Liputan6.com, New York - Nasib Kapal John Rutledge mirip Titanic. Bedanya, ia lebih dulu karam. Sesaat setelah tengah malam, 20 Februari 1856, mualim 1 (first mate) menulis laporannya di buku harian atau logbook. "Tengah malam, angin sepoi-sepoi, kapal hanya maju sedikit melewati es," tulis Samuel Atkinson.
Kala itu, kapal tersebut dalam perjalanan dari Liverpool, Inggris menuju New York, Amerika Serikat, mengangkut besi dalam jumlah besar dan 124 manusia yang kebanyakan adalah imigran asal Irlandia.
Advertisement
Baca Juga
Pelayaran John Rutledge jauh dari lancar. Badai demi badai menerjang setelah bahtera itu meninggalkan perairan Irlandia dan memasuki Samudra Atlantik yang galak.
Hujan deras kerap turun, dengan cuaca yang gelap berkabut, dan ombak tinggi yang bikin isi perut bak dikocok.
Selama beberapa hari, palka ke kompartemen penyimpanan ditutup. Lebih dari 120 imigran di dalamnya berada di ruangan gelap itu, hanya diterangi lilin dari minyak ikan paus yang terus bergoyang. Bau asam dari muntahan isi perut menguar yang mengundang mual. Mereka dicengkeram rasa takut. Situasi di sana bak neraka.
"(Jam) 4, pagi, sama saja," tulis sang mualim, seperti dikutip dari situs newenglandhistoricalsociety.com, Selasa 19 Februari 2019.
Saat itu, John Rutledge terperangkap dalam koridor berbahaya gunung es di dekat Newfoundland. Bongkahan-bongkahan es dari glester di Greenland mengalir ke sana.
Sejumlah pelaut veteran pelaut mengaku, pada awal 1856 adalah kondisi es terburuk yang pernah mereka lihat, bahkan secara turun-temurun, dengan balok-balok es yang menjulang tinggi, dikelilingi fragmen-fragmen yang lebih kecil tajam yang dikenal sebagai growler.
"(Jam) 8, angin tenang, dan kapal semakin maju. Melewati sejumlah gunung es sangat besar. Pada (jam) 9..."
Log atau buku harian itu berakhir. Perwira kapal itu tak sempat menuliskan untaian kata lain.
Sebuah gunung es yang tajam dan berkilau mirip enamel merobek haluan kapal. Lubang besar terbentuk tepat di bawah permukaan air. Mirip Titanic, hanya dalam itungan jam, malapetaka kemudian terjadi.
Kapten kapal, Alexander Kelley lalu memerintahkan orang-orang meninggalkan kapal yang nyaris karam. Lima sekoci diturunkan dan berlayar secara terpisah di tengah kabut tebal, meninggalkan 30 manusia yang masih ada di dalam kapal, termasuk sang mualim, Samuel Atkinson.
Thomas Nye ada di sekoci nomor lima bersama 12 orang lainnya. Ada segalon air dan sekitar 6 pon biskuit yang dibuat dari adonan tepung dan air, juga sebotol brendi yang diberikan Kapten Kelley kepada Nye pada saat-saat terakhir.
Namun perbekalan itu binasa dalam sekejap tersapu ombak yang menerjang perahu terbuka itu.
Mereka yang kehausan terpaksa meminum air laut yang asin dan tak mampu melegakan tenggorokan.
Setelah itu, kegilaan terjadi. Orang-orang mengalami delusi, kemarahan yang memuncak hingga ubun-ubun, suasana hati berubah cepat. Seorang pria mendadak emosi dan menjambak rambut istrinya. Seorang awak kapal mengigit lengan istri mualim keras-keras.
Beberapa orang sudah tewas, sisanya segera menyusul. Setelah sembilan hari terombang-ambing, tinggal Nye yang bernyawa di Sekoci Nomor 5. Empat jasad yang sudah beku ada di sekelilingnya.
Nye tahu, ia tak boleh meminum air laut, betapa pun dahaga menyiksanya. Keputusan itulah yang menyelamatkan nyawanya. Meski, ia tak punya daya untuk mendorong jasad-jasad yang ada dalam kapal.
Lalu, Nye melihat noktah di cakrawala. Kian lama, titik tersebut kian besar dan menunjukkan rupanya. Apakah itu kapal atau jangan-jangan fatamorgana?
Nye berdoa dengan sepenuh hati, berharap apa yang ia lihat adalah nyata. Ia kemudian melepas pakaian dari sesosok jasad dan melambaikannya dengan sisa-sisa tenaga yang ada.
Seseorang di Germania, kapal pengangkut Amerika yang berlayar dari Prancis melihat sebuah sekoci. Diduga ada penyintas di dalamnya.
Awalnya, mualim atau wakil nakhoda Germania, Charles Hervey Townsend mengira, Nye adalah jasad yang digerakkan ombak. "Tak mungkin ada yang selamat di sana di tengah musim dingin," itu yang ada dalam pikirannya.
Townsend kemudian mengarahkan teropong. "Tunggu sebentar," kata dia. Dengan matanya sendiri, ia menyaksikan sosok manusia hidup.
Nye melambai lemah. Townsend balik melambai ke arahnya.
Bahwa Germania bisa ada di sana adalah hal mengejutkan. Itu mungkin kapal terakhir yang berada di garis lintang tersebut. Lainnya memilih melipir ke selatan, untuk menghindari bongkahan es.
"Melihat sebuah perahu dengan seorang pria yang bergerak," kata Townsend dalam buku harian kapal.
"Mengirimkan perahu ke sana. Kedatanganku dan empat pria lain membuatnya lega bukan kepalang. Kami menemukan, ia adalah salah satu awak Kapal John Rutledge dari Liverpool ke New New York, yang binasa di dalam medan es yang sangat luas..."
Saksikan video terkait Titanic berikut ini:
Firasat Aneh
Kabar nahas yang menimpa John Rutledge diketahui publik usai Germania berlabuh di New York pada Maret 1856.
"Appalling Catastrophe at Sea (bencana mengerikan di laut)," judul itu terpampang di halaman muka New York Herald.
Apa yang menimpa Thomas Nye, satu-satunya orang yang selamat dalam tragedi itu, kemudian menyebar luas.
Nye lolos dari maut dalam kondisi relatif baik. Ia mendapatkan perawatan medis yang cermat dari Sarah Wood, istri kapten Germania.
Perempuan itu menyelamatkan kaki Nye dari gangren dan kemungkinan amputasi. Pada akhirnya, pemuda hanya kehilangan dua jari.
Pada tahun 1903, hanya beberapa pekan sebelum usianya mencapai 70 tahun, Nye mengisahkan hal aneh yang ia rasakan.
Entah kenapa perasaannya sungguh tenang pada tanggal 29 Februari 1856, tepat sebelum ia melihat Kapal Germania yang melintas.
Ketenangan itu ia yakini sebagai kepasrahannya menerima kematian.
"Aku merasa perjalananku akan segera berakhir," kata dia. "Tepat sebelum tengah hari aku melihat sebuah kapal bergerak maju, dengan layar yang naik turun. Lalu aku tahu ada yang melihatku dan bahwa saat pembebasanku sudah dekat."
Begitu Germania membawanya ke pantai, Thomas Nye tidak pernah kembali ke laut.
Tak hanya kecelakaan nahas yang mengakhiri riwayat Kapal John Rutledge, sejumlah peristiwa bersejarah juga terjadi pada tanggal 20 Februari.
Pada 1919, Perdana Menteri Prancis, George Clemenceau mengalami cedera akibat upaya pembunuhan yang menargetkan dirinya.
Sementara, pada 1962, John Glenn menjadi orang Amerika Serikat pertama yang mengorbit Bumi dengan menaiki Friendship 7.
Dan, pada 20 Februari 2017, Sudah Selatan dinyatakan mengalami kelaparan yang berdampak pada 4,9 juta manusia.
Advertisement