Liputan6.com, Jakarta - Tidak sedikit seseorang ingin menunjukkan sifat baiknya dengan narsismenya. Namun, sebuah studi mengkalim, ternyata kegiatan ini dapat mengurangi stres atau depresi.
Para peneliti dari Queen's University Belfast melakukan penyelidikan untuk mengeksplorasi bagaimana menjadi seseorang narsis dapat memengaruhi kesejahteraan mental seseorang.
Baca Juga
Menurut American Pyschological Association, kepribadian narsistik 'ditandai oleh perhatian diri yang berlebihan dan penilaian diri yang berlebihan,' seperti mengutip dari The Independent, Selasa (29/10/2019).
Advertisement
Sementara beberapa orang mungkin melihat sifat-sifat kepribadian narsisitik suatu yang buruk. Akan tetapi, para peneliti dari studi ini berpendapat bahwa menjadi seseorang narsis 'dapat membuat hasil yang positif.'
Untuk penelitian ini, yang diterbitkan dalam jurnal ilmiah Personality and Individual Differences dan European Psychiatry, tim tersebut menilai 700 orang di tiga studi yang terpisah.
Mengurangi Stres dalam Percaya Diri
Peserta dalam ketiga studi diminta untuk mengisi kuesioner laporan diri yang mengukur narsisme subklinis, ketangguhan mental, gejala depresi dan stres yang dirasakan.
Para ilmuwan menguraikan bahwa ada dua bentuk narsisme yang dominan, yaitu muluk dan rentan.
"Narsisme adalah bagian dari 'tetrad gelap' atau kepribadian yang juga mencakup Machiavellianisme, psikopati dan sadisme," kata Dr Kostas Papageorgiou, dari sekolah psikologi Queen.
Dr Papageorgiou menjelaskan bahwa tim peneliti mencatat hubungan antara sifat-sifat narsisme muluk dan kesejahteraan mental.
Mereka mengklaim bahwa, di antara individu dengan narsisme muluk, termasuk kepercayaan diri, dapat mengurangi kemungkinan mereka mengalami gejala depresi atau stres yang dirasakan.
Advertisement
Memberikan Hasil Positif
Dr Papageorgiou menambahkan, bahwa penelitian ini membantu "menjelaskan variasi gejala depresi di masyarakat".
"Meskipun tentu saja tidak semua dimensi narsisme baik, aspek-aspek tertentu dapat mengarah pada hasil positif," katanya.
"Ini mempromosikan keragaman dan inklusifitas orang-orang dan ide dengan menganjurkan bahwa sifat-sifat gelap, seperti narsisme, tidak boleh dilihat sebagai baik atau buruk, tetapi sebagai ekspresi dari sifat manusia yang mungkin bermanfaat atau berbahaya tergantung pada konteks."
Awal tahun ini, sebuah studi yang dilakukan oleh Bowling Green State University di AS menemukan bahwa, orang dewasa muda berusia antara 18 dan 25 tahun percaya generasi mereka adalah yang paling narsis.
Reporter: Aqilah Ananda Purwanti