Liputan6.com, Ras al-Ain - Milisi Kurdi bagian dari Pasukan Demokratik Suriah (SDF), akhir pekan kemarin, dilaporkan telah hengkang dari kota perbatasan di Suriah bagian utara, Ras al-Ain. Kepergian mereka merupakan bagian dari syarat gencatan senjata dengan militer Turki, yang telah menggempur kota itu sejak 9 Oktober 2019 lalu.
Gencatan senjata, yang disepakati Turki dan Kurdi Suriah dengan mediator Amerika Serikat, berlangsung sejak pertengahan pekan kemarin hingga setidaknya pertengahan minggu ini.
Advertisement
Baca Juga
Juru Bicara SDF, Kino Gabriel, mengatakan dalam pernyataan tertulis bahwa milisi Kurdi telah angkat kaki dari Ras al-Ain dalam sebuah evakuasi yang berlangsung pada Minggu 20 Oktober 2019, demikian seperti dikutip dari Al Jazeera, Senin (21/10/2019).
Kementerian pertahanan Turki membenarkan, menyebut bahwa 86 kendaraan yang membawa milisi SDF meniggalkan Ras al-Ain untuk menuju kota Tal Tamr, 40 km ke selatan.
Hengkangnya milisi Kurdi seharusnya menjadi langkah awal menuju berhentinya ofensif Turki, di mana Ankara bertujuan menjadikan Ras al-Ain dan kota-kota di Suriah bagian utara dan timur laut sebagai zona netral (buffer zone), untuk memukimkan kembali sekitar 3,5 juta pengungsi perang Suriah yang saat ini mengungsi di Turki.
Tapi, milisi Suriah pro-Turki menolak klaim SDF, menuduh milisi Kurdi itu masih bercokol di sekitar 30 persen wilayah Ras al-Ain --Reuters melaporkan.
Pertempuran sporadis memang terus terjadi selama periode gencatan senjata, Al Jazeera melaporkan, dengan milisi Kurdi dan milisi Suriah pro-Turki dilaporkan saling tembak-menembak di beberapa sudut kota.
Simak video pilihan berikut:
Gencatan Senjata Turki - Kurdi di Suriah Utara
Pemerintahan Presiden AS Donald Trump menegosiasikan gencatan senjata lima hari dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, setelah kritik keras di dalam dan luar negeri bahwa Washington telah meninggalkan SDF dengan tiba-tiba memindahkan tentaranya dari timur laut Suriah, sehingga membuka jalan bagi serangan Ankara.
Washington mencap situasi keamanan di Suriah utara "tidak dapat dipertahankan" untuk pasukannya, dan pada hari Minggu Menteri Pertahanan AS Mark Esper mengonfirmasi sekitar 1.000 tentara AS yang ditarik dari wilayah itu akan dipindahkan ke Irak barat sebagai gantinya.
Trump sendiri menyatakan minggu ini bahwa Washington tidak memiliki kepentingan dalam membela SDF - sekutu utama AS dalam kampanye selama bertahun-tahun melawan di sana.
Sementara itu, Ankara menganggap Unit Perlindungan Rakyat Kurdi (YPG), yang membentuk tulang punggung SDF, kelompok "teroris" yang terkait dengan separatis Kurdi di Turki.
Di bawah kesepakatan gencatan senjata, Ankara setuju untuk memberikan pasukan Kurdi 120 jam untuk menarik diri dari apa yang disebut "zona aman" yang ingin dibangun Erdogan di sepanjang perbatasan Suriah dengan Turki. Kesepakatan itu tidak menentukan area mundurnya.
Erdogan pada hari Minggu mengatakan dia mengharapkan AS untuk menepati janji-janjinya dan tidak menggunakan taktik mengulur-ulur perjanjian yang diperantarai antara sekutu NATO, memperingatkan Turki akan melanjutkan operasi militernya jika kesepakatan itu batal.
Dia sebelumnya mengancam ofensif akan dilanjutkan jika penarikan tidak selesai dalam jangka waktu lima hari yang ditentukan oleh perjanjian gencatan senjata.
Advertisement
Sekilas Perang Turki Vs Kurdi Suriah
Turki melancarkan serangan lintas-perbatasan terhadap Kurdi Suriah pada Rabu 9 Oktober 2019, menyusul langkah AS yang menarik pasukannya dari wilayah itu.
Pasukan AS telah bersekutu dengan Pasukan Demokratik Suriah (SDF), sebuah milisi pimpinan mayoritas kelompok Kurdi; dan Unit Perlindungan Rakyat Kurdi (YPG); dalam upaya bersama untuk menumpas ISIS dari wilayah itu, sejak kelompok teroris tersebut merajalela pada 2013 silam hingga kekalahan teritorial mereka tahun ini.
Pada periode tersebut, SDF telah memperluas kontrolnya di Suriah utara dan timur laut, memicu semakin terbelahnya negara beribukota Damaskus akibat perang saudara yang turut melibatkan Tentara Nasional Suriah pimpinan Presiden Bashar al-Assad yang didukung Rusia dan Iran.
Keputusan Trump segera menuai kritik domestik dan internasional, menyebut langkah itu membahayakan stabilitas regional; meninggalkan sekutu AS, SDF, di tengah konflik terbuka dengan Turki (yang juga merupakan sekutu AS di NATO); dan mempertaruhkan kebangkitan ISIS.
Turki dan kelompok Kurdi telah lama berkonflik sejak 1978, dan mencapai episodik tensi terbaru pada 2015, yang dipicu oleh Perang Saudara Suriah; situasi konflik yang multidimensional (kehadiran ISIS, proksi, identitas, dll); hingga ekses dari kegagalan negosiasi damai antara kedua belah pihak sejak pada 2012.