Puluhan Ribu Perempuan Turun ke Jalanan Brasil, Mengecam Presiden Bolsonaro

Puluhan ribu wanita Brasil, baik muda dan yang telah berumur, mengadakan protes pada Rabu 14 Agustus 2019.

oleh Siti Khotimah diperbarui 15 Agu 2019, 06:02 WIB
Diterbitkan 15 Agu 2019, 06:02 WIB
Perempuan Pribumi Brasil Protes Kebijakan Presiden Jair Bolsonaro
Perempuan pribumi berjalan kaki saat menggelar protes terkait kebijakan Presiden Brasil Jair Bolsonaro di Brasilia, Selasa (13/8/2019). Perempuan pribumi Brasil berdemonstrasi mengecam rencana Bolsonaro membuka hutan hujan Amazon untuk penambangan dan agribisnis. (EVARISTO SA/AFP)

Liputan6.com, Brasilia - Puluhan ribu wanita Brasil, baik muda dan yang telah berumur, mengadakan protes pada Rabu 14 Agustus 2019. Mereka mengecam Presiden Jair Bolsonaro dalam demonstrasi yang digelar dua hari sejak Selasa.

Aksi besar-besaran terjadi di Ibu Kota Brasilia, saat Brasil mengalami peningkatan suhu udara akibat merebaknya deforestasi di hutan hujan Amazon. Ditambah lagi, pemotongan dana pendidikan yang memicu protes nasional oleh mahasiswa dan kalangan dosen dalam beberapa bulan terakhir seperti dilansir dari Channel News Asia, Kamis (15/8/2019).

Protes itu memiliki nama unik. "March of the Margaridas" dinamai sesuai dengan pemimpin serikat buruh Brasil Margarida Maria Alves, yang dibunuh pada tahun 1983 selama kediktatoran militer.

Sebenarnya protes ini bukanlah pertama kalinya terjadi. Demonstrasi dengan nama itu, diadakan setiap empat tahun. Sebuah aksi menuntut kondisi kehidupan pedesaan yang lebih baik dan perlindungan hak-hak perempuan. Namun kali ini, protes tersebut digelar khusus untuk mengecam kebijakan sang presiden sayap kanan Brasil.

 

Simak video pilihan berikut:


Protes Kebijakan 'Genosida' Bolsonaro'

Jair Bolsonaro, politikus Brasil yang dinilai memiliki sikap rasis seperti Presiden Donald Trump (AFP)
Jair Bolsonaro, politikus Brasil yang dinilai memiliki sikap rasis seperti Presiden Donald Trump (AFP)

Sementara itu, pada protes yang berlangsung Selasa, banyak dari ribuan wanita suku longmars. Mereka memprotes "kebijakan genosidal" Bolsonaro.

Kelompok itu juga kembali bergabung pada demonstrasi pada Rabu, yang juga mengutuk rencana Bolsonaro untuk membuka wilayah adat untuk penambangan. Begitu juga kebijakan pemerintah untuk meningkatkan penggunaan pestisida dan pembunuh gulma.

"Kami hidup dalam masa-masa sulit dengan pemerintah yang terus-menerus menyerang kami," Juliana Joucoski, seorang guru berusia 43 tahun dari kota selatan Curitiba, mengatakan kepada AFP.

"Kami kehilangan hak yang dimenangkan dengan susah payah," katanya tanpa memberikan rincian lebih mendetail.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya