Liputan6.com, Beijing - Para wanita lajang di China dilarang untuk mengakses bank sperma dan melakukan treatment IVF. Hal itu membuat mereka terpaksa mencari pilihan ke luar negeri.Â
Dikutip dari Channel News Asia, Jumat (6/12/2019), salah satunya adalah Xiaogunzhu, seorang wanita lajang China berusia 39 tahun yang menginginkan seorang anak, tapi bukan seorang suami.Â
Advertisement
Keputusannya untuk mencari donor sperma hingga ke Amerika Serikat pun sudah bulat. Bahkan, ia pergi ke AS untuk menjalani proses pertamanya.Â
"Banyak wanita yang tidak ingin menikah, maka dari itu mereka tidak bisa memenuhi kebutuh biologis dasar ini," ujar Xiaogunxhu --bukan nama asli--Â kepada AFP.Â
Bayinya yang kini sudah berusia sembilan bulan dinamai Oscar.Â
Angka pernikahan rata-rata di China telah menurun pada lima tahun terakhir.Â
Menurut seorang sosiologis, Sandy To, para wanita professional mendapat diskriminasi ketika mereka ingin mencari pasangan hidup, lantaran para lelaki kesulitan menerima pasangan dengan tingkat pendidikan dan ekonomi yang lebih tinggi.Â
Namun, banyak juga yang hanya kesulitan mencari atau menginginkan pasangan yang tidak menjauhkan mereka dari ibunya.Â
Xiaogunxhu yakin bahwa seorang ayah tidaklah oenting. Amarah yang menguasainya, membuat ia berpendapat seperti itu.Â
"Mengapa semua orang berpikir bahwa anak akan menanyakan tentang ayahnya?" ujar Xiaogunzhu.Â
Seorang analis memprediksi bahwa jumlah permintan akses ke luar negeri akan mencapai US$1,5 miliar pada 2022.Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Tidak Mudah
Tetapi proses itu tidak murah dan tak pula mudah.
Departemen kesehatan nasional China menetapkan bahwa tujuan bank sperma adalah untuk mengobati infertilitas dan mencegah penyakit genetik.
Dalam praktiknya, wanita yang belum menikah dilarang menggunakan bank sperma.
"Kami ingin membantu para wanita lajang ini, tetapi sayangnya kami benar-benar dibatasi secara politis," kata Liu Jiaen, direktur rumah sakit kesuburan di Beijing.
Para wanita harus melakukan perjalanan ke luar negeri untuk prosedur medis, karena hukum Tiongkok melarang impor sperma manusia.
Perempuan juga menghadapi diskriminasi; dalam budaya China, di mana perkawinan masih dianggap penting untuk memiliki anak.
Di China, donor sperma harus bersifat anonim.
Tetapi bank sperma internasional menawarkan detail kepada wanita seperti warna rambut, foto masa kecil, dan latar belakang etnis.
"Jika Anda memilih untuk menggunakan donor sperma, sperma pada dasarnya adalah komoditas," kata Carrie, seorang ibu tunggal berusia 35 tahun yang tinggal di China barat daya yang juga tidak mau disebutkan identitas aslinya.
Carrie mengatakan bahwa bank sperma internasional lebih canggih daripada di China, dan "mampu memenuhi permintaan konsumen".
Â
Advertisement