Donald Trump Belum Juga Melirik Asia Tenggara, Mengapa?

Selama 100 hari pemerintahan Donald Trump, kepentingan strategis Asia Tenggara belum juga dilirik. Apa alasannya?

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 07 Feb 2018, 20:40 WIB
Diterbitkan 07 Feb 2018, 20:40 WIB
Presiden Amerika Serikat Donald Trump di Kongres AS saat menyampaikan pidato State of the Union (30/1/2018) (AP PHOTO)
Presiden Amerika Serikat Donald Trump di Kongres AS saat menyampaikan pidato State of the Union (30/1/2018) (AP PHOTO)

Liputan6.com, Jakarta - Sepanjang 100 hari pemerintahan Presiden Donald Trump, berbagai tanggapan menyeruak di seantero dunia, baik itu komentar maupun kritik. Namun, belum terdengar sedikit pun kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) ke-45 itu tentang posisi strategisnya di Asia Tenggara.

"Di Asia, Presiden tengah berfokus mendukung stabilitas di kawasan Laut China Selatan, dan mengupayakan pembahasan damai tentang isu program nuklir Korea Utara," ujar Steven Okun, pendiri sekaligus CEO APAC Advisor, salah satu lembaga konsultan kebijakan publik terkemuka di Asia Pasifik.

Berbicara pada sebuah diskusi terbuka yang diselenggarakan oleh The United States – Indonesia Society (Usindo) pada Rabu (7/2/2018) di Jakarta, Steven menampik bahwa hubungan dengan Asia Tenggara tidak ada dalam agenda diplomatik pemerintahan Presiden Donald Trump.

Menurutnya, Donald Trump tetap melanjutkan tradisi hubungan strategis dengan negara-negara Asia Pasifik sebagaimana mestinya, termasuk kepada negara-negara Asia Tenggara.

Akan tetapi, bentuk hubungan diplomatik itu masih sebatas kontak tidak langsung melalui perwakilan resmi pemerintah, seperti contoh oleh fasilitator pangkalan militer AS di Filipina dan kedutaan besar di masing-masing negara.

"Tampaknya, Presiden memang tidak ingin membagi fokus selain hal-hal yang telah 'diurusinya' sejak pertama kali memerintah dari Gedung Putih," lanjut Steven.

Ditanya tentang bagaimana dampak berbagai kebijakan Donald Trump terhadap Indonesia, Steven dan pembicara lainnya, Aaron Connelly dari Lowy Institute, menyebut komitmen pemerintah AS untuk terus menguatkan hubungan baik yang telah terjalin.

"Kami melihat Presiden Donald Trump belum sepenuhnya menanggalkan pola diplomasi yang biasa dilakukannya di dunia bisnis, dan membawa hal tersebut ke Gedung Putih, sehingga pertimbangan ‘untung-rugi’ begitu jelas terbaca dari beragam kebijakannya," ujar Aaron menjelaskan.

 

 

Simak video menarik tentang wawancara unik Donald Trump berikut:

 

Komitmen Bantu RI Lawan Peredaran Narkoba

Gedung Putih (White House)
Gedung Putih (White House)

Sementara itu, pemerintah AS menyatakan akan terus berkomitmen untuk membantu Indonesia dalam melawan kejahatan lintas negara, termasuk salah satunya peredaran narkotika.

Hal itu diutarakan oleh James A Walsh, Asisten Deputi Menteri Luar Negeri AS untuk Biro Penegakan Hukum Narkotika Internasional (INL), pada 30 Januari 2018 waktu setempat.

"Pemerintah AS akan terus berkomitmen meneruskan kebijakan anti-kejahatan transnasional-nya, termasuk narkotika dan perdagangan satwa di kawasan. Serta membantu dan memperluas program itu di beberapa negara di Asia Tenggara, seperti Kamboja, Laos, Vietnam, Indonesia, Filipina, dan Thailand," kata Walsh kepada Liputan6.com dalam telephonic briefing yang difasilitasi oleh US Department of State, Asia-Pacific Media Hub Manila pada 30 Januari lalu.

Ketika ditanya mengenai bentuk komitmen seperti apa yang akan dilakukan AS kepada Indonesia, khususnya dalam melawan peredaran narkotika, Walsh mengatakan bahwa Washington akan terus melanjutkan sejumlah program yang telah dilaksanakan di Tanah Air sejak beberapa waktu terakhir.

"Seperti memberikan bantuan teknis kepada otoritas Indonesia, program perbantuan penegakan hukum, serta program pencegahan peredaran via maritim," jelas Walsh.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya