Mahkamah Agung Filipina Perintahkan Bongkar Bukti Perang Narkoba yang Mematikan

Otoritas hukum Filipina diperintahkan oleh mahkamah agung setempat untuk membongkar seluruh bukti tewasnya ribuan orang, terkait perang narkoba oleh Rodrigo Duterte.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 03 Apr 2019, 13:28 WIB
Diterbitkan 03 Apr 2019, 13:28 WIB
Kerabat korban korban penumpasan narkoba Presiden Rodrigo Duterte satu sama lain di pemakaman di kota Quezon pada bulan Maret. (AP/Bullit Marquez)
Kerabat korban korban penumpasan narkoba Presiden Rodrigo Duterte satu sama lain di pemakaman di kota Quezon pada bulan Maret. (AP/Bullit Marquez)

Liputan6.com, Manila - Mahkamah Agung Filipina pada Selasa 2 April, memerintahkan pembongkaran bukti dokumen polisi tentang tewasnya ribuan orang dalam perang narkoba di bawah pemerintahan Rodrigo Duterte.

Hal itu dimaksudkan untuk menguak kejelasan hukum tentang sekian banyak penembakan oleh aparat yang dilakukan di luar hukum (extrajudicial killing), demikian sebagaimana dikutip dari The Guardian pada Rabu (3/4/2019).

Juru bicara Mahkamah Agung Filipina, Brian Keith Hosaka, memerintahkan pengacara umum untuk beberkan laporan polisi kepada dua kelompok hak asasi, Free Legal Assistance Group dan Center for International Law.

Pengadilan beranggotakan 15 orang itu, di mana para hakimnya baru saja mengadakan pertemuan di utara kota Baguio, belum memutuskan untuk membuat petisi terpisah terhadap kampanye anti-narkoba Presiden Rodrigo Duterte, sebagai kebijakan yang tidak konstitusional.

Menurut angka resmi yang dikeluarkan oleh Badan Penegakan Narkoba Filipina (PDEA), lebih dari 5.000 orang tewas, sebagian besar di tangan polisi, antara Juli 2016 dan akhir November 2017.

Jumlah korban resmi jauh dari perkiraan yang diberikan oleh kelompok-kelompok hak asasi dan juru kampanye untuk para korban, yang bervariasi dari 12.000 hingga 20.000.

Banyak dari eksekusi di lapangan tersebut tidak berdokumen, dan dilakukan oleh "regu kematian" dari milisi tidak resmi, kata salah satu kelompok hak asasi manusia.

Pengacara umum Jose Calida sebelumnya telah menyetujui rilis dokumen polisi ke Mahkamah Agung, tetapi menolak permintaan kedua kelompok hak asasi, dengan alasan bahwa tindakan seperti itu akan merusak penegakan hukum dan keamanan nasional.

 

Simak video pilihan berikut:

Langkah Besar untuk Transparansi dan Akuntabilitas

Ilustrasi bendera Filipina (AFP/Noel Cells)
Ilustrasi bendera Filipina (AFP/Noel Cells)

Pemimpin kelompok Free Legal Assistance Group, Jose Manuel "Chel" Diokno, mengatakan bahwa keputusan Mahkamah Agung Filipina sebagai langkah besar untuk transparansi dan akuntabilitas.

Menurutnya, dokumen-dokumen itu akan membantu kelompok pengacara hak asasi manusia memeriksa tindakan keras oleh polisi atas perintah Rodrigo Duterte sejak pertengahan 2016.

Selain itu, kebijakan tersebut juga bisa menjadi bukti dari sejumlah besar pembunuhan, yang diklaim oleh Duterte dan polisi setempat, terjadi karena tersangka melawan penegak hukum.

Joel Butuyan, pemimpin Centre for International Law, mengatakan: "Ini adalah pernyataan tegas oleh Mahkamah Agung, bahwa lembaga tersebut tidak akan membiarkan aturan hukum diinjak-injak dalam perang melawan narkoba. Ini adalah keputusan yang sangat penting."

Lebih dari 5.000 tersangka narkotika yang miskin tewas dalam baku tembak dengan polisi, di mana hal tersebut membuat khawatir banyak negara Barat, pakar dan pengawas hak asasi manusia.

Duterte membantah telah memerintahkan pembunuhan ilegal (extrajudicial killing), meskipun ia secara terbuka mengancam para tersangka narkoba dengan kematian.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya