Eks Presiden Sudan Akan Diperiksa Atas Dugaan Pendanaan Terorisme

Jaksa Sudan telah memerintahkan presiden yang dimakzulkan, Omar Al-Bashir, untuk diinterogasi atas tuduhan pencucian uang dan pendanaan terorisme.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 05 Mei 2019, 17:21 WIB
Diterbitkan 05 Mei 2019, 17:21 WIB
20160307-Presiden Sudan Omar Al Bashir -Jakarta
Presiden Sudan Omar Al Bashir ketika melakukan wawancara khusus dengan redaksi Liputan6.com di Jakarta, Senin (7/3/2016). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Khartoum - Jaksa Sudan telah memerintahkan presiden yang dimakzulkan Omar Al-Bashir untuk diinterogasi atas tuduhan pencucian uang dan pendanaan terorisme.

Tokoh pejabat senior Sudan yang anonim juga akan diselidiki karena kejahatan keuangan.

Seruan pemeriksaan datang ketika ratusan ribu massa bergabung dalam aksi untuk menuntut tentara memberi jalan kepada pemerintahan sipil.

Bashir dimakzulkan oleh militer pada 11 April 2019 menyusul demonstrasi massa berbulan-bulan yang menentang 30 tahun kekuasaannya.

Ia juga masih dicari oleh Mahkamah Pidana Internasional (ICC) di Den Haag atas tuduhan kejahatan perang dalam konflik di wilayah Darfur, Sudan.

Uni Afrika Desak Militer Sudan Serahkan Kedaulatan kepada Sipil

Aksi protes besar-besaran di ibu kota Sudan, menuntut pemerintahan Omar al-Bashir turun dari jabatannya (AFP/Ebrahim Hamid)
Aksi protes besar-besaran di ibu kota Sudan, menuntut pemerintahan Omar al-Bashir turun dari jabatannya (AFP/Ebrahim Hamid)

Pekan ini, Uni Afrika memberikan tenggat waktu 60 hari bagi penguasa militer Sudan untuk menyerahkan kekuasaan kepada otoritas sipil. Jika tidak maka ancamannya menghadapi penangguhan.

Ancaman terbaru itu disampaikan pada Rabu 1 Mei, setelah para pemimpin militer Sudan mengabaikan tenggat waktu sebelumnya untuk menyingkir dari kekuasaan dalam periode 15 hari, yang ditetapkan oleh Uni Afrika pada 15 April.

Dewan Perdamaian dan Keamanan Uni Afrika mengatakan pihaknya mencatat kegagalan militer dalam mentransfer kekuasaan kepada otoritas sipil "dengan penyesalan yang mendalam", demikian sebagaimana dikutip dari Al Jazeera pada Kamis (2/5/2019).

Blok itu juga menegaskan kembali: "Transisi yang dipimpin militer tidak dapat diterima karena bertentangan dengan keinginan dan aspirasi sah terhadap lembaga-lembaga dan proses demokrasi, serta penghormatan hak asasi manusia dan kebebasan rakyat Sudan."

Militer mengambil alih kekuasaan di Sudan setelah menggulingkan penguasa lama negara itu, Omar al-Bashir, yang diikuti oleh protes anti-pemerintah selama berbulan-bulan.

Ia berjanji akan mengadakan pemilu dalam jangka waktu dua tahun, tetapi para demonstran menolak itu dan tetap berada di jalan-jalan ibu kota, Khartoum, menuntut pemerintahan sipil segera.

Dewan, yang dipimpin oleh Jenderal Abdul Fattah al-Burhan, telah bernegosiasi dengan para pemimpin protes tentang pembentukan pemerintahan transisi baru.

Namun kedua belah pihak terbagi menjadi dua kubu, dengan dominasi pengaruh oleh orang-orang yang ditunjuk al-Bashir.

Militer Dituduh Ingin Berkuasa

Menteri Pertahanan Awad Ibn Auf, kepala kudeta Presiden Omar al-Bashir. (AFP)
Menteri Pertahanan Awad Ibn Auf, kepala kudeta Presiden Omar al-Bashir. (AFP)

Asosiasi Profesional Sudan (SPA) dan sekutunya, yang mengorganisir demonstrasi empat bulan untuk mengusir al-Bashir dari kekuasaan, menuduh para jenderal sengaja mempertahankan kekuasaan.

Kelompok itu menyerukan aksi massa pada hari Kamis dan mengancam akan melakukan demonstrasi besar-besaran.

Militer, sementara itu, telah memperingatkan tentang "kekacauan lebih lanjut", dan menuntut para pengunjuk rasa membersihkan penghalang jalan di sekitar tempat mereka berkumpul di luar markas militer di Khartoum.

Sementara itu, seorang pejabat tinggi Uni Arab EMirat (UAE) mengatakan negara-negara Arab mendukung transisi "tertib" di Sudan, yang menyeimbangkan ambisi rakyat dan stabilitas.

"Benar-benar sah bagi negara-negara Arab untuk mendukung transisi yang tertib dan stabil di Sudan," kata Menteri Luar Negeri UAE Anwar Gargash di Twitter

"Kami telah mengalami kekacauan habis-habisan di wilayah ini dan, secara masuk akal, tidak perlu lebih dari itu," tambahnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya