Liputan6.com, Damaskus - Presiden Suriah Bashar al-Assad berencana untuk mendakwa para militan atau simpatisan asing ISIS di negaranya, khususnya mereka yang dipenjara di kamp-kamp di Suriah bagian utara yang dikuasai Kurdi.
Lebih dari 10.000 militan dan simpatisan ISIS saat ini ditahan oleh Pasukan Demokratik Suriah (SDF) pimpinan Kurdi yang didukung negara Barat. Dari total tersebut, sekitar 2.000 di antaranya berasal dari luar Suriah, termasuk beberapa dari Indonesia.
Ribuan perempuan asing dan anak-anak mereka juga ditahan di kamp-kamp di Suriah timur laut.
Advertisement
Presiden Assad membuat komentarnya dalam sebuah wawancara dengan majalah Paris Match. Ia ditanya tentang rencana kesepakatan damai antara Damaskus dengan Kurdi --salah satu faksi anti-Assad yang berperang dalam Perang Saudara Suriah.
Prospek perdamaian termasuk mengenai rencana menjadikan daerah yang dikuasai Kurdi berada bawah kendali pemerintahan Assad.
Ditinggalkan oleh sekutu mereka di AS bulan lalu dan menghadapi serangan Turki, SDF terpaksa beralih ke rezim Suriah dan Rusia untuk perlindungan --menjadikan Assad optimis bahwa ia bisa menyatukan kembali seluruh Suriah yang terpecah-pecah akibat perang saudara.
"Setiap teroris di wilayah yang dikendalikan oleh negara Suriah akan tunduk pada hukum Suriah dan hukum Suriah mengenai terorisme," kata Assad kepada Paris Match, dikutip dari The Telegraph, Kamis (28/11/2019).
"Kami memiliki pengadilan yang khusus menangani terorisme dan mereka akan dituntut," tambahnya.
Kurdi mulai melakukan persidangan terhadap tersangka lokal di pengadilan mereka. Kendati demikian Kurdi mengatakan bahwa mereka tidak akan mengadili orang asing, sehingga mendesak pemerintah Suriah untuk bertanggungjawab atas mereka.
Sejauh ini Inggris dan sebagian besar negara Barat lain dari koalisi internasional melawan ISIS telah menolak untuk memulangkan warga negara mereka dari Suriah, dengan alasan masalah keamanan.
Simak video pilihan berikut:
Kurdi Tidak Bisa Menahan Selamanya, Bakal Dieksekusi?
Orang-orang Kurdi telah memperingatkan bahwa mereka tidak bisa menahan mereka selamanya.
Sumber-sumber yang dekat dengan Damaskus mengatakan kepada Telegraph bahwa nasib tahanan sedang dibahas sebagai bagian dari negosiasi yang sedang berlangsung dengan Kurdi, yang selama lima tahun terakhir telah menjalankan pemerintahan otonom di timur laut.
Namun, analis menilai bahwa pemerintahan Assad akan menggunakan tahanan sebagai pion negosiasi dengan negara lain.
Emma Beals, seorang analis independen Suriah, mengatakan skenario ini akan menjadi "kemenangan" bagi rezim: "Suriah kemudian akan berada dalam posisi untuk mencoba mengekstraksi konsesi dari pemerintah negara asal tahanan sebagai imbalan atas penahanan mereka yang berkelanjutan (di Suriah)."
"Ini adalah risiko keamanan yang sangat besar, dengan orang-orang berbahaya sekarang berisiko dilepaskan, atau dapat digunakan sebagai alat tawar menawar terhadap pemerintah mereka," lanjutnya kepada Telegraph.
Ditanya apakah ada cukup ruang untuk menampung mereka di penjara yang sudah penuh sesak, sumber yang dekat dengan rezim mengatakan: "mereka akan membuat ruang".
Pemerintah Inggris, yang sejauh ini hanya mengambil kembali sedikit tahanan tersebut, termasuk beberapa anak yatim, telah menanggalkan banyak warganegaranya di Suriah dari status kewarganegaraan Inggris mereka dan melarang mereka kembali.
Inggris tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Damaskus dan karenanya tidak akan dapat secara resmi menolak penerapan hukuman mati oleh rezim.
Namun, kelompok-kelompok HAM khawatir bahwa tahanan mungkin tidak akan sampai ke pengadilan.
Puluhan ribu telah menghilang di dalam penjara rezim sejak awal perang tahun 2011. Ribuan lainnya telah dieksekusi tanpa menjalani persidangan, sementara yang lain telah disiksa sampai mati, menurut Amnesty International.
Advertisement