Pasukan Houthi Ancam Tenggelamkan Kapal Koalisi Pimpinan Saudi

Pemberontak Houthi mengancam akan tenggelamkan kapal milik koalisi pimpinan Saudi jika blokade atas Yaman tak kunjung dicabut.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 13 Nov 2017, 20:20 WIB
Diterbitkan 13 Nov 2017, 20:20 WIB
Ilustrasi Perang Yaman
Ilustrasi Perang Yaman (AP Photo/Hani Mohammed, File)

Liputan6.com, Sanaa - Pemberontak Houthi di Yaman mengancam akan menenggelamkan kapal perang koalisi pimpinan Arab Saudi dan kapal tanker minyak milik Saudi jika Riyadh tidak mencabut blokadenya yang mengancam kehidupan jutaan orang.

"Kapal perang dan kapal minyak milik agresor dan sekutunya tidak akan kebal dari tembakan Angkatan Laut Yaman," demikian seperti dilansir situs Al Masirah mengutip pernyataan Angkatan Laut negara itu.

Seperti dikutip dari Russia Today pada Senin (13/11/2017), sebelumnya, Juru Bicara Houthi Brigjen Sharaf mengatakan "kejahatan sistematis agresi" dan "penutupan pelabuhan" memaksa pasukan Houthi menargetkan semua sumber pendanaan agresor. Ia menambahkan, pihaknya siap untuk merespons eskalasi agresi Saudi-AS segera.

Ancaman atas opsi militer terhadap koalisi pimpinan Saudi tersebut dikemukakan setelah Mayjen Yousef al-Madani bertemu dengan para pemimpin sejumlah instansi terkait termasuk AL Yaman pada hari Sabtu. Dan pada hari yang sama, pemimpin Houthi, Abdel Malek al-Houthi, memposting sebuah pesan di Facebook yang memastikan bahwa "navigasi internasional akan tetap aman seperti sebelumnya". Ia memperjelas hanya "mereka yang menyerang negara kami" yang akan ditargetkan.

Blokade atas Yaman diterapkan oleh koalisi pimpinan Saudi pada Senin pekan lalu. Langkah ini sebagai tanggapan atas serangan rudal balistik yang menargetkan Riyadh pada 5 November.

Saudi menuding Houthi dalang di balik serangan rudal tersebut. Riyadh menyebut bahwa rudal yang ditembakan disuplai oleh Iran.

Aksi balasan pun dilakukan Saudi dengan membombardir Ibu Kota Yaman, Sanaa.

Pasca penutupan semua pelabuhan di Yaman, sejumlah badan PBB menyatakan keprihatinannya atas nasib rakyat di negara itu di mana hampir 7 juta orang kelaparan. Sementara, yang lain sangat bergantung pada bantuan kemanusiaan di tengah epidemi kolera yang mematikan.

"Penutupan wilayah udara, pelabuhan laut dan darat Yaman telah memperburuk ruang yang sudah menyusut bagi pekerjaan kemanusiaan yang bertujuan menyelamatkan nyawa. Hal tersebut menghalangi pengiriman bantuan kemanusiaan penting kepada anak-anak yang sangat membutuhkan di Yaman," demikian ungkap perwakilan UNICEF di Yaman, Meritxell Relano.

Juru bicara Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA) menggambarkan situasi di Yaman sebagai "bencana besar". Ia mendesak pihak Saudi mencabut blokade mengingat 90 persen kebutuhan sehari-hari warga Yaman dipenuhi melalui bantuan kemanusiaan.

"Garis hidup itu harus tetap terbuka dan sangat penting agar layanan kemanusiaan PBB tetap terus berlanjut tanpa hambatan," tegas Jens Laerke.

Juru bicara PBB, Stephane Dujarric, memperingatkan bahwa blokade yang dipimpin oleh Saudi "telah memiliki dampak yang sangat negatif pada situasi yang sudah menjadi bencana besar."

Adapun Mark Lowcock, Sekretaris Jenderal PBB untuk Urusan Kemanusiaan awal pekan ini memperingatkan, "Kecuali Arab Saudi mengangkat blokade tersebut, ini akan menjadi bencana kelaparan terbesar yang pernah dialami dunia selama beberapa dekade ini, dengan jutaan korban."

Koalisi yang dipimpin oleh Saudi telah melakukan kampanye militer melawan pemberontak Houthi di Yaman sejak Maret 2015. Menurut angka terakhir PBB, konflik tiga tahun sejauh ini telah merenggut nyawa lebih dari 5.000 warga sipil dan melukai hampir 9.000 orang.

Arab Saudi Bersedia Cabut Blokade?

Arab Saudi menyebutkan bahwa koalisi pimpinannya akan mulai membuka kembali bandara dan pelabuhan di Yaman. Pengumuman ini disampaikan perwakilan Saudi untuk PBB.

Penerapan blokade atas Yaman menuai kritik dari banyak pihak, terutama kelompok bantuan kemanusiaan yang menyebut bahwa langkah tersebut dapat membawa jutaan orang lebih dekat pada "kelaparan dan kematian".

"Langkah pertama dalam proses ini akan diambil dalam waktu 24 jam dan melibatkan pembukaan kembali seluruh pelabuhan di wilayah-wilayah yang dikendali pemerintah Yaman yang diakui secara internasional, yang mana didukung oleh koalisi," ungkap utusan Saudi untuk PBB tersebut seperti dikutip dari cbc.ca.

Pelabuhan yang dimaksud berada di Aden, Mocha dan Mukalla. Untuk pelabuhan di wilayah yang dikuasai pemberontak atau yang disengketakan, seperti Hodeida, misi Saudi menerangkan bahwa mereka meminta PBB untuk mengirim tim ahli untuk membahas cara memastikan senjata tidak dapat diselundupkan.

Koalisi yang dipimpin Saudi berharap hal tersebut dapat mencegah "penyelundupan senjata, amunisi, bagian rudal dan uang tunai yang secara teratur dipasok Iran ke pemberontak Houthi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya