Kisah Iwao Hakamada, Mantan Petinju yang Menjadi Narapidana Terlama di Dunia

Iwao Hakamada adalah kakek asal Kota Hamamatsu di Jepang yang menjadi narapidana terpanjang dan terlama di dunia pada tahun 2014.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 26 Mar 2020, 08:00 WIB
Diterbitkan 26 Mar 2020, 08:00 WIB
Lansia (iStock)
Ilustrasi lansia. (iStockphoto)

Liputan6.com, Hamamatsu- Iwao Hakamada adalah kakek asal Kota Hamamatsu, Jepang yang menjadi narapidana terpanjang dan terlama di dunia pada tahun 2014, setelah hampir 50 tahun menjalani hidupnya dalam sel penjara.

Iwao pensiun setelah jatuh sakit pada tahun 1961 dan mendapat pekerjaan sebagai pekerja pabrik di tempat pengolahan kedelai di Shizuoka, seperti dikutip dari CNN, Rabu, (25/3/2020). 

Pada saat itu, Iwao dikatakan sudah bercerai dan memiliki seorang putra.

Mantan petinju profesional yang bekerja di pabrik itu dituduh melakukan perampokan, pembakaran dan pembunuhan terhadap bosnya, istri bosnya, dan dua anak mereka pada tahun 1966. Keluarga itu ditemukan tewas di rumah mereka yang terbakar di Shizuoka, Jepang tengah.

Sebelum banding di pengadilan, Iwao awalnya mengakui semua tuduhan.

Dalam keputusan 2-1 oleh hakim, Iwao dijatuhi hukuman mati, meskipun berulang kali menuduh bahwa polisi memaksanya untuk mengaku dan telah mengarang bukti.

Selama 20 tahun pertamanya sebagai narapidana, Iwao percaya bahwa suatu hari ia akan dibebaskan. Ia dikatakan aktif dalam mempelajari ilmu agama, dan sering mengirim surat ke rumah. Iwao pun menanyakan kabar putranya dan memberi tahu ibunya bahwa dia tidak bersalah.

Proses Persidangan yang Panjang

Ilustrasi penjara (AFP)
Ilustrasi penjara (AFP)

Bukti terhadap Iwao didapatkan dari sepasang celana panjang hitam berlumuran darah dan pengakuannya. 

Pada tahun 1980, Iwao dipindahkan ke penjara khusus untuk tahanan terpidana mati, setelah Pengadilan Tinggi Jepang memutuskan hukuman matinya. 

Tetapi pada tahun 2004, hasil tes DNA mengungkapkan ketidakcocokan pada darah dari pakaian itu dengan golongan darah Iwao maupun korban.

Pengadilan Distrik Shizuoka memerintahkan persidangan ulang pada 2014, dan membebaskan Iwao saat ia menunggu hari di pengadilan, dengan alasan usianya dan kondisi mental yang rapuh.

Tetapi empat tahun kemudian, permintaan untuk sidang ulang dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi Tokyo, yang berarti dapat membuat Iwao bisa kembali ke penjara dan menghadapi hukuman mati lagi.

Untuk mendapatkan persidangan ulang, tim kuasa hukumnya telah mengajukan banding dan menunggu untuk mendengar dari Pengadilan Tinggi. 

Tetapi sistem peradilan pidana di Jepang memiliki tingkat hukuman 99,9%, membersihkan nama Iwao dikatakan tidak akan mudah.

 

Karir Iwao Sebagai Petinju

Ilustrasi Tinju
Ilustrasi petinju. (dok. Pixabay.com/Putu Elmira)

Iwao tumbuh besar di kota tepi laut Hamamatsu, sekitar dua jam dari Tokyo dengan perjalanan kereta api. Ia merupakan anak bungsu dari enam bersaudara.

Keluarganya hidup dalam kemiskinan namun lingkungannya bahagia dan stabil, kata saudara perempuan Iwao yang berusia 86 tahun, Hideko Hakamada, yan g telah berkampanye untuk membersihkan namanya. Iwao sekarang menderita penyakit mental karena puluhan tahun dipenjara.

Ketika Hideko menikah, Iwao bekerja di pusat binaraga. Seorang teman menyemangatinya untuk bermain tinju. Saat berusia 23 tahun, pada 1959, ia memulai karir profesionalnya sebagai petinju kelas featherweight dan melakukan 29 pertarungan.

Setelah kemenangannya, ia dijuluki "Rubin Carter Jepang" oleh beberapa media Barat. Carter diketahui sebagai seorang petinju asal Amerika-Kanada yang dihukum karena pembunuhan tetapi dibebaskan setelah menjalani hampir 20 tahun penjara.

Dapatkan Dukungan

Ilustrasi lansia (iStock)
Ilustrasi lansia (iStock)

Iwao telah mengumpulkan pendukung yang setia selama beberapa dekade. Dari olahragawan dan artis serta organisasi non-profit juga sukarelawan semuanya bergabung dalam kampanye untuk membersihkan namanya, serta menyoroti para narapidana terpidana mati, yang dapat berakhir dengan penyakit mental seperti Iwao.

Mantan asosiasi tinju Iwao meluncurkan petisi yang mendukung seruan untuk sidang ulang pada tahun 2018. Kemudian di tahun berikutnya, mereka mengeluarkan serial manga tentang kehidupan Iwao, menceritakan petinju yang memiliki reputasi buruk di Jepang karena olahraga itu tidak dianggap bergengsi seperti kendo dan judo.

 

Amnesty International dan mantan asosiasi tinju Iwao telah mengorganisir serangkaian demonstrasi kecil di depan Parlemen Jepang selama beberapa dekade terakhir.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya