Diganggu Hamas, Palestina Tarik Pulang Staf Pemerintahan di Rafah

Pemerintah Palestina menarik pulang staf di Rafah, perbatasan Jalur Gaza - Mesir, akibat diganggu oleh Hamas, kelompok yang de facto memerintah Gaza.

oleh Liputan6.com diperbarui 07 Jan 2019, 18:00 WIB
Diterbitkan 07 Jan 2019, 18:00 WIB
Warga Palestina membentang bendera negara mereka, bergembira menyambut rekonsiliasi antara Hamas dan Fatah
Warga Palestina membentang bendera negara mereka, bergembira menyambut rekonsiliasi antara Hamas dan Fatah (AP Photo/Khalil Hamra)

Liputan6.com, Ramallah - Pemerintah Otonomi Nasional Palestina (PNA) --yang secara de jure memerintah Negara Palestina-- pada Minggu 6 Januari 2019 memutuskan untuk menarik stafnya yang bekerja di pos penyeberangan Rafah di Jalur Gaza yang berbatasan dengan Mesir. Penarikan itu menyebut alasan tindakan Hamas sebagai penyebabnya.

Lembaga Urusan Sipil PNA mengatakan di dalam satu pernyataan bahwa "keputusan itu diambil sehubungan dengan perkembangan belakangan ini dan tindakan brutal gerombolan de facto" di Jalur Gaza.

PNA menuduh Hamas "memanggil, menangkap dan melecehkan pegawai kami", sehingga PNA menyimpulkan bahwa kehadiran mereka sia-sia, kata pernyataan tersebut, seperti dilansir Antara, Senin (7/1/2019).

PNA, katanya, mengirim staf ke pos penyeberangan Rafah "untuk meringankan penderitaan akibat pengepungan Israel" atas Jalur Gaza, demikian laporan Kantor Berita Resmi Palestina, Wafa.

Tapi "sejak kami mengambil-alih pos penyeberangan Rafah, Hamas telah menghalangi pekerjaan staf kami di sana. Kami harus memikul banyak beban untuk memberi kesempatan kepada upaya Mesir guna mengakhiri perpecahan."

Menurut pernyataan tersebut, "Hamas terus melakukan perpecahan, yang terakhir ialah memanggil, menangkap dan melecehkan pegawai kami, dan kami sampai pada kesimpulan bahwa kehadiran kami sia-sia di sana sebab Hamas menghalangi tugas dan pekerjaan kami".

Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) menguasai Jalur Gaza pada 2007 dalam konflik yang nyaris menjadi perang saudara dengan faksi Fatah, pimpinan Presiden Palestina Mahmud Abbas.

Tapi Pemerintah Otonomi Palestina (PNA) mengambil-alih kendali atas Rafah pada November 2017, sebagai bagian dari kesepakatan yang membuat Mesir membuka kembali satu pos penyeberangan perbatasan yang telah ditutup sepenuhnya sejak Agustus 2017 dan hampir sepanjang tahun itu ditutup.

 

 

Simak video pilihan berikut:

 

Beberapa Upaya Rujuk Gagal

Pria Palestina di Jalur Gaza membawa bantuan kemanusiaan dari UNRWA PBB (File / AP PHOTO)
Pria Palestina di Jalur Gaza membawa bantuan kemanusiaan dari UNRWA PBB (File / AP PHOTO)

Di lain pihak, Mesir telah mensyaratkan pembukaan pos penyeberangan Rafah, satu-satunya tempat penyeberangan perbatasan buat warga Jalur Gaza selain pos penyeberangan dengan Israel --Erez/Beit, di bawah wewenang Pemerintah Otonomi Nasional Palestina.

Kesepakatan perujukan kembali antara Pemerintah Otonomi Nasional Palestina dan Hamas --yang menguasai Jalur Gaza-- memberi Pemerintah Otonomi Palestina pengawasan penuh atas semua pos penyeberangan.

Pemerintah Otonomi Nasional Palestina berpusat di Kota Ramallah, Tepi Barat Sungai Jordan, dan hanya memerintah beberapa bagian Tepi Barat --karena beberapa wilayah itu diduduki Israel.

Pada pengujung Desember 2018, seorang juru bicara Fatah menuduh Hamas melakukan penangkapan massal anggota Fatah di Jalur Gaza, tapi Hamas membantah tuduhan itu.

Beberapa upaya untuk merujukkan Fatah dan Hamas telah gagal dalam beberapa tahun belakangan ini.

Pemerintah Otonomi Nasional Palestina, yang diakui masyarakat internasional, telah meningkatkan tekanan atas Hamas dalam beberapa bulan belakangan ini dengan mengurangi gaji pegawai negeri sipil di Jalur Gaza, yang telah lama menghadapi cekikan blokade Israel.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya