICAO) sehubungan dengan blokade udara yang mereka alami.

Seorang pejabat senior Qatar mengatakan bahwa negaranya akan mengadopsi strategi yang lebih agresif untuk menarik investor asing.

Arab Saudi Cs pernah mengeluarkan 13 poin tuntutan yang harus dipenuhi Qatar jika negara itu ingin isolasi dicabut. Beberapa tuntutan itu antara lain menutup kantor berita Al Jazeera, pangkalan militer Turki di Qatar, serta menjauh dari Iran.

Namun, Qatar menolak keras kemauan Saudi Cs tersebut. Bagi Doha, tuntutan tersebut mencabik-cabik kedaulatannya sebagai sebuah negara merdeka.

Sejauh ini, Amerika Serikat yang menempatkan diri sebagai juru damai, belum berhasil mewujudkan solusi apa pun. Posisi AS cukup sulit, mengingat kedua pihak yang berseteru merupakan sekutu Negeri Paman Sam.

AS bahkan memiliki pangkalan udara di Qatar yang dihuni 9.000 pasukan. Dari sinilah, AS meluncurkan pesawat-pesawat tempurnya untuk menyerang ISIS di Suriah dan Irak.

Di lain sisi, di Washington terdapat perbedaan pandangan antara Presiden Donald Trump dan Menteri Luar Negeri Rex Tillerson dalam menyikapi Krisis Teluk. Trump mengkritik Qatar, sementara Tillerson membelanya.

Pada hari Selasa waktu AS, Kementerian Luar Negeri mengumumkan akan mengirim utusan seorang pensiunan jenderal bintang empat, Anthony C. Zinni ke Timur Tengah demi meredakan krisis antar negara tetangga.

 

Saksikan video menarik berikut:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya