Kata Ilmuwan Soal Longsor Laut Penyebab Gelombang Tinggi Seperti Tsunami Anyer

Begini penjelasan ilmu pengetahuan tentang longsor laut yang menyebabkan gelombang tinggi serupa tsunami Anyer.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 23 Des 2018, 12:08 WIB
Diterbitkan 23 Des 2018, 12:08 WIB
Ilustrasi tsunami
Ilustrasi tsunami (Pixabay)

Liputan6.com, Jakarta - Beberapa kawasan di sekitar Selat Sunda terkena dampak tsunami Anyer yang terjadi pada Sabtu 22 Desember 2018 malam, sekitar pukul 21.00 WIB. Puluhan orang dilaporkan tewas dan ratusan lainnya terluka.

Menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), hingga hari ini, Minggu (23/12/2018) pukul 07.00 WIB, ada 62 korban dinyatakan tewas akibat tsunami Anyer, dan hampir sebanyak 600 orang mengalami luka-luka.

Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami pada Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG), Rahmat Triyono, sempat mengatakan bahwa tsunami yang terjadi di Selat Sunda disebabkan oleh aktivitas Gunung Anak Krakatau, dan bukan gempa bumi.

Namun, beberapa saat kemudian, Triyono kembali mengabarkan bahwa tsunami Anyer lebih tepatnya disebabkan oleh longsor bawah laut di sekitar area Gunung Anak Krakatau. Penelitian lebih lanjut masih dilakukan.

Kejadian tsunami akibat longsor bawah laut tidak hanya terjadi di Selat Sunda, melainkan di banyak lokasi yang berdekatan dengan pertemuan dua lempeng yang saling bertumbuk.

Meskipun relatif jarang terjadi, menurut Komisi Oseanografi Antar Pemerintah pada UNESCO, longsoran di bawah laut --terutama yang terkait dengan gunung berapi-- bisa menjadi gangguan impulsif, yang menarik volume besar air dan menghasilkan gelombang tsunami merusak di daerah-daerah sekitarnya.

Menurut mekanisme ini, gelombang dapat dihasilkan oleh perpindahan tiba-tiba air yang disebabkan oleh longsoran bawah laut, baik akibat ledakan gunung berapi atau runtuhnya ruang magmatik vulkanik.

Salah satu tsunami terbesar dan paling destruktif yang pernah dicatat, terjadi pada 26 Agustus 1883, setelah letusan Gunung Krakatau. Longsor laut akibat letusan ini menghasilkan gelombang setinggi 135 kaki (setara 41,2 meter), yang menghancurkan kota-kota pesisir dan desa-desa di sepanjang Selat Sunda di Pulau Jawa dan Sumatra.

Korban tewas akibat terjangan tsunami dahsyat itu mencapai 36.417 orang.

Tsunami akibat longsoran laut juga disebut menghancurkan peraban kuno Minoa di Yunani pada 1490 sebelum Masehi, yang diakibatkan oleh aktivitas vulkanik gunung api Santorini di Laut Aegean.

 

Simak video pilihan berikut:

Jarang Mengubah Garis Pantai Terdampak

Ilustrasi tsunami
Gelombang tinggi di laut Gunung Kidul Yogyakarta. (Liputan6.com/Sunariyah)

Sementara itu, menurut penjelasan situs web Departemen Ilmu Geologi pada University of Washington, Amerika Serikat (AS), gelombang tsunami dapat ditimbulkan oleh pergeseran massa air besar oleh longsoran di area laut, baik di permukaan maupun di bawah air.

Tanah longsor bawah laut, yang sering menyertai runtuhnya bangunan vulkanik, dapat mengganggu kolom air di atasnya. Hal tersebut membuat endapan dan bebatuan jatuh menyebar ke dasar laut.

Demikian pula, letusan gunung berapi di sekitar perairan laut dapat menciptakan kekuatan impulsif yang mengangkat kolom air dan menghasilkan tsunami.

Secara umum, tsunami yang dihasilkan dari mekanisme ini, tidak seperti tsunami di Pasifik yang disebabkan oleh serangkaian gempa bumi. Gelombang tinggi akibat longsor laut umumnya menghilang dengan cepat, dan jarang mengubah garis pantai yang terdampak.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya