Liputan6.com, Ottawa - Kanada menyiapkan pendanaan baru senilai US$ 50 juta (berkisar Rp 762 miliar) untuk Badan PBB Urusan Pengungsi Palestina (UNRWA). Dana itu dialokasikan setelah Amerika Serikat menghentikan pendanaannya yang bernilai ratusan juta dolar untuk UNRWA pada tahun ini.
Dana yang disiapkan Kanada akan dialokasikan selama rentang dua tahun untuk membantu operasi UNRWA dalam memberikan layanan kesehatan dan pendidikan bagi pengungsi Palestina yang tersebar di beberapa titik di Timur Tengah, demikian seperti dikutip dari CBC.ca, Senin (15/10/2018).
Kementerian Luar Negeri Kanada mengatakan, dana itu diharapkan "mampu membawa stabilitas di kawasan dengan membantu orang Palestina yang tengah menghadapi kemiskinan, pengangguran, dan keterbatasan makanan."
Advertisement
Kanada juga menyebut bahwa dana itu akan turut digunakan untuk membantu UNRWA "meningkatkan netralitas dan operasi organisasinya".
Baca Juga
Pada akhir Agustus, Amerika Serikat (AS) mengakhiri seluruh pendanaannya untuk UNRWA untuk tahun 2018, dengan menyebut alasan bahwa organisasi itu mengalami "cacat yang tak dapat diperbaiki," ujar pihak Kementerian Luar Negeri AS. Lebih lanjut, Washington menyebut bahwa UNRWA beroperasi dengan "model bisnis yang tak akuntabel."
Tak dijelaskan berapa banyak anggaran yang dihentikan oleh AS kepada UNRWA untuk tahun ini, namun, Washington DC diketahui menyumbangkan lebih dari US$ 350 juta kepada organisasi itu pada tahun 2017.
Karena anggaran UNRWA mayoritas berasal dari donasi sukarela mandiri, maka, langkah AS yang memutus total donasinya untuk UNRWA, membuat lembaga tersebut mengalami defisit besar. Apalagi mengingat, Washington merupakan donor tunggal terbesar untuk badan PBB urusan pengungsi Palestina tersebut.
Rencana itu bukan mendadak dilakukan oleh AS. Pada bulan Januari 2018, Amerika Serikat mengatakan akan memangkas US$ 65 juta dari total anggaran awal US$ 125 juta yang diharapkan akan diserahkan kepada UNRWA pada awal tahun ini. Alasannya, AS ingin agar UNRWA untuk mereformasi internal organisasi dan mendesak agar negara-negara lain harus meningkatkan jumlah dana bantuaan yang mereka kontribusikan kepada badan tersebut.
Simak video pilihan berikut:
Krisis Defisit Anggaran UNRWA
Keputusan AS menghentikan pendanaannya menuai kritik dari UNRWA, PBB, dan komunitas internasional, dengan menyebut bahwa pemutusan anggaran sebanyak itu akan mengancam kelangsungan operasional organisasi tersebut --yang saat ini memberikan bantuan bagi 5,3 juta jiwa pengungsi Palestina di Yerusalem Timur, Tepi Barat, Yordania, dan di wilayah lain, dalam bentuk layanan pendidikan dan kesehatan.
Akibatnya, pada September 2018, UNRWA melaporkan bahwa mereka mengalami defisit awal sebesar US$ 440 juta pasca pemutusan anggaran dari AS.
Namun, seiring waktu, defisit itu sudah tertutup sekitar 60 persennya berkat kontribusi dari negara-negara di Timur Tengah seperti Arab Saudi, Qatar dan lain-lain, menyisakan defisit saat ini sebanyak US$ 180 juta --sebuah kekurangan yang masih cukup signifikan.
Di tengah defisit tersebut, UNRWA bertanggungjawab mengelola sebanyak 709 sekolah dengan 21.946 orang guru yang mengajar anak didik sebanyak 515.260 orang di Tepi Barat, Gaza, Yordania, Suriah, dan Lebanon. Khusus di Yordania, UNRWA mengelola 171 sekolah, 3 pusat pelatihan vokasional dengan 121.368 murid yang tersebar di 10 kamp pengungsi.
UNRWA juga memberikan layanan kesehatan bagi lebih dari 9 juta pasien Palestina di hampir 150 klinik kesehatan primer setiap tahun.
Indonesia sendiri diketahui menyumbang US$ 200.000 untuk UNRWA pada 2018. Meski terbilang kecil jika dibandingkan dengan yang didonasikan oleh AS, namun, nominal itu tidak termasuk bentuk bantuan langsung yang diberikan RI kepada Otoritas Palestina senilai US$ 2 juta dalam bentuk pengembangan kapasitas dalam rentang tahun 2019-2021.
Advertisement