Negara-Negara Ini Berpotensi Terlibat Konflik Besar, Sinyal Perang Dunia III?

Perang Dunia III menjadi kekhawatiran terbesar bagi penduduk Bumi. Sementara itu, sejumlah negara terlibat perselisihan yang mengkhawatirkan.

oleh Teddy Tri Setio Berty diperbarui 01 Des 2018, 21:00 WIB
Diterbitkan 01 Des 2018, 21:00 WIB
Jika Perang Dunia III pecah, anak-anak rentan jadi korban. Seperti di Yaman
Potret anak-anak yang terancam kelaparan akut akibat Perang Yaman (AP/Hani Mohamed)

Liputan6.com, Jakarta - Perang Dunia III menjadi kekhawatiran terbesar bagi penduduk Bumi. Tak terbayang skala kerusakan dan korban jiwa yang terjadi apabila pertempuran global kembali pecah.

Dunia sudah dua kali mengalaminya. Pertama, Perang Dunia I yang berlangsung pada tahun 1914 hingga 1918.

Meski hanya empat tahun, pertempuran dan adu senjata menewaskan sekitar 15-19 juta manusia.

Perang Dunia II bahkan lebih parah. Konflik terbuka yang berlangsung pada 1939 hingga 1945 merenggut 50-80 juta nyawa manusia.

Para korban jiwa termasuk mereka yang tewas dalam pembantaian, genosida Holocaust, pemboman yang direncanakan, terenggut nyawanya akibat kelaparan dan penyakit yang muncul sebagai dampak perang, serta akibat penggunaan senjata nuklir pertama dan satu-satunya di Hiroshima dan Nagasaki.

Belakangan, ketegangan di Semenanjung Korea telah mereda pasca pertemuan pemimpin AS, Korut, dan Korsel, Donald Trump, Kim Jong-un, dan Kim Jae-in.

Meski demikian, hubungan beberapa negara justru dianggap kian mendekati titik kritis. Misalnya, Amerika dan Rusia terkait Ukraina. 

Seperti dikutip dari situs express.co.uk, berikut negara-negara yang berpotensi terlibat konflik terbuka dalam lima tahun ke depan yang bisa jadi akan memicu Perang Dunia III:

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

1. Rusia Versus Ukraina

Presiden Ukraina Petro Poroshenko (AP/Efrem Lukatsky)
Presiden Ukraina Petro Poroshenko (AP/Efrem Lukatsky)

Rusia dan Ukraina sedang terlibat konflik. Diawali sebuah insiden di Laut Hitam pada Minggu 25 November 2018.

Kala itu, tugboat milik Ukraina berlayar untuk memandu dua kapal angkatan laut dari Odessa, di Laut Hitam, melintasi Selat Kerch ke pelabuhan Mariupol, Ukraina di Laut Azov.

Rusia menembak dua kapal angkatan laut Ukraina dan menabrak kapal ketiga. Moskow menuduh, kapal-kapal Ukraina itu memasuki wilayah perairannya secara ilegal.

Di sisi lain, para pejabat Ukraina mengatakan sedikitnya enam pelaut terluka dan membantah melakukan kesalahan. Kiev menuduh Rusia melakukan agresi militer.

Armada tersebut kini ditahan pihak Dinas Keamanan Federal Rusia (FSB) beserta 24 pelaut. Penahanan dilakukan selama dua bulan sebelum mereka diperkarakan di Pengadilan Krimea.

Presiden Ukraina, Petro etro Poroshenko menerapkan darurat militer di perbatasan selama 30 hari, dan meminta bantuan kapal-kapal NATO.

Insiden tersebut menandakan masih meningkatnya ketegangan setelah Rusia menganeksasi Krimea dan sebuah semenanjung Ukraina pada 2014.

2. Arab Saudi Versus Iran

Putra Mahkota Arab Saudi Temui PM Inggris Theresa May
Putra Mahkota Arab Saudi, Pangeran Mohammed bin Salman mengunjungi Perdana Menteri Inggris Theresa May di 10 Downing Street, London, Rabu (7/3). Kunjungan ini dirancang untuk meningkatkan hubungan keamanan dan perdagangan kedua negara. (AP/Alastair Grant)

Arab Saudi sedang jadi sorotan akibat pembunuhan sadis wartawan sekaligus kontributor The Washington Post, Jamal Khashoggi yang diduga melibatkan putra mahkota, Mohammed bin Salman.

Negara kaya minyak tersebut juga kerap terlibat konflik proksi (proxy clashes) dengan Iran. Meski sama-sama negara Islam, namun keduanya berbeda sekte: Sunni dan Syiah.

Kedua negara saat ini mendukung pihak yang berlawanan dalam konflik Suriah. Iran, bersama Rusia, mendukung Presiden Bashar Al Assad. Sementara, Arab Saudi di pihak pemberontak.

Putra Mahkota Saudi Mohammed Bin Salman saat ini juga memimpin upaya untuk membendung pengaruh Iran di negara tetangganya, Yaman.

3. Israel Versus Iran

Perang Dunia
Ilustrasi bom nuklir dalam Perang Dunia

Sejak Revolusi Islam 1979, Iran memutuskan hubungan diplomatik dan dagang dengan Israel.

Meski tak bertempur secara langsung, Teheran dan Tel Aviv dalam kondisi berseberangan.

Iran sudah lama memberikan dukungan politik dan militer untuk kelompok pro kemerdekaan Palestina, Hamas, yang berkomitmen menghancurkan Israel.

Teheran juga mendukung organisasi Hizbullah yang juga bersikap sama terhadap Israel.

Di sisi lain, Israel mendukung Mujahideen-e-Khalq, kelompok perlawanan Iran yang berupaya menggulingkan penguasa di Teheran.

4. Pakistan Versus India

Tentara India
Tentara paramiliter India membawa batu selama bentrok dengan pengunjuk rasa selama protes terhadap pembunuhan pemberontak di Srinagar, Kashmir yang dikuasai India, (1/4). (AP Photo / Dar Yasin)

Pakistan dan India pada masa lalu adalah wilayah koloni Inggris, 'British Raj'. Namun, kedua negara akhirnya berpisah pada 1947. Dan sejak saat itu, hubungan keduanya memburuk.

Kedua negara memperebutkan Kashmir. Perebutan itu memicu konflik besar antara India dan Pakistan pada 1947, 1965, dan 1999.

Gencatan senjata telah disepakati pada 2003. Namun, saling tembak dan perselisihan terus terjadi, terutama pada 2016 dan 2018.

Penduduk sipil kerap terperangkap di tengah pertempuran. Ribuan rakyat India dan Pakistan terpaksa mengungsi. Puluhan lainnya meninggal dunia.

Baik Islamabad maupun New Delhi telah berusaha berkali-kali untuk memperbaiki hubungan. Namun, hasil yang signifikan belum tercapai.

5. Amerika Serikat Versus China

Presiden AS Donald Trump didampingi Presiden China Xi Jinping saat upacara penyambutannya di Beijing
Presiden AS Donald Trump didampingi Presiden China Xi Jinping saat upacara penyambutannya di Beijing (AP Photo/Andrew Harnik)

Hubungan Amerika Serikat dan China di bawah kepemimpinan Donald Trump cenderung menurun.

Trump mengklaim, pemanasan global adalah konspirasi China. Pemerintahannya juga terlibat dalam perang dagang yang sengit dengan Tiongkok.

Trump menetapkan tarif impor untuk produk China senilai US$ 200 miliar. Di sisi lain Presiden Xi Jinping menerapkan biaya serupa untuk produk AS senilai US$ 113 miliar.

Jika tarif impor yang diterapkan Beijing dinaikkan, itu akan jadi ancaman serius bagi stabilitas politik dan ekonomi Trump.

Kedua negara belum terlibat dalam konflik skala penuh, tetapi ketegangan cenderung meningkat.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya