Sepucuk Surat Ini Disebut Memicu Donald Trump Batalkan Kunjungan Menlu AS ke Korea Utara

Sepucuk surat dari Korea Utara kabarnya memicu Donald Trump membatalkan rencana kunjungan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo ke Pyongyang.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 29 Agu 2018, 11:00 WIB
Diterbitkan 29 Agu 2018, 11:00 WIB
Lambaian Tangan Donald Trump dan Kim Jong-un dari Balkon Hotel Capella
Ekspresi Presiden AS Donald Trump (kanan) dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un saat tampil di balkon Hotel Capella, Pulau Sentosa, Singapura, Selasa (12/6). Pertemuan Donald Trump dan Kim Jong-un membuat sejarah baru bagi perdamaian dunia. (SAUL LOEB/AFP)

Liputan6.com, Washington DC - Sepucuk surat yang ditulis oleh Korea Utara kabarnya memicu Donald Trump membatalkan rencana kunjungan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo ke Pyongyang. Keputusan presiden Amerika Serikat itu dibuat pada detik-detik terakhir, jelang kunjungan Pompeo yang keempat ke Korea Utara.

Sejumlah pihak menganggap bahwa pembatalan kunjungan Pompeo ini menandai sebuah kemunduran signifikan bagi hubungan antara kedua negara --menurut laporan sejumlah media AS yang menerima informasi dari beberapa narasumber anonim.

Keberadaan surat itu, yang dikirim oleh Wakil Ketua Komite Sentral Partai Komunis Korea Utara Kim Yong-chol kepada Pompeo, pertama kali dilaporkan oleh The Washington Post pada Selasa 28 Agustus 2018.

Surat tersebut tertulis, para pejabat Korea Utara memperingatkan Amerika Serikat bahwa pembicaraan denuklirisasi "lagi-lagi dipertaruhkan dan mungkin berantakan," sumber yang akrab dengan proses itu mengatakan kepada CNN, dilansir pada Selasa (28/8/2018).

Surat itu dilayangkan ke Pompeo beberapa jam sebelum ia dijadwalkan berangkat bersama utusan khusus barunya, Stephen Biegun, pada Jumat 24 Agustus, tambah sumber tersebut.

Melengkapi laporan di atas, tiga narasumber dengan pengetahuan langsung tentang posisi Korea Utara soal denuklirisasi mengatakan, surat itu menyatakan bahwa rezim Kim Jong-un merasa bahwa proses untuk mencapai tujuan tersebut tidak dapat bergerak maju, karena "AS masih belum siap untuk memenuhi harapan Korea Utara dalam menandatangani perjanjian damai."

Perjanjian damai yang dimaksud, merujuk pada upaya untuk mengakhiri secara damai Perang Korea 1950-53, yang sampai saat ini hanya berstatus sebagai gencatan senjata.

Di sisi lain, AS sejauh ini dikabarkan tak mau meneken perdamaian yang mengikat secara hukum dengan Korea Utara seputar Perang Korea, dan tetap mempertahankan status quo gencatan senjata.

Perjanjian perdamaian juga dikabarkan akan sulit dicapai di domestik AS, karena memerlukan persetujuan dari dua per tiga suara Kongres.

Jika kompromi tidak dapat dicapai dan perundingan yang baru lahir runtuh, Pyongyang bisa melanjutkan "kegiatan nuklir dan rudal," kata sumber-sumber anonim tersebut.

Komunikasi Jalur Belakang

The Washington Post, yang menandai surat itu sebagai komunikasi "rahasia", mengatakan tidak jelas bagaimana Kim Yong-chol mampu menyampaikan surat itu kepada Pompeo, tetapi ada indikasi bahwa itu mungkin telah dikirim melalui misi PBB-nya.

Namun, seorang narasumber anonim lain memperkirakan, Pompeo mungkin telah mengandalkan 'komunikasi jalur belakang' untuk berhubungan langsung dengan Kim Yong-chol --yang dinilai sebagai figur yang lebih dekat dengan Kim Jong-un. Itu juga menjadi saluran komunikasi prioritas yang dipilih Pompeo, ketimbang harus berhubungan langsung dengan rekan sepantarnya dari Korea Utara, Menteri Luar Negeri Ri Yong-ho.

"Sebelum dan sesudah Pompeo menjadi Menteri Luar Negeri, ia tampaknya lebih tertarik untuk mempertahankan dan melibatkan Kim Yong-chol melalui saluran 'komunikasi jalur belakang', daripada dengan rekan resminya Ri Yong-ho," kata sumber itu.

The Post melaporkan bahwa surat itu, yang ditunjukkan kepada Presiden Donald Trump oleh Pompeo, menghasilkan keputusan sang pemimpin AS untuk membatalkan perjalanan Pompeo ke Pyongyang, Korea Utara yang dijadwalkan pada hari Jumat 24 Agustus.

Pompeo dan Andrew Kim, kepala Pusat Misi Korea untuk Badan Intelijen AS (CIA), terlihat memasuki Sayap Barat Gedung Putih pada Jumat sore hanya beberapa jam sebelum Trump memposting serangkaian tweet yang menguraikan alasannya untuk membatalkan kunjungan.

 

* Update Terkini Jadwal Asian Games 2018, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Asian Games 2018 dengan lihat di Sini

 

Simak video pilihan berikut:

 

Alasan Donald Trump

Lambaian Tangan Donald Trump dan Kim Jong-un dari Balkon Hotel Capella
Ekspresi Presiden AS Donald Trump (kanan) dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un saat tampil di balkon Hotel Capella, Pulau Sentosa, Singapura, Selasa (12/6). Trump dan Kim optimis bahwa KTT akan sukses. (SAUL LOEB/AFP)

Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada Jumat (24/8) meminta Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo untuk menunda perjalanannya ke Korea Utara.

Alasannya, tak ada perkembangan berarti terkait denuklirisasi di Semenanjung Korea, seperti yang telah dijanjikan Kim Jong-un.

Pernyataan itu disampaikan oleh Donald Trump, lewat akun Twitternya @realDonaldTrump. Padahal, Pompeo sendiri dijadwalkan akan bertolak ke Korut dalam waktu dekat.

Pompeo sebelumnya dijadwalkan akan melakukan kunjungan keempatnya ke Pyongyang pekan depan untuk apa yang ia gambarkan sebagai langkah selanjutnya menuju "denuklirisasi akhir Korea Utara yang sepenuhnya diverifikasi".

Perjalanan itu dapat menyebabkan Korea Utara memberi AS daftar yang menguraikan persenjataan dan fasilitas produksi bahan baku nuklirnya, menurut surat kabar Korea Selatan The Korea Times.

"Korea Utara berencana untuk menyerahkan daftar lokasi situs uji coba nuklir rahasianya serta informasi tentang hulu ledak nuklirnya ke Mike Pompeo ketika ia mengunjungi Pyongyang bulan ini," The Korea Times melaporkan, mengutip sumber yang anonim, seperti dilansir The Guardian, Kamis 23 Agustus 2018.

The Korea Times juga mengabarkan bahwa pemimpin Korea Utara Kim Jong-un akan bertatap muka dengan Pompeo.

Menetapkan daftar komprehensif mengenai ukuran program nuklir dan lokasi uji coba telah lama menjadi tuntutan para perunding AS, dan akan mewakili konsesi yang signifikan dari Korea Utara --jika Pyongyang berkehendak untuk memberikannya-- dalam hal untuk mencapai denuklirisasi.

Sebagai imbalan, Pyongyang kemungkinan akan mencari pernyataan resmi dari AS tentang akhir dari Perang Korea 1950-53, yang dulu hanya berakhir dengan gencatan senjata daripada perjanjian damai, dan upaya peringanan sanksi.

Tetapi Trump --yang tengah menghadapi banyak masalah dalam negeri dan menerima laporan independen bahwa Korea Utara telah hanya melakukan sedikit atau tidak sama sekali upaya untuk denuklirisasi-- membatalkan rencana kunjungan Pompeo ke Pyongyang.

Pemimpin AS mengatakan dia telah meminta Pompeo untuk tidak pergi ke Pyongyang "karena saya merasa kami tidak membuat kemajuan yang cukup sehubungan dengan denuklirisasi Semenanjung Korea".

Donald Trump dan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un membuat komitmen samar untuk mencapai "denuklirisasi Semenanjung Korea" pada pertemuan puncak penting di Singapura pada Juni 2018.

Trump telah menyebut bahwa pembicaraannya dengan Kim Jong-un sebagai terobosan bersejarah, tetapi kedua belah pihak sejak itu mengeluhkan tentang tersendatnya kemajuan tentang kesepatan yang mereka buat di Singapura.

Washington menyerukan embargo ekonomi pada Korea Utara untuk tetap dipertahankan, mengatakan sanksi harus tetap berlaku atau bahkan diperketat, sampai Pyongyang membongkar persenjataan nuklirnya.

Tetapi China dan Rusia berpendapat bahwa Korea Utara harus diberi imbalan dengan prospek peringanan sanksi karena telah mau membuka dialog dengan AS dan menghentikan uji coba rudal.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya