Liputan6.com, Beijing - China merasa difitnah Amerika Serikat (AS) karena dituduh menyembunyikan data kasus Virus Corona COVID-19. Tuduhan itu berasal dari laporan rahasia intelijen AS yang bocor ke media.
Dilaporkan Bloomberg, Jumat (3/4/2020), laporan intel AS menyebut China sengaja tidak jujur dalam menyajikan data kasus pasien dan kematian Virus Corona. Kesimpulan laporan itu adalah data China palsu.
Advertisement
Baca Juga
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Hua Chunying membantah laporan intelijen AS. Laporan itu ia anggap sebagai upaya fitnah AS untuk menyalahkan China.
"Beberapa pejabat AS hanya ingin melempar kesalahan," kata Hua. "Sebetulnya kami tidak ingin berargumen dengan mereka, tetapi dihadapi dengan fitnah moral yang berulang-ulang, saya merasa harus meluangkan waktu dan meluruskan kebenaran lagi," ujar wanita itu di Beijing.
Hua Chunying juga mempertanyakan kecepatan AS dalam merespons Virus Corona. Sejak 2 Februari, AS sudah melarang penerbangan dari China.
Ia pun menegaskan China siap memberikan bantuan, dan aksi saling tuding dianggap hanya buang-buang waktu dan nyawa.
"Kami ingin menyediakan support dan membantu mereka sesuai kapasitas kami," ucapnya.
Sebelumnya, Koordinator Respons Virus Corona Gedung Putih Dr. Deborah Birx sempat mempertanyakan data dari China. Dr. Birx menduga China tak memberi data secara lengkap, alhasil ilmuwan terkecoh.
"Ketika kamu melihat data China di awal-awalnya, dan kamu mendapati ada 80 juta orang, atau 20 juta orang di Wuhan dan 80 juta di Hubei, dan mereka menyebut ada 50 ribu (pasien), kamu berpikir ini lebih mirip SARS ketimbang pandemi global seperti sekarang," ujar Dr. Deborah Birx, Koordinator Respons Virus Corona Gedung Putih.
"Saya pikir komunitas medis menginterpretasi data dari China bahwa ada sesuatu yang serius, tetapi lebih kecil ketimbang yang siapa pun perkirakan, karena saya pikir mungkin kita kehilangan jumlah data yang signifikan," pungkas Dr. Birx.
**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Jaga Jarak 2 Meter
Pakar kesehatan Gedung Putih terus mendorong adanya social distancing (jaga jarak sosial) supaya menekan penyebaran Virus Corona COVID-19 (COVID-19). Jarak ideal antar satu sama lain disebut sekitar 2 meter atau tepatnya 1,82 meter.
Dr. Deborah Birx berkata Jarak tersebut meter dianggap ideal untuk menghindari droplet (percikan air liur).
"(Social distancing) adalah ketika kita meminta orang-orang untuk setidaknya saling memberi jarak enam kaki (1,82 meter). Dan kamu mungkin bertanya kenapa enam kaki? Karena banyak bukti sains terkait penyakit pernapasan bahwa jarak itu adalah jarak terjauh saat droplet keluar saat bersin atau batuk," ucap Dr. Birx dalam video Gedung Putih, seperti dikutip Selasa (18/3/2020).
Virus Corona COVID-19 dapat menular lewat kontak fisik dekat. Pihak Gedung Putih juga meminta agar tak ada acara kumpul-kumpul lebih dari 10 orang.
Direktur Institut Alergi dan Penyakit Menular Nasional Dr. Anthony Fauci juga meminta agar masyarakat jangan nekat ke tempat-tempat ramai dulu. Terkait pekerjaan bisa dilakukan dari jarak jauh, sementara untuk hiburan diharapkan ditunda dahulu.
"Jangan ke bar, jangan ke restoran, jangan ke bioskop dengan banyak orang. Pokoknya pemisahan fisik agar Anda punya ruang antara diri Anda dan orang lain yang bisa saja terinfeksi atau menginfeksimu," tegas Dr. Fauci.
Ada kasus-kasus penularan Virus Corona COVID-19 terjadi akibat keramaian. Ambil contoh di Malaysia, akibat acara tabligh akbar di Kuala Lumpur kini kasus Virus Corona COVID-19 di negeri jiran sedang melonjak bahkan menyebar ke negara lain.
Advertisement