Pelaku Penembakan di Selandia Baru Terinspirasi Pembunuh Massal Norwegia, Ini Buktinya?

Penembak masjid Selandia Baru diduga kuat terinspirasi oleh pembunuh massal Anders Behring Breivik di Oslo, Norwegia.

oleh Tanti Yulianingsih diperbarui 16 Mar 2019, 19:56 WIB
Diterbitkan 16 Mar 2019, 19:56 WIB
Brenton Tarrant (kiri) dan Anders Behring Breivik (kanan) (Foto: AFP/Twitter)
Brenton Tarrant (kiri) dan Anders Behring Breivik (kanan) (Foto: AFP/Twitter)

Liputan6.com, Oslo - Pelaku utama penembakan di masjid Selandia Baru, Brenton Tarrant mengklaim terinspirasi ekstremis sayap kanan Norwegia Anders Behring Breivik. Metode dan motif serangan mematikan di Christchurch pada Jumat 15 Maret 2019 bahkan disebut-sebut menyerupai pembantaian di Pulau Utoya, Oslo pada 2011.

Tak disangka ekstremis di seluruh dunia berusaha meniru Breivik sejak serangan mematikannya di Norwegia yang menewaskan 77 orang pada tahun 2011.

Seperti dikutip dari Indian Express, Sabtu (16/3/2019), jika ditelisik, penembakan di Selandia Baru ini memang memiliki beberapa kemiripan dengan serangan yang dilakukan Breivik. Di antaranya penembakan massal, korban multikultural, manifesto rasis yang diterbitkan secara online dan senjata dengan tulisan.

Dalam dokumen setebal 73 halaman yang diposting di Twitter sesaat sebelum serangan, pelaku penembakan di Christchurch mengatakan dia terinspirasi Knight Justiciar Breivik, menggunakan istilah yang mengingatkan kita pada sebutan untuk ekstrimis Norwegia.

"Saya hanya memiliki kontak singkat dengan Knight Justiciar Breivik, menerima berkat untuk misi saya setelah menghubungi saudara ksatria," tulis si penembak.

Kendati demikian, klaim Brenton Tarrant disangsikan oleh seorang pengacara Breivik, Oystein Storrvik. Ia mengatakan kepada surat kabar Verdens Gang bahwa "tampaknya tidak mungkin" penyerang Christchurch melakukan kontak langsung dengan Breivik, mengingat kontrol ketat terhadap kliennya di penjara.

Breivik menewaskan 77 orang pada 22 Juli 2011 ketika ia meledakkan bom van di dekat kantor pemerintah di Oslo, kemudian menembaki sebuah kamp pemuda di Pulau Utoya. Ketika itu dia mengatakan telah membunuh korbannya karena mereka menganut multikulturalisme.

Orang Norwegia yang sekarang berusia 40 tahun itu juga telah memposting manifesto lebih dari 1.500 halaman, berisi permintaan orang lain untuk mengikuti teladannya.

Perdana Menteri Australia Scott Morrison menggambarkan penyerang Christchurch sebagai "teroris ekstremis sayap kanan, dan ganas".

Bagi Norwegia, serangan Christchurch membawa kembali kenangan akan serangan Breivik, peristiwa paling kejam sejak Perang Dunia II.

"Itu mengingatkan kenangan menyakitkan," kata Perdana Menteri Norwegia Erna Solberg.

"Siapa pun yang pernah kehilangan orang yang dicintai, apakah itu karena terorisme atau tidak, mengerti apa yang akan dialami keluarga-keluarga ini," ujar Vanessa Svebakk, seorang warga Norwegia yang juga memegang kewarganegaraan Selandia Baru dan kehilangan putrinya yang berusia 14 tahun dalam serangan Utoya, kepada AFP.

"Tetapi bagi kita yang kehilangan seseorang karena terorisme, perasaan sedih lebih besar", ujar Kepala Pusat Penelitian Ekstremisme Universitas Oslo Tore Bjorgo. Ia menambahkan bahwa "jelas ada banyak ide yang sama di balik" dua serangan.

Mereka termasuk, antara lain, "gagasan bahwa peradaban Eropa terancam oleh imigrasi pada umumnya dan imigrasi Muslim pada khususnya, dan bahwa sah bagi sebagian orang untuk menggunakan kekerasan ekstrem untuk menghentikannya," kata Bjorgo kepada AFP.

"Ada indikasi yang cukup jelas dalam manifesto (Christchurch) bahwa kita sedang berhadapan dengan seorang supremasi kulit putih," kata Jean-Yves Camus, seorang ahli Prancis tentang gerakan sayap kanan.

"Manifes itu lebih jauh dari apa yang ditulis Breivik. Breivik tidak menggambarkan dirinya sebagai fasis," jelas Jean-Yves Camus.

Seperti Breivik, pembunuh Christchurch membandingkan dirinya dalam manifestonya dengan Nelson Mandela, mengatakan bahwa dia bahkan berharap memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian suatu hari nanti.

Kedua penyerang berbagi "narsisme ini, gambar kebanggaan diri mereka sendiri," kata peneliti terorisme Swedia Magnus Ranstorp kepada AFP.

Breivik, yang sekarang bernama Fjotolf Hansen, menjalani hukuman 21 tahun yang dapat diperpanjang tanpa batas waktu. Ia ditahan secara terpisah tanpa akses internet, dan kontaknya yang terbatas dengan dunia luar diawasi dengan ketat, kadang-kadang diblokir.

"Jika korespondensi dapat menginspirasi tindakan kekerasan, maka kami diizinkan untuk menghentikannya," tegas Wakil Kepala Penjara Skien di mana Breivik dipenjara, Espen Jambak, mengatakan kepada AFP.

"Kami merasa kami memiliki kontrol yang baik" atas korespondensinya, kata Espen Jambak.

Serangan Breivik telah mengilhami para ekstremis lain di masa lalu.

Pada 22 Juli 2016, tepat lima tahun setelah serangan Norwegia, seorang pemuda dengan masalah kesehatan mental dan dikatakan terobsesi dengan Breivik menewaskan sembilan orang di pusat perbelanjaan Munich sebelum melakukan bunuh diri.

"Ada juga plot teror lain yang terinspirasi oleh Breivik pada tahap yang kurang lebih maju, di Polandia, Republik Ceko, Prancis dan Amerika Serikat," kata peneliti Bjorgo.

Setiap serangan berisiko memicu serangan baru.

Serangan Selandia Baru "jelas dirancang untuk menginspirasi orang lain, baik yang berada di sayap kanan ekstrem dan ekstremis lain," kata korban selamat serangan di Pulau Utoya, Bjorn Ihler kepada AFP.

"Bahwa itu difilmkan secara langsung menunjukkan ada strategi yang disengaja untuk membuat narasi yang dapat digunakan oleh para ekstremis di kedua sisi."

Saksikan juga video terkait penembakan di Selandia Baru berikut ini: 

Isi Manifesto

Wajah dan Senjata Terduga Pelaku Penembakan di Masjid Selandia Baru
Wajah Brenton Tarrant terduga pelaku penambakan di Christchurch, Selandia Baru, Jumat (15/3). Warga Australia berusia 28 tahun tersebut melepaskan tembakan secara brutal ke dua masjid di Christchurch. (AP Photo)

Dalam manifesto setebal 73 halaman yang diposting online, pria itu juga mendeskripsikan diri sebagai, "pria kulit putih biasa."

Pria berusia 28 tahun itu juga mengaku lahir di keluarga kelas pekerja, dengan penghasilan rendah. "...yang memutuskan ambil sikap demi kepastian masa depan orang-orangku," demikian dikutip dari situs News.com.au, Jumat 15 maret 2019.

Pria yang dilaporkan berasal dari Grafton itu mengaku punya tujuan melakukan serangan. "...untuk mengurangi tingkat imigrasi ke tanah-tanah Eropa secara langsung."

Aparat antiterorisme di New South Wales, Australia segera melakukan investigasi setelah menerima laporan bahwa pelaku berasal dari wilayahnya.

Petunjuk lain soal pelaku diketahui dari foto header di akun Twitter milik Brenton Tarrant yang menunjukkan seorang korban serangan teror Bastille Day di Nice, Prancis pada 2016 lalu.

Foto yang diambil fotografer Reuters Eric Gaillard melambangkan serangan teror yang menewaskan 84 orang, kala sebuah truk menabrak kerumunan orang.

Perdana Menteri Australia, Scott Morrison mengonfirmasi bahwa salah satu pelaku yang ditahan aparat Selandia Baru adalah warga negaranya.

"Ia adalah seorang ekstremis, pendukung sayap kanan, seorang teoris kejam," kata PM Australia.

Selengkapnya di sini.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya