Liputan6.com, Honolulu - Sebuah kelompok aktivis lingkungan mengumumkan telah berhasil mengangkat lebih dari 40 ton sampah plastik dari Samudra Pasifik.
Kelompok itu, Ocean Voyages Institute, mengatakan misi terkait adalah "pembersihan laut terbesar dan paling sukses hingga saat ini" di Patch --sebutan bagi area besar sampah mengapung-- Pasifik.
Dikutip dari CNN pada Senin (1/7/2019), area sampah apung banyak ditemukan di antara Hawaii dan California, yang merupakan konsentrasi puing terapung terbesar di dunia.
Advertisement
Baca Juga
Dengan menggunakan teknologi satelit dan pesawat tanpa awak (drone), para kru mengangkat ribuan jenis sampah plastik, termasuk botol deterjen, perabotan, dan mainan anak-anak.
Mereka juga mengumpulkan alat tangkap yang disebut "jaring hantu", di mana masing-msing seberat 5 ton dan 8 ton. Ini adalah jaring besar yang terbuat dari nilon atau polipropilena, di mana fungsinya untuk menjari puing-puing plastik yang mengapung dan melayang di lautan.
"Jaring hantu raksasa sangat penting untuk mengeluarkan sampah dari lautan. Sementara untuk ukuran yang lebih kecil, terkadang jaring ini melilit paus dan lumba-lumba hingga membunuhnya," kata Mary Crowley, pendiri Ocean Voyages Institute, kepada CNN.
Sekitar 1,5 ton sampah plastik yang terkumpul diberikan kepada program seni pascasarjana Universitas Hawaii dan seniman individu di pulau itu, kata Crowley.
Para seniman berencana untuk mengubah sampah plastik menjadi patung dan karya lainnya.
Adapun jumlah yang tersisa diharapkan akan diproses oleh Schnitzer Steel --sebuah perusahaan daur ulang terkemuka di Asia Pasifik-- dan dikirim ke pabrik H-POWER Hawaii untuk diubah menjadi energi.
Masih Ada Risiko Lebih Banyak Sampah Plastik
Empat puluh ton mungkin tampak sangat banyak, di mana beratnya setara dengan sekitar 24 mobil, atau 6 ekor gajah dewasa.
Tetapi ekspedisi 25 hari mungkin tidak sepenuhnya dikatakan berhasil, karena diperkirakan 1,15 hingga 2,41 juta ton plastik memasuki lautan setiap tahunnya.
"Apa yang telah kami lakukan di sana kecil dibandingkan dengan besarnya masalah, tetapi ini dapat diskalakan dan dapat membawa manfaat, meski belum banyak," kata Crowley.
"Apa yang kami lakukan telah menyelamatkan banyak ikan, lumba-lumba, dan paus. Itu adalah bukti nyata konsep tentang dapat menemukan puing-puing, lalu mengambilnya secara efektif dan efisien, mengangat dan menggunakannya kembali melalui daur ulang," lanjutnya optimis.
Tambalan sampah seperti yang ada di Samudra Pasifik terbentuk karena arus laut memutar memutar yang disebut pilin, di mana mampu menarik benda ke satu lokasi, ujar lembaga Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional AS (NOAA).
Daerah puing-puing ini membahayakan satwa liar ketika hewan terjerat dalam sampah atau menelannya. Material --mulai dari plastik hingga sampah lainnya-- membutuhkan "waktu yang sangat lama" untuk dipecah, kata NOAA.
Crowley mengatakan kelompoknya merencanakan ekspedisi pembersihan tiga bulan yang lebih lama di masa depan, dan berharap organisasi lain dapat mengikutinya.
Advertisement
Sampah Plastik Ditemukan di Tempat Terpencil
Salah satu dampak terburuk dari keberadaan sampah plastik, yang dibuktikan beberapa bulan lalu, terjadi di Kepulauan Cocos yang berada di tengah Samudera Hindia.
Penemuan itu adalah hasil dari survei polusi plastik di seluruh pesisir Kepulauan Cocos, sebuah Wilayah Luar negeri Australia yang terdiri dari 2 atol dan 27 kepulauan koral.
Diperkirakan 414 juta puing sampah plastik kini mengotori pulau-pulau terpencil di sana, dan sebagian besar di antaranya terkubur di bawah permukaan tanah, demikian menurut laporan yang diterbitkan pada 16 Mei dalam jurnal Scientific Reports.
Para ilmuwan mensurvei tujuh dari 27 pulau, yang merupakan 88 persen dari total daratan pulau-pulau itu. Mereka memperkirakan bahwa tanah-tanah di sana dipenuhi dengan 262 ton (238 metrik ton) plastik.
Seperempat dari puing-puing itu adalah barang sekali pakai seperti sedotan, tas dan sikat gigi (sekitar 373.000). Para peneliti juga mengidentifikasi sekitar 977.000 sepatu.
Sekitar 93 persen dari potongan-potongan sampah yang ditemukan, yang didominasi oleh potongan-potongan plastik berukuran mikro, terkubur di bawah permukaan tanah dalam waktu yang relatif lama.
Tetapi karena para peneliti hanya menggali 3,94 inci (10 sentimeter) ke dalam pasir, dan tidak dapat mengakses beberapa pantai yang diketahui memiliki banyak potongan sampah, maka mereka menyimpulkan bahwa faktanya kemungkinan bisa lebih tinggi.