AS 'Amankan' Minyak Suriah, Potensi Konflik dengan Presiden Assad dan Rusia Mencuat

Presiden AS Donald Trump telah menyetujui misi militer yang diperluas untuk mengamankan bentangan ladang minyak di seluruh Suriah bagian timur.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 06 Nov 2019, 18:00 WIB
Diterbitkan 06 Nov 2019, 18:00 WIB
Pasukan AS bergerak mengamankan ladang minyak Suriah atas perintah Presiden Donald Trump (Bederkhan Ahmad / AP PHOTO)
Pasukan AS bergerak mengamankan ladang minyak Suriah atas perintah Presiden Donald Trump (Bederkhan Ahmad / AP PHOTO)

Liputan6.com, Washington DC - Presiden AS Donald Trump telah menyetujui misi militer yang diperluas untuk mengamankan bentangan ladang minyak di seluruh Suriah bagian timur.

Namun, operasi itu menimbulkan sejumlah pertanyaan hukum krusial hingga potensi pasukan AS melancarkan serangan terhadap pasukan Presiden Suriah Bashar al-Assad yang didukung penuh oleh Rusia, atau pihak lainnya, jika mereka mengancam untuk merebut minyak, kata pejabat AS.

Keputusan itu datang setelah pertemuan antara Trump dan para pemimpin pertahanannya pada Jumat 1 November 2019 lalu.

Di bawah rencana baru, pasukan AS akan melindungi petak besar tanah yang dikontrol oleh pejuang Kurdi Suriah yang membentang hampir 150 kilometer dari Deir ez-Zor ke al-Hassakeh, tetapi ukuran pastinya masih ditentukan, demikian seperti dikutip dari Associated Press (AP), Rabu (6/11/2019).

Hal itu memaksa ratusan pasukan AS memasuki situasi yang lebih rumit di Suriah, meskipun sang presiden telah bersumpah untuk menarik semua pasukan Amerika dari perang di Suriah.

Kendati demikian, para pejabat mengatakan banyak detail yang harus dikerjakan --termasuk berapa banyak pasukan yang akan dikerahkan.

Kementerian Pertahanan tidak mengatakan kuantitas. Namun, pejabat lain yang berbicara dalam syarat anonimitas memprediksi, jumlah total bisa setidaknya 800 tentara, termasuk sekitar 200 yang berada di garnisun al-Tanf di Suriah selatan.

Keputusan itu sedikit menguntungkan kelompok Kurdi Suriah. Setidaknya, sekutu mereka masih bertahan menyusul kekalahan Kurdi oleh Turki di Suriah utara.

Namun, mandat baru pasukan AS hanya mengatur mereka untuk mengamankan ladang minyak Suriah, yang justru membuka peluang terjadinya konflik terbuka dengan pasukan Suriah-Rusia, yang telah mengklaim bahwa seluruh sumber daya alam di negara itu merupakan milik pemerintahan yang berdaulat pimpinan Presiden Assad.

Belum jelas apakah Assad dan Rusia akan melancarkan operasi untuk merebut kembali ladang minyak yang dimaksud.

Simak video pilihan berikut:

Justifikasi Hukum untuk 'Mengamankan' Minyak Surah

Pasukan AS bergerak mengamankan ladang minyak Suriah atas perintah Presiden Donald Trump (Bederkhan Ahmad / AP PHOTO)
Pasukan AS bergerak mengamankan ladang minyak Suriah atas perintah Presiden Donald Trump (Bederkhan Ahmad / AP PHOTO)

Oposisi AS, Partai Demokrat menyebut misi baru Amerika untuk mengamankan ladang minyak Suriah telah "salah arah."

Senator Tim Kaine, seorang Demokrat Virginia mengatakan, "Mempertaruhkan nyawa pasukan kita untuk menjaga ladang minyak di Suriah timur tidak hanya sembrono, itu tidak diizinkan secara hukum," kata Kaine kepada Associated Press.

"Presiden Trump mengkhianati sekutu Kurdi yang telah berperang bersama tentara Amerika dalam pertempuran untuk mengamankan masa depan tanpa ISIS --dan alih-alih memindahkan pasukan kami untuk melindungi ladang minyak."

Pakar hukum di legislatif AS tengah berusaha untuk merinci legalitas operasi yang dimaksud.

Sejauh ini, pengiriman tentara AS ke Suriah didasarkan pada Otorisasi Penggunaan Angkatan Militer (AUMF) tahun 2001 dan 2002 yang mengatakan pasukan AS dapat menggunakan semua kekuatan yang diperlukan terhadap mereka yang terlibat dalam serangan 11 September di Amerika dan untuk mencegah setiap tindakan terorisme internasional di masa depan. Jadi, para ahli hukum mengatakan AS mungkin memiliki alasan untuk menggunakan AUMF sebagai justifikasi operasi guna mencegah minyak jatuh ke tangan ISIS

Tetapi, melindungi minyak dari pasukan pemerintah Suriah atau entitas lain mungkin bisa melemahkan justifikasi tersebut.

"AS tidak berperang dengan Suriah atau Turki, membuat penggunaan AUMF menjadi sulit," kata Stephen Vladeck, profesor hukum keamanan nasional di University of Texas di Austin.

Dia menambahkan bahwa sementara Konstitusi AS memberikan kekuatan perang yang signifikan pada presiden, itu pada umumnya dimaksudkan untuk pertahanan diri dan untuk pertahanan kolektif negara. Ia mendebat bahwa mengamankan minyak dengan justifikasi keamanan nasional "adalah logika yang terlalu jauh," katanya.

Anggota Kongres, termasuk Senator Tim Kaine, juga telah mengajukan keberatan terhadap pemerintahan Trump menggunakan AUMF sebagai dasar untuk perang melawan pemerintah yang berdaulat. Jenis tindakan itu, menurutnya dan beberapa legislator lain, memerlukan persetujuan Kongres.

Mengamankan atau Mengambil?

Pasukan AS bergerak mengamankan ladang minyak Suriah atas perintah Presiden Donald Trump (Bederkhan Ahmad / AP PHOTO)
Pasukan AS bergerak mengamankan ladang minyak Suriah atas perintah Presiden Donald Trump (Bederkhan Ahmad / AP PHOTO)

Lebih lanjut, para pejabat AS mengatakan perintah yang disetujui oleh Presiden Trump tidak termasuk mandat bagi AS untuk mengambil minyak Suriah.

Trump pun telah berkali-kali mengatakan bahwa AS hanya "menjaga minyak."

Tetapi, Gedung Putih dan Pentagon (Kemhan AS) sejauh ini tidak dapat menjelaskan apa yang ia maksudkan dengan itu.

Menteri Pertahanan Mark Esper mengatakan pada Jumat 1 November lalu bahwa ia "menginterpretasikan" pernyataan Trump yang berarti militer harus menolak akses ISIS ke ladang-ladang minyak.

Sudah ada beberapa ratus pasukan AS di sekitar Deir ez-Zor, dan pasukan tambahan dengan kendaraan lapis baja, termasuk kendaraan mekanis pengangkut infanteri Bradley, telah mulai bergerak masuk. Para pejabat mengatakan jumlah pasukan di sana bisa bertambah menjadi sekitar 500.

Trump, Esper dan para pemimpin pertahanan lainnya mengatakan, penting untuk melindungi minyak sehingga militan ISIS tidak bisa mendapatkan kembali kendali atas wilayah tersebut dan menggunakan pendapatan untuk membiayai operasi mereka.

Saat ini, pasukan Kurdi Suriah yang didukung AS telah mengendalikan minyak, didukung oleh kontingen kecil pasukan AS.

Pengaturan di belakan layar telah dilakukan antara Kurdi dan pemerintah Suriah, di mana Damaskus membeli surplus melalui perantara dalam operasi penyelundupan yang terus berlanjut meskipun ada perbedaan politik antara keduanya.

Pemerintahan pemberontak Suriah yang dipimpin Kurdi menjual minyak mentah ke pabrik penyulingan swasta, yang menggunakan pengilangan buatan rumah primitif untuk memproses bahan bakar dan diesel dan menjualnya kembali ke pemerintahan Presiden Assad.

Tidak jelas berapa lama perjanjian itu dapat berlanjut. Dan jika beberapa perselisihan muncul, pasukan AS harus memiliki panduan yang jelas tentang bagaimana menanggapinya.

Pasukan AS dapat menggunakan kekuatan militer untuk melindungi diri mereka sendiri. Tapi ladang minyak itu ekspansif, dan pasukan tidak bisa ada di mana-mana.

Jika, misalnya, pasukan pemerintah Suriah mencoba merebut kembali sebagian dari fasilitas minyak dan pasukan AS tidak berada di dekatnya, tidak jelas sekarang berapa banyak kekuatan yang bisa mereka gunakan jika mereka tidak bertindak membela diri.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya