Liputan6.com, Washington, DC - Pada sebuah kampanye di bulan Februari tahun lalu, jelang Pilpres AS 2016, Donald Trump menceritakan sebuah kisah di hadapan para pendukungnya di Carolina Selatan.
"Itu kisah yang mengerikan, tapi akan tetap aku ceritakan pada kalian," kata Trump di hadapan para pendukungnya di Carolina Selatan, Februari 2016, seperti yang dikutip dari Newsweek, Jumat (18/8/2017).
Kala itu, sang calon presiden hendak menuturkan secuil kisah yang, menurutnya, bersumber dari fakta sejarah Perang Amerika-Filipina (1899-1902), konflik bersenjata antara Amerika Serikat dengan Republik Filipina Pertama.
Advertisement
Dari perspektif Filipina, konflik bersenjata itu adalah salah satu rangkaian perang kemerdekaan dari pendudukan dan kolonialisme AS.
Baca Juga
"Mereka (Republik Filipina Pertama) dulu memiliki masalah terorisme, seperti kita," kata miliarder nyentrik itu mengawali kisahnya.
Ia kemudian menceritakan aksi salah satu perwira tinggi AS, Jenderal John J Pershing dan 'ritual khusus' yang ia lakukan kala mengeksekusi 50 pejuang muslim Bangsa Moro Filipina yang menjadi tawanan perang tentara AS dalam Perang Amerika-Filipina.
Trump melanjutkan, sang jenderal memerintahkan para eksekutor untuk mengoleskan setiap butir peluru dengan darah babi, sebelum digunakan untuk mengeksekusi 50 pejuang muslim Filipina. Babi adalah binatang haram bagi pemeluk Islam.
"Eksekusi terhadap 49 tawanan perang dilaksanakan, terkecuali satu orang yang dibiarkan hidup untuk menjadi saksi. Dan Jenderal Pershing kemudian mengatakan kepada si orang terakhir, 'silahkan kembali ke kelompokmu dan katakan apa yang telah terjadi," jelas Trump.
"Dan untuk 25 tahun ke depan, tidak ada masalah. Dua puluh lima tahun, tidak ada masalah," katanya.
Cuplikan kisah itu kembali mencuat ke publik baru-baru ini. Setelah akun Twitter pribadi sang presiden menggunakan cerita Pershing untuk merespons serangan teror maut di Barcelona, Spanyol yang terjadi pada 17 dan 18 Agustus 2017 lalu.
"Pelajari apa yang dilakukan oleh Jenderal Pershing dari Amerika Serikat kepada para teroris yang ditangkap. (Karena hal itu) Tidak ada kelompok teror Islam radikal selama 35 tahun!" tulis @realDonaldTrump, pada Jumat 17 Agustus 2017, pukul 23.45 waktu setempat.
Empat puluh lima menit sebelumnya, sang presiden sempat mengunggah tweet yang mengecam teror Barcelona.
Meski sang presiden tidak memberikan penjelasan atau elaborasi lebih lanjut, namun, sebagian besar pengguna Twitter dan media menilai, tweet 'Pershing' itu seakan ditujukan oleh @realDonaldTrump sebagai kiat --mungkin pula retorika-- untuk mengatasi merebaknya serangan terorisme.
Namun sesungguhnya, kiat yang diusulkan @realDonaldTrump dan kisah yang ia ceritakan di Carolina Selatan, merujuk pada sebuah rumor dan sejarah palsu.
Menurut laman elektronik pencari fakta Snopes.com, cerita itu merupakan kisah palsu karena tidak ada bukti yang mendukung hal tersebut. Sementara itu, laman pencari fakta lain, Politifact, turut menyebut hal yang sama.
Selain itu, Brian M Linn, profesor sejarah dari Texas A&M University, menyebut bahwa kisah yang dituturkan dan dirujuk oleh Trump merupakan 'cerita yang dibuat-buat'. Demikian seperti dikutip Washington Post.
Tak hanya 'palsu' retorika yang ditawarkan oleh kisah itu, baik diinterpretasi secara harfiah atau sebatas kiasan, tidak dapat dijadikan justifikasi sebagai landasan kebijakan suatu pemerintah untuk menangani isu terorisme.
"Militer AS telah lama mempelajari bahwa kontra-terorisme membutuhkan usaha yang sangat besar. Dan sangat sulit untuk menurunkan tensinya," jelas Linn.
Mitos Palsu
Mitos peluru darah babi Pershing sebenarnya telah lama populer sebelum tweet teranyar Trump, bahkan mendahului pidatonya di Carolina Selatan 2016 lalu muncul.
Menurut penelusuran, mitos itu telah populer sesaat pasca-peristiwa teror 11 September 2001. Pengguna internet kala itu intens menelisik secuil kisah dan cerita tentang operasi kontra-terorisme militer AS dalam War on Terrorism di Afghanistan dan Irak pasca-9/11.
"Awalnya kisah itu muncul dari sumber laman elektronik anti-Muslim kala menanggapi peristiwa teror 11 September 2001, bukan dari para sejarawan atau akademisi," jelas Profesor Sejarah Texas A&M University Brian M Linn yang menyatakan bahwa kisah itu berasal dari kelompok sentimen anti-Islam.
"Akan tetapi, tetap tidak ada bukti yang mendukung kisah itu," tambah Linn, seperti dikutip dari Washington Post.
Meski begitu, dalam autobiografi memoar perangnya yang berjudul My Life Before the World War, 1860-1917, Jenderal Pershing mengklaim bahwa ada seorang perwira AS yang mengubur setidaknya satu orang muslim di dalam liang lahat yang berisi bangkai babi pada Perang Amerika-Filipina.
Namun, menurut Politifact, laman elektronik pencari fakta, hal itu tidak dapat dijadikan landasan fakta atas kisah Jenderal Pershing yang beredar.
Akan tetapi, memang pada faktanya, Pershing menghabisi pejuang Moro kala konflik bersenjata. Namun, menurut Linn, mitos 'eksekusi dan peluru berdarah babi Pershing' tidaklah benar. Presiden Donald Trump menggunakan kisah palsu yang sama sekali tak sesuai konteks...
Advertisement