Liputan6.com, Moskow - Kabar tewasnya Pemimpin ISIS Abu Bakr al-Baghdadi di Idlib, Suriah, dalam operasi pasukan khusus Amerika Serikat pada akhir pekan lalu tidak semata-mata memicu tanggapan positif dari komunitas internasional.
Beberapa negara yang mengonfirmasi kematian Baghdadi menyatakan, meski pemimpinnya tewas, potensi ancaman dari ISIS masih jauh dari selesai.
Namun, satu negara, yakni Rusia, justru masih skeptis dengan kabar kematian Baghdadi.
Advertisement
"Kementerian Pertahanan Rusia tidak memiliki informasi yang dapat dipercaya tentang tindakan tentara AS di zona de-eskalasi Idlib ... mengenai kematian 'kesekian' kalinya Baghdadi," kata juru bicara Kemhan Igor Konashenkov dalam sebuah pernyataan, dikutip dari NDTV India, Senin (28/10/2019).
Presiden AS Donald Trump sebelumnya telah mengonfirmasi bahwa Abu Bakr al-Baghdadi tewas "karena meledakkan diri ketika dipojokkan oleh pasukan AS" di Suriah pada Sabtu, 26 Oktober tengah malam atau Minggu 27 Oktober dini hari waktu lokal.
Menurut Trump, pemimpin ISIS itu tewas setelah melarikan diri ke sebuah terowongan di desa Barisha. Ia terpojok oleh pasukan khusus AS yang memburunya, memicu Baghdadi meledakkan rompi bom bunuh diri dan menewaskan dirinya serta tiga anaknya.
Dalam pengumuman tersebut, Trump mengucapkan terima kasih kepada Turki, Suriah, Irak, Rusia dan Kurdi Suriah atas kerja sama mereka.
Namun, Jubir Kemhan Rusia Igor Konashenkov mengkritisi rincian operasi yang "menimbulkan pertanyaan dan keraguan tentang kebenaran (operasi), belum lagi kesuksesan," demikian seperti dikutip dari outlet media AS The Daily Beast.
Konashenkov mengatakan bahwa seluruh wilayah zona de-eskalasi Idlib tidak berada di bawah kendali pemerintahan Presiden Suriah Bashar al-Assad yang merupakan sekutu Rusia.
Wilayah itu justru berada dalam cengkeraman cabang al Qaeda Suriah atau kelompok teroris Jabhat al-Nusra, yang Konashenkov "selalu membasmi tanpa kompromi setiap perwakilan ISIS, yang merupakan saingan utama mereka, demi mendapatkan kekuasaan di Suriah."
Oleh karena itu, Konashenkov tidak percaya pernyataan Presiden Trump bahwa mantan pemimpin ISIS itu bisa bersembunyi di wilayah yang dikuasai oleh al Qaeda Suriah.
Tidak jelas mengapa Kemhan Rusia memiliki pernyataan bertentangan dengan AS atas kabar kematian Baghdadi --meski Trump mengatakan bahwa Negeri Beruang Merah turut berpartisipasi dalam rangkaian operasi yang berujung pada kematian pemimpin ISIS tersebut.
Moskow mungkin mendasari skeptisisme mereka karena 'desas-desus kematian Baghdadi' adalah sesuatu yang kerap muncul ke permukaan tanpa didukung bukti konkret. Faktanya, Rusia sendiri, serta rezim Presiden Assad, telah secara salah mengklaim telah membunuh pemimpin ISIS beberapa kali.
Pada Juni 2017, Rusia pernah mengklaim bahwa serangan udara mereka di Raqqa, Suriah berhasil menewaskan Baghdadi. Namun, pemimpin ISIS itu masih hidup dengan kembali muncul dalam salah satu video atau rekaman suara propaganda.
Fenomena serupa juga terjadi pada 2018.
Soal situasi terbaru, AS pun belum menyajikan bukti fisik (foto jenazah atau lainnya) untuk memverifikasi kabar kematian terbaru Baghdadi.
Jubir Kemhan Rusia Igor Konashenkov mendesak AS menyajikan "setidaknya beberapa bukti langsung atau (kesaksian) orang dari Amerika Serikat atau peserta lain dalam operasi" demi memverifikasi kabar terbaru kematian Baghdadi.
Kendati demikian, melihat reaksi mayoritas negara Barat dan koalisi AS yang turut merayakan kematian Abu Bakr al-Baghdadi menunjukkan bahwa kabar itu kemungkinan besar telah terverfikasi di kalangan pejabat tinggi negara.
Konashenkov dengan skeptis menunjukkan bahwa al-Baghdadi sudah seharusnya "dieliminasi" beberapa kali, dengan klaim seperti itu kemudian dibantah.
Lebih lanjut, juru bicara Kementerian Pertahanan Rusia itu menekankan bahwa bahkan jika al-Baghdadi harus dilenyapkan, itu tidak akan mengubah fakta terkini di Suriah atau membuat perbedaan sehubungan dengan beberapa militan ISIS yang masih melarikan diri.
Simak video pilihan berikut:
Cara CIA Melacak Baghdadi hingga Kematiannya di Suriah
Pemimpin ISIS Abu Bakr al-Baghdadi dipastikan tewas dalam serangan pasukan Amerika Serikat di Suriah akhir pekan lalu, pada Sabtu 26 Oktober malam waktu lokal atau Minggu 27 Oktober dini hari.
Kematian al-Baghdadi menandai kemenangan besar bagi pasukan AS setelah ia menghabiskan lima tahun terakhir bersembunyi, sementara Amerika menempatkan hadiah senilai US$ 25 juta untuk kepalanya pada 2016.
Sejak itu, operasi Badan Intelijen AS (CIA) untuk memburu Baghdadi mendapat kemajuan signifikan pada awal tahun 2019, ketika salah satu istri dan kurir untuk pemimpin ISIS itu ditangkap dan diinterogasi, The New York Times melaporkan, seperti dikutip dari Business Insider, Senin (28/10/2019).
Advertisement