Liputan6.com, London - Parlemen Inggris telah mengambil suara untuk meloloskan RUU Withdrawal Agreement alias RUU Kesepakatan Brexit dengan hasil 330-231. Produk hukum itu menentukan batas waktu kepergian Inggris dari Uni Eropa.
Melansir ABC, Jumat (10/1/2020), lolosnya RUU Kesepakatan Brexit itu menjadi simbol kemenangan Perdana Menteri Boris Johnson. RUU itu lolos setelah perdebatan tiga hari.
Advertisement
Baca Juga
Lolosnya RUU Brexit masih pada tahap House of Commons, kemudian harus diloloskan House of Lords. Menteri Brexit Stephen Barclay berharap House of Lords tidak melakukan penundaan dalam meloloskan RUU Brexit. House of Lords juga tidak bisa membatalkan RUU yang lolos dari House of Commons.
Rencananya, Inggris akan keluar dari Uni Eropa pada 31 Januari mendatang.
Inggris akan menjadi negara pertama yang keluar dari Uni Eropa. Rakyat Inggris melakukan referendum untuk keluar dari Uni Eropa pada 2016 lalu.
Kalangan pro-Brexit menang dengan memperoleh 51,9 persen suara. Namun, jalan keluar dari Uni Eropa ternyata tidak mudah. Partai Buruh yang merupakan partai oposisi terus menentang Brexit sehingga payung hukumnya terjegal.
Mantan Perdana Menteri Theresa May berkali-kali gagal untuk menang di parlemen. May kemudian mundur dan diganti oleh Boris Johnson yang membawa kemenangan pro-Brexit.
Inggris ingin keluar dari Uni Eropa salah satunya karena regulasi bisnis Uni Eropa terlalu ketat. Boris Johnson pun menjadikan Brexit sebagai bahan kampanye dengan slogan: Get Brexit Done.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Langkah ke Depan Masih Sulit
Keluarnya Inggris pada 31 Januari hanya langkah pertama. Masih banyak regulasi-regulasi yang perlu disesuaian.
Negosiasi-negosiasi antara Inggris dan Uni Eropa akan terus berlanjut seperti di sektor perdagangan dan keamanan hingga penghujung tahun ini.
"Meninggalkan Uni Eropa tidak berarti Brexit akan selesai," ujar Paul Blomfield, juru bicara Partai Buruh.
"Kita akan menyelesaikan langkah pertama, yakni angkat kaki, tetapi tahap-tahap sulit akan datang.
Sementara, kepala negosiator Brexit dari pihak Uni Eropa, Michel Barnier, menegaskan tujuan Inggris untuk menyelesaikan perjanjian dagang pada akhir ini adalah hal yang tidak realistis.
"Kita tidak bisa berharap untuk menyetujui segala aspek pada kemitraan baru ini," ujar Barnier yang berkata siap melakukan yang terbaik dalam 11 bulan.
Advertisement
Butuh Negosiasi Panjang
Perjanjian dagang internasional biasanya butuh bertahun-tahun. Namun, PM Boris Johnson tetap berkeras pada target akhir 2020. Uni Eropa sudah menawarkan memperpanjang masa negosiasi hingga 2020.
Bermacam sektor bisnis yang terkait adalah barang dan jasa, perikanan, penerbangan, pengobatan dan obat-obatan.
Pelaku bisnis di Inggris pun khawatir jika tidak ada kesepakatan yang terjadi pada awal 2021. Para ekonom pun berkata hal itu bisa mengganggu perdagangan dengan Uni Eropa dan membuat Inggris masuk masa resesi.