7 Fakta Menarik Drakor When Life Gives You Tangerines, Kisah Cinta dan Budaya Patriarki

Drama Korea 'When Life Gives You Tangerines' menyajikan kisah cinta mengharukan Gwan-Sik dan Ae-Sun di Pulau Jeju, di tengah perjuangan melawan budaya patriarki dan kemiskinan.

oleh Fitriyani Puspa Samodra Diperbarui 16 Mar 2025, 16:00 WIB
Diterbitkan 16 Mar 2025, 16:00 WIB
When Life Gives You Tangerines. (Netflix via Soompi)
When Life Gives You Tangerines. (Netflix via Soompi)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta Drama Korea When Life Gives You Tangerines tengah menjadi topik hangat di kalangan pecinta K-drama. Serial yang dibintangi oleh Park Bo Gum dan IU ini berhasil mencuri perhatian berkat alur cerita yang emosional serta sinematografi yang indah. Dengan latar Pulau Jeju, drama ini membawa penonton dalam perjalanan penuh makna tentang cinta, keluarga, dan impian. 

Sejak merilis episode terbarunya pada 14 Maret 2025, antusiasme penggemar semakin meningkat untuk menyaksikan kelanjutan kisah karakter utamanya, Gwan-Sik dan Ae-Sun. When Life Gives You Tangerines tidak hanya menyajikan romansa yang mengharukan, tetapi juga memperlihatkan kehidupan masyarakat Jeju pada masa itu, terutama tantangan yang dihadapi oleh perempuan dalam budaya patriarki yang kuat. 

Karakter Ae-Sun yang diperankan oleh IU digambarkan sebagai sosok yang memiliki mimpi besar menjadi penyair, tetapi harus berhadapan dengan realitas sosial yang membatasi kebebasan perempuan. Sementara itu, Gwan-Sik, yang diperankan oleh Park Bo Gum, menjadi sosok pria yang setia dan selalu mendukung Ae-Sun dalam segala keadaan. Berikut fakta menarik dari When Life Gives You Tangerines, dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Minggu (16/3/2025). 

Promosi 1

1. Berlatar Tahun 1950-an dan 1970-an

IU dalam When Life Gives You Tangerines. (foto: dok. Netflix)
IU dalam When Life Gives You Tangerines. (foto: Netflix)... Selengkapnya

Drama ini menyuguhkan kisah dalam dua periode waktu yang berbeda, yaitu 1950-an dan 1970-an. Pada era 1950-an, penduduk Pulau Jeju masih sangat bergantung pada hasil laut untuk mencari nafkah. Para perempuan bekerja sebagai haenyeo (penyelam wanita) yang mencari kerang dan ikan di laut. Kehidupan keras ini menjadi latar yang kuat untuk menggambarkan perjuangan karakter utama dalam menghadapi tantangan sosial dan ekonomi.

Sementara itu, alur cerita di era 1970-an memperlihatkan perkembangan karakter Ae-Sun dan Gwan-Sik dalam menjalani kehidupan rumah tangga mereka. Meskipun telah menikah, mereka masih menghadapi berbagai tantangan, termasuk tekanan sosial dan ekonomi yang terus membayangi.

2. Menggambarkan Manis dan Pahitnya Kehidupan

IU Bermain Peran Ganda di Drama WHEN LIFE GIVES YOU TANGERINES. (instagram/netflixkr)
IU Bermain Peran Ganda di Drama WHEN LIFE GIVES YOU TANGERINES. (instagram/netflixkr)... Selengkapnya

Salah satu daya tarik utama When Life Gives You Tangerines adalah caranya dalam menggambarkan realitas kehidupan. Tidak hanya menyajikan kisah cinta yang romantis, drama ini juga memperlihatkan kesulitan hidup, ketidakadilan sosial, dan perjuangan perempuan dalam menghadapi budaya patriarki. Ae-Sun adalah contoh perempuan yang berani melawan norma untuk menggapai impiannya, meskipun sering kali dihadapkan pada berbagai rintangan.

Drama ini juga memperlihatkan bahwa dalam kehidupan, ada saat-saat penuh kebahagiaan dan kesedihan, tetapi dengan cinta dan keteguhan hati, seseorang bisa melewati segalanya. Hubungan antara Ae-Sun dan Gwan-Sik menjadi simbol perjuangan bersama dalam menghadapi kehidupan yang keras.

3. Adegan Gwan-Sik Berenang di Laut Viral

Salah satu adegan paling ikonik dalam drama ini adalah ketika Gwan-Sik melompat dari kapal dan berenang melintasi lautan untuk kembali kepada Ae-Sun. Adegan ini menjadi viral di media sosial dan mendapat banyak komentar dari penggemar. Tindakan heroik Gwan-Sik menunjukkan betapa besar cintanya kepada Ae-Sun, hingga ia rela mempertaruhkan nyawanya untuk kembali bersama sang istri.

4. Angkat Isu Budaya Patriarki yang Kuat

Drama ini juga menyoroti bagaimana budaya patriarki di Korea pada era 1950-an membatasi perempuan dalam berbagai aspek kehidupan. Ae-Sun, yang bercita-cita menjadi penyair, harus berhadapan dengan realitas di mana perempuan tidak diizinkan untuk bermimpi besar. Sejak kecil, perempuan di Pulau Jeju diharapkan menjadi haenyeo, mengikuti jejak ibu dan nenek mereka untuk bekerja sebagai penyelam.

Keberanian Ae-Sun dalam melawan tradisi ini menjadi salah satu elemen cerita yang paling menginspirasi. Ia tidak hanya ingin bertahan hidup, tetapi juga ingin memperjuangkan haknya untuk mendapatkan pendidikan dan mewujudkan impiannya.

5. Kehidupan Tiga Generasi

Moon So Ri dalam When Life Gives You Tangerines. (foto: dok. Netflix)
Moon So Ri dalam When Life Gives You Tangerines. (foto: dok. Netflix)... Selengkapnya

Drama ini tidak hanya berfokus pada kisah Ae-Sun dan Gwan-Sik, tetapi juga menampilkan kehidupan tiga generasi perempuan di Pulau Jeju. Mulai dari ibu Ae-Sun, Gwang Rye, yang berusaha memberikan kehidupan lebih baik untuk anak-anaknya, hingga putri Ae-Sun, Geum Myeong, yang memiliki impian untuk keluar dari kemiskinan.

Ketiga generasi ini menunjukkan bagaimana perubahan zaman membawa tantangan dan harapan yang berbeda bagi perempuan di Korea Selatan. Perjalanan hidup mereka menjadi refleksi dari perjuangan perempuan dalam mendapatkan kebebasan dan hak yang setara.

6. Menduduki Peringkat 1 di Netflix

Popularitas When Life Gives You Tangerines terbukti dari pencapaiannya di berbagai platform streaming. Drama ini berhasil menduduki peringkat nomor satu di Netflix di 10 negara, termasuk Korea Selatan, Hong Kong, Indonesia, dan Singapura.

Tak hanya itu, drama ini juga mendapat rating tinggi di berbagai situs ulasan seperti My Drama List, di mana empat episode pertamanya memperoleh skor 8,7. Banyak penonton yang memberikan komentar positif mengenai alur cerita yang unik dan menyentuh hati.

7. Dialog yang Menyentuh

When Life Gives You Tangerines. (Netflix via Soompi)
Drakor When Life Gives You Tangerines. (Netflix via Soompi)... Selengkapnya

Salah satu elemen yang membuat drama ini begitu berkesan adalah kutipan-kutipan dialog yang menyentuh dan relatable bagi banyak orang. Misalnya, dalam adegan pertengkaran antara Ae-Sun dan putrinya, Geum Myeong, terdapat narasi yang berbunyi: “Bagi orang tua, hanya penyesalan yang tersisa. Bagi anak-anak, hanya kebencian yang tersisa.”

Kutipan lainnya yang menjadi sorotan adalah saat Ae-Sun mulai menyerah pada impiannya di masa remajanya: “Musim semi bagi mereka bukanlah musim untuk bermimpi, tetapi musim untuk menyerah pada impian. Dan mereka melakukannya dengan sukarela.” Kata-kata ini sangat menggambarkan realitas kehidupan banyak orang yang harus mengorbankan impian demi bertahan hidup.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya