6.000 Pengungsi Rohingya Dihalau dari Perbatasan Bangladesh

Pascaserangan di Rakhine, 6.000 warga Rohingya tersebut kini terdampar dan rentan di wilayah perbatasan Myanmar - Bangladesh.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 30 Agu 2017, 22:13 WIB
Diterbitkan 30 Agu 2017, 22:13 WIB
Warga Rohingya
Sejumlah warga Rohingya saat dihadang petugas perbatasan di Ghumdhum, Bangladesh, (28/8). Ribuan muslim Rohingya di Rakhine, Myanmar, melarikan diri dan terjebak di perbatasan Myanmar - Bangladesh. (AP Photo/Mushfiqul Alam)

Liputan6.com, Dakha - Ribuan warga Rohingya terlantar di perbatasan Myanmar dan Bangladesh, akibat dihalau oleh otoritas perbatasan.

Mereka yang terdampar merupakan etnis Rohingya yang melarikan diri, pascaserangan militer pemerintah Myanmar ke Negara Bagian Rakhine pekan lalu.

Mengetahui peristiwa itu, PBB mendesak agar otoritas perbatasan Bangladesh menghentikan aksi penghalauan dan mengizinkan sekitar 6.000 warga dari etnis minoritas tersebut untuk masuk ke negara dengan Ibu Kota Dhaka. Demikian seperti dilansir Channel News Asia, Rabu (30/8/2017).

"Sekitar 6.000 warga Myanmar (Rohingya) berkumpul di perbatasan dan mencoba masuk ke Bangladesh," kata otoritas senior Pasukan Penjaga Perbatasan Bangladesh.

Aksi penghalauan itu telah dilakukan oleh otoritas perbatasan Bangladesh sejak gelombang warga Rohingya berdatangan mulai Jumat pekan lalu, yang dipicu oleh pertempuran antara militer Myanmar dengan militan Rohingya di Rakhine. Pertempuran itu menewaskan 110 orang.

Pada tiga hari terakhir, otoritas perbatasan telah mengizinkan sekitar 5.200 warga sipil yang melarikan diri dari Rakhine masuk ke teritorial Bangladesh. Akan tetapi, jumlah itu hanya sebagian dari jumlah total yang mungkin mencapai lebih dari puluhan ribu jiwa.

"Bagaimana kami bisa diam ketika ada bayi yang kedinginan yang hendak melintas," jelas seorang petugas penjaga perbatasan kepada AFP.

Sekitar 6.000 jiwa yang dihalau itu tertahan di sebuah desa di perbatasan Myanmar - Bangladesh. Menurut laporan media setempat, para warga sipil itu kerap berada di bawah tekanan tembakan api dari pasukan bersenjata.

Otoritas juga menyebut, situasi di perbatasan, yang dipisahkan oleh celah sempit Sungai Naf, saat ini masih tidak stabil.

"Semalam kami mendengar suara senjata api dari senapan otomatis dan kepulan asap di sebuah desa di sana (Myanmar)," tambah sang otoritas.

Meski ada sekitar 500 warga Rohingya yang berhasil melintas ke Bangladesh, dalam waktu singkat, mereka ditangkap dan dipaksa kembali ke Myanmar oleh otoritas perbatasan.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mendesak agar Bangladesh menghentikan penghalauan gelombang pengungsi dari Rakhine. Menghadang arus gelombang pengungsi justru akan membahayakan nyawa para warga sipil, apalagi mereka yang datang dalam kondisi membutuhkan pertolongan medis.

Saat ini, ada sekitar 400.000 warga Rohingya yang tinggal di kamp pengungsi di Bangladesh. Mungkin atas alasan itu, pemerintah pusat di Dhaka menghentikan arus masuk warga sipil dari Myanmar.

Sementara itu, Ketua Badan HAM PBB, Zeid Ra'ad Al Hussein, sangat menyayangkan situasi yang tengah dihadapi oleh warga Rohingya. Ia menuding, perlakukan salah dari pemerintah Myanmar merupakan akar dari kekerasan serta kejahatan kemanusiaan yang diderita oleh kelompok etnis yang dominan pemeluk Muslim.

Simak pula video berikut ini:

Pertempuran Akhir Agustus 2017

Pertikaian kembali terjadi antara militan Rohingya dan aparat keamanan Myanmar. Setidaknya, 71 orang menjadi korban jiwa.

Kantor Pemimpin De Facto Myanmar Aung San Suu Kyi mengatakan, kejadian itu berlangsung di Negara Bagian Rakhine. Daerah itu, sejak akhir tahun lalu, menjadi pusat pertikaian antara militer dan etnis muslim Rohingya.

Kelompok teroris ekstremis Bengali merupakan sebutan yang dipakai aparat keamanan Myanmar kepada milisi Rohingya.

Aparat Keamanan Myanmar dalam keterangan resminya menyebut, pemicu bentrokan adalah penyerangan 150 milisi Rohingya ke 20 pos polisi.

Saat menyerang, mereka dilengkapi sejumlah senjata api dan bom molotov.

"Tentara dan polisi telah mengorbankan nyawanya untuk negara," sebut Panglima Militer Myanmar, Min Aung Hlaing.

"Pertempuran berlangsung di pos polisi Kyar Gaung dan Desar Nat Chaung," kata dia.

Menurut seorang pejabat kepolisian di Myanmar, kondisi di tempat meletusnya pemberontakan begitu mengerikan. Sebab, milisi Rohingya sempat mengepung perbatasan.

 

Simak pula video berikut ini

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya