Pengacara Top Malaysia: Siti Aisyah Bebas, Mengapa Doan Thi Huong Tidak?

Dewan pengacara Malaysia meminta Jaksa Agung menjelaskan mengapa WN Vietnam terdakwa kasus pembunuhan Kim Jong-nam tidak dibebaskan.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 17 Mar 2019, 19:10 WIB
Diterbitkan 17 Mar 2019, 19:10 WIB
Pembunuhan Kim Jong-nam
Tersangka Doan Thi Huong asal Vietnam tiba untuk menjalani sidang pembunuhan kaka tiri Kim Jong-un, Kim Jong-nam di Departemen Kimia Malaysia, Petaling Jaya, Kuala Lumpur, (9/10). (AFP Photo/Mohd Rasfan)

Liputan6.com, Kuala Lumpur - Dewan perhimpunan pengacara Malaysia meminta Jaksa Agung Negeri Jiran menjelaskan mengapa WN Vietnam terdakwa kasus pembunuhan Kim Jong-nam --kakak tiri Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un-- tidak dibebaskan, ketika seorang terdakwa lain dari Indonesia telah menghirup udara bebas.

"Jaksa Agung Tommy Thomas harus menjelaskan ketidakkonsistenan tersebut, terutama karena kasus ini telah menarik perhatian dunia," kata Ketua Badan Peguam Malaysia (The Malaysian Bar) yang baru terpilih, Abdul Fareed Abdul Gafoor, dalam sebuah pernyataan dikutip dari The Strait Times, Minggu (17/3/2019).

Setelah Kim Jong-nam terbunuh di bandara Kuala Lumpur pada tahun 2017, Siti Aisyah, WN Indonesia, dan Doan Thi Huong, WN Vietnam, didakwa dengan pembunuhan dan dituduh mengusap racun saraf VX ke wajah korban, kata pihak berwenang Malaysia kala itu.

Dakwaan terhadap Siti telah ditarik dua pekan lalu dan pengadilan membebaskannya dalam persidangan 11 Maret 2019 di mahkamah tinggi Malaysia di Kuala Lumpur.

"Dengan mempertimbangkan hubungan baik antara negara kita masing-masing ... jaksa penuntut meminta Pengadilan untuk memerintahkan 'discharge not amounting to an acquittal' (DNAA)," kata Jaksa Tommy dalam sebuah surat kepada Menteri Hukum dan HAM RI Yasonna Laoly.

DNAA berarti dibebaskan dari dakwaan dan dilepaskan dari penahanan, namun tak sepenuhnya tidak bersalah. Seperti dikutip dari The Edge Markets Malaysia, DNAA terjadi ketika sebuah dakwaan berawal dari tuntutan yang tak mendasar, tak cukup bukti kuat, penyelidikan yang tak komplet, dan alasan-alasan lain.

Namun, seperti dikutip dari situs resmi Audit Hukum Malaysia, pakar hukum menilai bahwa DNAA memungkinkan mantan terdakwa untuk bisa didakwa lagi jika unsur-unsur untuk dakwaan lain terpenuhi pada kemudian hari.

Di sisi lain, Doan Thi Huong tidak menerima keputusan serupa seperti Siti Aisyah dalam persidangan 11 Maret 2019. Ia justru masih harus menjalani serangkaian proses hukum.

"Ada banyak pertanyaan tentang mengapa satu orang dibebaskan dan dakwaan terhadapnya ditarik, sementara yang lain tidak dan tetap didakwa," kata Abdul Fareed setelah pertemuan umum tahunan dewan pada hari Sabtu.

Menuai Kritik dari Publik Malaysia

Pembebasan Siti Aisyah yang tiba-tiba, namun meninggalkan sesama terdakwa dari Vietnam Doan Thi Huong tetap berada di balik penahanan, menuai kritik dari publik Malaysia.

Doan dilaporkan menangis terisak sambil memeluk Siti Aisyah ketika tahu bahwa hanya perempuan WNI itu yang dibebaskan oleh hakim dalam persidangan di pengadilan tinggi Malaysia di Kuala Lumpur pada 11 Maret 2019, kantor berita AFP melaporkan.

Warga Negeri Jiran juga mengkritik bahwa Kuala Lumpur diduga tunduk terhadap tekanan diplomatik dari Indonesia.

"Setiap pemerintah sekarang bisa menekan Malaysia untuk membebaskan seorang tersangka dalam kasus kriminal?" tulis satu pengguna Facebook.

Yang lain, John Lim, berkomentar bahwa pembebasan Aisyah "jelas tidak sesuai dengan aturan hukum".

Siti Aisyah dan Doan Thi Huong selalu membantah pembunuhan, bersikeras mereka ditipu oleh mata-mata Korea Utara untuk melakukan serangan menggunakan agen saraf beracun kepada korban dan berpikir itu hanya lelucon.

Pengacara Huong sekarang telah meminta jaksa agung untuk mencabut dakwaan pembunuhannya.

Para pengacara selalu menyusun kasus dengan mempresentasikan kliennya sebagai kambing hitam. Mereka mengatakan para pembunuh sebenarnya adalah empat warga Korea Utara, yang secara resmi dituduh melakukan kejahatan bersama para perempuan itu, namun melarikan diri dari Malaysia tak lama setelah pembunuhan.

 

Simak video pilihan berikut:

 

Pembebasan Siti Aisyah Sudah Sesuai Aturan Hukum

Siti Aisyah Digiring ke TKP Pembunuhan Jong-nam
Tersangka kasus pembunuhan Kim Jong-nam, Siti Aisyah dan Doan Thi Huong, dikawal polisi menuju Bandara Internasional Kuala Lumpur, Selasa (24/10). Keduanya melakukan reka ulang kejadian di tempat keduanya dituding meracuni Kim Jong-nam. (AP/Sadiq Asyraf)

Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad mengatakan pada Selasa 12 Maret 2019 bahwa pembebasan seorang perempuan Indonesia yang diadili karena diduga membunuh kakak tiri pemimpin Korea Utara Kim Jong-un sudah mengikuti "aturan hukum". Komentar Dr. M menepis kecurigaan publik di luar Indonesia atas dugaan campur tangan dan upaya lobi yang intens dari Jakarta.

Siti Aisyah dibebaskan oleh pengadilan Malaysia Senin 11 Maret 2019 setelah jaksa menarik tuduhan atas alasan bahwa kasus pembunuhan terjadi tanpa penjelasan, lebih dari dua tahun setelah penangkapannya atas pembunuhan Kim Jong-nam pada 2017 di Bandara Internasional Kuala Lumpur.

Pembebasannya yang tiba-tiba menimbulkan pertanyaan publik di luar Indonesia tentang campur tangan pemerintah RI dalam sistem peradilan Malaysia, menurut laporan Channel News Asia, terutama setelah pemerintah Indonesia mengungkapkan bahwa mereka telah 'melobi' Kuala Lumpur dalam kasus ini, termasuk tekanan dari Presiden Joko Widodo.

Namun Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad mengatakan kepada wartawan di parlemen bahwa keputusan itu sejalan dengan "aturan hukum".

"Ada undang-undang yang memungkinkan tuduhan ditarik. Itulah yang terjadi. Saya tidak tahu secara rinci alasannya," katanya, seperti dikutip dari Channel News Asia (12/3/2019) seraya menambahkan dia tidak mengetahui adanya negosiasi antara Indonesia dan Malaysia mengenai pembebasan Siti Aisyah.

Pada Senin 11 Maret, Kementeran Hukum dan HAM RI merilis surat yang dikirimkan oleh Menteri Yasonal Laoly pekan lalu kepada Jaksa Agung Malaysia Tommy Thomas, yang mengatakan bahwa Siti Aisyah telah "ditipu" dan meminta pembebasannya. Jaksa Agung menyetujui permintaan itu lalu dan hakim pengadilan tinggi mengetuk palu pada 11 Maret 2019.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya