Liputan6.com, Kopenhagen - Denmark sepertinya akan bergabung dengan negara-negara Eropa lainnya yang melarang penggunaan penutup wajah termasuk burka dan niqab di muka umum.
Dikutip dari laman Washington Post, Sabtu (7/10/2017), Jakob Ellemann-Jensen dari Partai Liberal Denmark yang memimpin sebuah koalisi pemerintahan, mengumumkan hal tersebut lewat sebuah proposal hukum tentang larangan tersebut.
Pernyataan tersebut disampaikan Ellemann-Jensen saat bertemu dengan anggota parlemen.
Advertisement
Sebagian besar anggota parlemen, termasuk partai oposisi Sosial Demokrat -- partai terbesar di Denmark -- mengatakan, mereka akan mempertimbangkan undang-undang seperti itu untuk segera disahkan.
Baca Juga
Nantinya, undang-undang itu akan dikenal sebagai "Burqa Ban" atau larangan penggunaan burka.
Langkah tersebut ditujukan kepada wanita muslim yang dianggap konservatif oleh pemerintah. Meski begitu, hingga saat ini belum ada pengumuman tanggal berapa peraturan tersebut akan disahkan.
Mengekor Austria?
Sebelumnya, Austria menjadi negara Eropa kelima yang melarang penggunaan burka dan niqab di muka umum. Langkah terbaru ini didorong oleh masifnya gelombang pencari suara dari sejumlah negara-negara muslim.
Seperti dikutip dari USA Today, larangan tersebut berlaku pula untuk syal, topeng, dan cat badut yang digunakan untuk menutupi wajah. UU Anti-Penutup Wajah ini berlaku bagi siapa saja di ruang publik, termasuk sekolah, pusat perbelanjaan dan transportasi umum.
Selain itu, otoritas setempat juga menerapkan langkah-langkah lain bagi para pengungsi demi mengintegrasikan mereka ke Austria, termasuk di antaranya kursus wajib belajar bahasa Jerman dan nilai-nilai yang dianut negara tersebut.
Larangan penggunaan burka dan niqab ini kemungkinan tidak hanya akan memengaruhi ratusan perempuan muslim yang berada di negara itu, tapi juga para turis Arab. Setiap tahunnya, diperkirakan 70 ribu turis Arab mengunjungi wisata ski populer Zell Am See.
Undang-undang baru tersebut memicu kemarahan dari sejumlah kelompok muslim. Otoritas Agama Islam Austria menyebut produk hukum itu sebagai bentuk pelanggaran privasi, kebebasan beragama, dan kebebasan berpendapat.
"Larangan burka oleh otoritas Austria adalah diskriminasi yang jelas terhadap wanita muslim, yang sekali lagi menjadi korban dari sebuah kebijakan pemaksaan. Muslim jelas masih bukan bagian dari negara ini," kata Yeliz Dagdevir (36), seorang psikolog muslim di Lustenau.
Menuai Kritik
Di Austria, mereka yang menutup wajahnya di muka umum terancam didenda US$ 175 atau sekitar Rp 2,3 juta.
Hukum serupa sebelumnya telah berlaku di Belgia, Bulgaria, Prancis, dan Swiss. Jerman juga melarang memakai penutup wajah, tapi hanya saat berkendara.
Undang-undang larangan menutup wajah ini disetujui parlemen Austria pada Mei 2017 setelah sejumlah politikus, termasuk Menteri Luar Negeri Sebastian Kurz berpendapat bahwa burka dan niqab menghalangi perempuan muslim untuk berintegrasi dengan mayoritas masyarakat Katolik di negara itu.
"Kami ingin dapat melihat wajah orang-orang di tengah-tengah masyarakat kami," kata Heinz-Christian Strache, Ketua Partai Kebebasan Austria pada Agustus lalu.
Presiden Austria Alexander Van der Bellen telah mengkritik undang-undang tersebut. "Adalah hak setiap perempuan untuk selalu berpakaian seperti yang mereka inginkan," ujarnya.
Islam merupakan agama kedua yang paling banyak dianut di Austria di mana 7 persen dari 9 juta orang meyakininya. Namun, Prancis tercatat sebagai negara Eropa dengan populasi muslim terbesar. Diperkirakan, terdapat 6 juta muslim di sana.
Advertisement