Iran Cemas Kehilangan Pengaruh di Irak - Lebanon Akibat Demo, Tuduh AS Bikin Onar

Pemimpin Tertinggi Iran menyalahkan AS dan sekutunya karena telah menyebarkan "ketidakamanan dan kekacauan" di Irak dan Lebanon.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 02 Nov 2019, 17:00 WIB
Diterbitkan 02 Nov 2019, 17:00 WIB
Pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei
Pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei (AP)

Liputan6.com, Teheran - Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei telah menyalahkan Amerika Serikat dan sekutunya karena telah menyebarkan "ketidakamanan dan kekacauan" di Irak dan Lebanon. Khamenei juga mendesak demonstran anti-pemerintah di kedua negara untuk menuntut perubahan dengan cara yang sah.

"Rakyat mereka juga harus tahu bahwa meskipun mereka memiliki tuntutan yang sah, tuntutan itu hanya dapat dipenuhi melalui kerangka struktur hukum," kata Khamenei pada Rabu 30 Oktober 2019, dalam pidato publik langka guna membahas gelombang demonstrasi yang meletus di Irak dan Lebanon bulan ini.

Berbicara pada upacara kelulusan di Akademi Pertahanan Udara Khatam al-Anbia Iran, Khamenei menuduh "Amerika dan dinas intelijen Barat" menimbulkan kerusakan dan menciptakan "kekacauan" di wilayah tersebut, demikian seperti dikutip dari Al Jazeera, Sabtu (2/11/2019).

"Mereka menghancurkan keamanan. Ini adalah jenis permusuhan terburuk dan perilaku paling berbahaya dan dengki terhadap suatu negara," lanjut Khamenei.

Pidato Khamenei datang ketika AS menyerukan pembentukan pemerintah Lebanon baru yang akan responsif terhadap kebutuhan penduduk negara itu.

"Rakyat Lebanon menginginkan pemerintahan yang efisien dan efektif, reformasi ekonomi, dan mengakhiri korupsi endemik," kata Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo dalam sebuah pernyataan setelah pengunduran diri Perdana Menteri Lebanon Saad Hariri, Selasa 2 November 2019.

Hariri berhadapan pada hampir dua pekan protes massa yang menuntut pengunduran diri seluruh elite politik negara itu.

Al Jazeera menilai, dengan Washington dan Teheran yang membebani krisis politik Lebanon, negara itu "lagi-lagi terperangkap dalam arena proksi AS-Iran."

Protes nasional di Lebanon meletus di tengah kemarahan yang meningkat atas pejabat yang korupsi, layanan publik yang buruk dan bertahun-tahun mismanajemen ekonomi.

Iran adalah pendukung utama kelompok Syiah Hizbullah Lebanon, yang sejauh ini menolak seruan untuk mengubah status quo. Kelompok dan sekutunya adalah bagian dari pemerintah koalisi yang berkuasa tahun lalu setelah negosiasi selama berbulan-bulan.

Sementara beberapa pendukung Hizbullah dan sekutunya Amal Allied telah menyerang demonstran anti-pemerintah di Beirut tengah, sebagian besar protes berlangsung damai dan menyatukan orang-orang dari berbagai latar belakang.

Para pengunjuk rasa Lebanon jarang menyebut-nyebut nama Iran dan Hizbullah, tetapi nyanyian bersama, "Semua berarti segalanya," menyiratkan bahwa tidak ada satu pun faksi Lebanon, termasuk Hizbullah dan sekutunya, yang lepas dari kritik demonstran.

Simak video pilihan berikut:

Protes Irak

Demonstrasi di Irak pada 28 Oktober 2019 (Nabil al-Jurani / AP PHOTO)
Demonstrasi di Irak pada 28 Oktober 2019 (Nabil al-Jurani / AP PHOTO)

Di Irak, puluhan ribu orang turun ke jalan pekan ini dalam gelombang kedua protes terhadap pemerintah dan elite politik yang mereka katakan korup dan tidak tersentuh.

Demonstrasi massa telah disambut dengan respons agresif dari pasukan keamanan, yang telah menggunakan gas air mata, peluru karet, dan peluru tajam terhadap mereka yang turun ke jalan. Lebih dari 200 pengunjuk rasa telah terbunuh sejak kerusuhan dimulai pada 1 Oktober 2019.

Para pemrotes mengatakan, kekayaan minyak negara yang besar belum cukup mengalir ke warganya, dengan jutaan orang kurang memiliki akses ke layanan kesehatan, pendidikan, air bersih dan listrik yang memadai.

Dalam beberapa bulan terakhir, meningkatnya ketegangan antara dua sekutu utama Baghdad, Amerika Serikat dan Iran, telah menimbulkan kekhawatiran di antara banyak warga Irak. Mereka cemas terperangkap di tengah meningkatnya perjuangan antara Washington dan Teheran untuk pengaruh regional.

Baik AS dan Iran menikmati pengaruh politik dan militer yang signifikan di Irak, dan para pengunjuk rasa bulan ini menuduh elite politik tunduk pada satu atau yang lain tanpa memperhatikan kebutuhan orang-orang biasa.

Iran Terancam Kehilangan Pengaruh di Irak dan Lebanon?

Protes Krisis Ekonomi, Warga Lebanon Bentrok dengan Polisi
Seorang pengunjuk rasa antipemerintah membakar pembatas jalan plastik dan sampah untuk memblokir jalan selama protes menentang rencana pengenaan pajak baru di Beirut, Lebanon, Kamis (17/10/2019). Protes ini dengan cepat menyebar menjadi demo besar yang terjadi di Lebanon. (AP Photo/Hassan Ammar)

Dinamika demonstrasi di Irak dan Lebanon berubah menjadi sinyal kekhawatiran bagi Iran yang cemas bahwa kedua negara itu bisa saja lepas dari 'genggamannya'.

Video yang beredar menunjukkan tentang pengunjuk rasa menginjak-injak poster Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Khamenei dan kepala pasukan elite Garda Revolusi Iran, Qassim Soleimani yang terkenal, di tempat yang tampaknya adalah Lapangan Tahrir Baghdad.

Di Lebanon, gelombang protes menyebar ke benteng-benteng Syiah di selatan negara itu, yang didominasi oleh Hizbullah, kelompok politik dan militer yang disponsori oleh Iran dan sampai sekarang dianggap tidak tersentuh.

"Mengingat peran politiknya yang penting di Irak dan Lebanon, tidak dapat dihindari bahwa Iran cemas. Teheran perlu mempertahankan kekuatannya di kedua negara ini setelah menginvestasikan banyak pengaruh," kata seorang ahli Iran kepada France24 dalam syarat anonimitas.

"Meraung tentang teori konspirasi campur tangan Zionis untuk mencoba dan mendiskreditkan gerakan protes ini menunjukkan kelemahan tertentu di pihak Iran," lanjut analis anonim itu.

Para pemrotes Irak telah "dengan jelas mengindikasikan" bahwa mereka tidak hanya membuat "tuntutan sosial-ekonomi" - mereka juga ingin "menyingkirkan pemerintah yang ditempatkan oleh Iran dan untuk mengeluarkan Iran dari negara," kata Oula Said al-Samrani, jurnalis veteran Irak, kepada France24.

Teheran juga khawatir tentang protes yang menyebar ke wilayahnya sendiri, pada saat sanksi AS berdampak buruk. Ekonomi Iran sedang mengalami resesi brutal, dengan PDB diperkirakan akan menyusut 9,5 persen pada akhir 2019 setelah tumbuh sebesar 4,8 persen yang sehat tahun lalu, menurut Dana Moneter Internasional (IMF).

"Ada persamaan antara kemarahan yang diarahkan terhadap sistem politik yang didominasi oleh proksi Iran di Irak dan Lebanon dan kemarahan yang dirasakan banyak orang di Iran tentang masalah sosial-ekonomi yang sama," kata Bernard Hourcade, seorang spesialis Iran di think tank CNRS di Paris.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya